Calon Korban Resesi Selanjutnya: Australia!

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
14 July 2022 15:29
TONGA-AUSTRALIA-VOLCANO-TSUNAMI
Foto: AFP/CPL ROBERT WHITMORE

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu resesi masih akan terus menghantui negara-negara di dunia. Bagaimanapun juga laju inflasi yang tinggi disertai dengan kebijakan moneter yang agresif telah membuat perekonomian global bergejolak di sepanjang tahun ini.

Rob Subbraman, Kepala Ekonom Nomura, memproyeksikan dalam 12 bulan ke depan Zona Euro, Inggris, Jepang, Australia, Kanada, dan Korea Selatan juga akan mengalami resesi.

"Kenaikan suku bunga yang agresif artinya kita melihat kebijakan front loading. Dalam beberapa bulan kami telah melihat risiko resesi, dan sekarang beberapa negara maju benar-benar jatuh ke jurang resesi," tambah Subbraman.

Berbicara isu resesi di Inggris, Ekonomi Inggris rebound pada Mei 2022 setelah kembali mencetak pertumbuhan positif di tengah tingginya inflasi dan kebijakan ketat terkait suku bunga.

Berdasarkan data resmi yang dirilis Kantor Statistik Nasional, Rabu (13/7/2022), pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) bulanan Inggris pada Mei 2022 tercatat 0,5%. Kondisi itu berbalik dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang terkontraksi 0,2%.

Hasil itu pun berada di atas ekspektasi para ekonom yang memproyeksikan tidak akan ada pertumbuhan. Membaiknya ekonomi Inggris tersebut didukung oleh pertumbuhan di sektor konstruksi, manufaktur, dan jasa yang ditopang oleh pengeluaran pada masa liburan.

Perlu diketahui, tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi Inggris sejatinya masih tinggi. Bank of England telah menaikkan suku bunga lima kali sejak Desember dalam upaya untuk menjinakkan inflasi yang tak terkendali, yang telah memicu krisis biaya hidup.

Inflasi Inggris pada 2022 tercatat sebesar 9,1% secara tahunan (year-on-year/yoy) sekaligus menjadi yang tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Sementara itu, inflasi Mei 2022 secara bulanan tercatat sebesar 0,7%, sedikit di atas konsensus sebesar 0,6%. Namun, besaran inflasi tersebut jauh di bawah catatan bulan sebelumnya sebesar 2,5%.

Kontribusi kenaikan inflasi terbesar berasal dari perumahan dan jasa rumah tangga, terutama listrik, gas dan bahan bakar lainnya, serta transportasi yang didominasi bahan bakar motor dan mobil bekas.

Australia menjadi salah satu negara yang diperkirakan akan mengalami resesi akibat tingginya inflasi, serta kebijakan bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA) yang agresif menaikkan suku bunga.

Kenaikan suku bunga akan berdampak pada harga perumahan, belanja konsumen dan investasi perumahan yang bisa menekan tingkat keyakinan konsumen.

"Banyak bank sentral saat ini mandatnya pada dasarnya berubah menjadi tunggal, yakni menurunkan inflasi. Kredibilitas kebijakan moneter merupakan aset yang sangat berharga yang tidak boleh hilang, sehingga bank sentral akan agresif menaikkan suku bunga," kata Subbraman dalam acara Street Signs Asia CNBC International, Selasa (5/7/2022).

Analis dari Nomura juga memasukkan Australia sebagai negara yang berisiko mengalami resesi dalam 12 bulan ke depan. Resesi akan semakin pasar jika kenaikan suku bunga sampai memicu runtuhnya pasar properti.

Sementara, hari ini Australia telah merilis perkiraan inflasi Juli 2022 sebesar 6,3% pada bulan Juli 2022, turun dari bulan sebelumnya yakni 6,7%.

Biro Statistik Australia pagi tadi (14/7/2022) melaporkan tingkat pengangguran turun menjadi 3,5% pada Juni, dari bulan sebelumnya 3,9%. Tingkat pengangguran tersebut menjadi yang terendah sejak Agustus 1974.

Selain itu, sepanjang bulan lalu perekonomian Australia tercatat mampu menyerap 88.000 tenaga kerja. Meski pasar tenaga kerja sangat kuat, tetapi Negeri Kanguru tetap diperkirakan akan mengalami resesi akibat tingginya inflasi, serta kebijakan bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA) yang agresif menaikkan suku bunga.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum/aum)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Eropa Bisa Hindari Resesi, tapi Tidak dengan Negara Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular