Tak Berdaya! Kantong Orang Miskin Disedot Beras, Rokok & Kopi

Maesaroh, CNBC Indonesia
15 July 2022 14:35
Potret Kampung Bayam yang Terdampak Pembanguan Stadion JIS (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Potret Kampung Bayam yang Terdampak Pembanguan Stadion JIS (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan harga komoditas pangan mulai berdampak kepada kelompok masyarakat miskin. Data menunjukkan lebih dari 70% pengeluaran penduduk miskin kini tersedot ke pengeluaran makanan seperti beras, rokok, kopi bubuk, hingga mie instan.

Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini mengumumkan jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang, turun 0,34 juta orang terhadap September 2021. Dibandingkan Maret 2021, penduduk miskin turun 1,38 juta orang.

Persentase penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 9,54%. Persentase tersebut turun dibandingkan September 2021 yang tercatat 9,71% dan 27,54% yang tercatat pada Maret 2021.

BPS juga garis kemiskinan tercatat Rp 505.469,00/kapita/bulan. Angka tersebut naik dibandingkan pada Maret 2021 yang tercatat Rp 472.525,00/ kapita/bulan.

Garis kemiskinan adalah pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan non-makanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan sebagai kelompok miskin.

Komposisi garis kemiskinan makanan mencapai Rp 374.455 (74,08%) sementara garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp 131.014 (25,92%).

Komposisi garis kemiskinan makanan pada Maret 2022 jauh lebih tinggi dibandingkan Maret 2021 yang tercatat 73,96% atau sebelum pandemi pada September 2019 sebesar 73,75%.

"Kenaikan harga-harga dapat berdampak pada bertambahnya beban pengeluaran masyarakat. Tekanan kenaikan harga terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan," tutur Kepala BPS Margo Yuwono, dalam konferensi pers, Jumat (15/7/2022).

Komoditas penyumbang kemiskinanFoto: BPS
Komoditas penyumbang kemiskinan

Besarnya kontribusi makanan pada garis kemiskinan bisa menjadi persoalan karena mereka akan sangat rentan terhadap setiap pergerakan kenaikan komoditas pangan.

Seperti diketahui, harga komoditas pangan melonjak setelah perang Rusia-Ukraina meletus pada akhir Februari lalu.

Inflasi pada kelompok volatile seperti pangan juga melonjak dalam tiga bulan terakhir. Pada Juni 2022, inflasi kelompok volatile menembus 2,51% (month to month/mtm) dan 10,07% (year on year/yoy). Level tersebut menjadi yang tertinggi sejak Desember 2014 atau 7,5 tahun terakhir.

Jika harga kelompok pangan terus meningkat maka penghasilan penduduk miskin makin menguap hanya untuk memenuhi kebutuhan makan mereka.

Dalam catatan BPS, komposisi garis kemiskinan makanan untuk masyarakat kota mencapai 72,48% sementara masyarakat desa sebesar 76,43%.

Sepuluh komoditas utama yang menyebabkan masyarakat kota semakin miskin adalah beras, rokok kretek filter, daging ayam ras, telur ayam ras, mie instan, gula pasir, kopi bubul dan kopi instan atau sachet, roti, bawang merah, dan tempe.

Untuk masyarakat desa, penyumbang garis kemiskinan terbesar adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, gula pasir, mie instan, bawang merah, kopi bubuk dan kopi instan, ikan tongkol/tuna/cakalang, dan roti.

Komoditas non-makanan yang menyebabkan masyarakat makin miskin adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan, perlengkapan mandi, perawatan kulit, muka, kuku, rambut, serta sabun cuci.

Meskipun menurun, jumlah penduduk miskin pada Maret tahun ini masih jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi.

Sebagai catatan, jumlah penduduk miskin pada Maret 2019 tercatat 25,14 juta sementara pada September 2019 tercatat 24,78 juta. Tingkat kemiskinan pada September 2019 tercatat 9,22%.

Jika menghitung per September 2021 atau catatan terakhir sebelum pandemi, maka masih ada 1,38 juta orang yang belum bisa keluar dari garis kemiskinan setelah pandemi berjalan dua tahun lebih.

Angka kemiskinan sempat melonjak tajam pada September 2020 atau enam bulan setelah pandemi. Pada periode tersebut, jumlah penduduk miskin menyentuh 27,5 juta orang dan tingkat kemiskinan mencapai 10,19%.

Angka kemiskinanFoto: BPS
Angka kemiskinan

BPS juga mencatat jika masyarakat kota lebih susah keluar dari jurang kemiskinan dibandingkan mereka yang tinggal di desa sejak pandemi Covid.

Tingkat kemiskinan di perkotaan pada Maret 2022 tercatat 12,29%. Prosentase tersebut sudah lebih rendah dibandingkan pada September 2019 atau sebelum pandemi yakni 12,60%.

Tingkat kemiskinan di pedesaan pada Maret 2022 tercatat 7,50%. Prosentase tersebut meningkat dibandingkan sebelum pandemi Covid-19 yang tercatat 6,56%.

Dalam setahun, penduduk miskin di perkotaan berkurang 360 ribu orang sementara di desa berkurang 1,03 juta.

"Kecepatan penurunan kemiskinan di perdesaan lebih cepat dari perkotaan tingkat kemiskinan perdesaan sudah kembali ke level sebelum pandemi,sedangkan perkotaan masih lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi," tutur Margo.

Namun, jumlah penduduk miskin di pedesaan jauh lebih banyak dibandingkan wilayah kota. Pada Maret 2022, penduduk miskin di perkotaan tercatat 11,82 juta sementara di pedesaan mencapai 14,34 juta.

Margo menambahkan jumlah penduduk miskin berkurang dalam setahun, salah satunya karena bantuan sosial. Sementara itu, penyerapan tenaga kerja sebanyak 3,51 juta orang di sektor pertanian pada Februari 2021 ikut membantu menurunkan kemiskinan di desa.

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular