Aneh bin Ajaib, Kok Bisa RI Gak Bakal Terjerat Resesi?

Maesaroh, CNBC Indonesia
14 July 2022 12:20
Bendera Merah Putih Raksasa d Halaman Monas (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Bendera Merah Putih Raksasa d Halaman Monas (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia tengah diliputi kekhawatiran terjadi resesi. Namun, Indonesia masih bisa bersyukur karena sejumlah data dan indikator ekonomi menunjukkan Indonesia masih aman dari goncangan resesi.

Kekhawatiran resesi di tingkat global meningkat setelah sejumlah survei serta proyeksi lembaga mengingatkan besarnya potensi resesi. Tidak hanya Amerika Serikat (AS), sejumlah negara maju juga diperkirakan akan masuk ke jurang resesi dalam waktu dekat.
Nomura Holdings Inc memperkirakan Uni Eropa, Inggris, Jepang, Australia, dan Kanada diperkirakan akan mengalami resesi dalam waktu dekat 12 bulan ke depan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani, kemarin, menegaskan sejumlah indikator ekonomi menunjukkan perekonomian Indonesia masih sangat bagus. Namun, Indonesia harus tetap waspada dan akan terus memonitor potensi resesi.

"Saya rasa seharusnya melihat saja faktual mengenai tadi background setiap negara sisi kinerja pertumbuhan ekonomi, inflasi, neraca pembayaran, kinerja APBN, kinerja kebijakan moneter, dilihat inflasi, nilai tukar rupiah dan korporasinya," ungkap Sri Mulyani di Bali, Rabu (13/7/2022).



Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia, indikator ekonomi Indonesia seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, transaksi berjalan, neraca pembayaran Indonesia (NPI), hingga ekspor impor masih sangat baik. Namun, nilai tukar terus melemah dan menunjukkan kinerja yang buruk.

1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia


Ekonomi Indonesia tumbuh 5,01% (year on year/yoy) pada kuartal I-2022. Artinya, tren pertumbuhan ekonomi domestik sudah kembali ke level historisnya di kisaran 5% dalam dua kuartal berturut-turut.
Ekonomi Indonesia sempat babak belur karena pandemi Covid-19 yakni terkontraksi dari kuartal II-2020 hingga kuartal I-2021.

Presiden Joko Widodo dalam pertemuan dengan sejumlah Pemimpin Redaksi Media Massa, Rabu (13/7/2022) optimis ekonomi Indonesia tumbuh lebih tinggi pada kuartal II-2022.

"Pertumbuhan ekonomi kita saya perkirakan 5,1% di kuartal II-2022, saya kira ini masih bagus dan ekonomi Indonesia masih bisa bertahan," kata Jokowi.

Optimisme Jokowi jelas beralasan karena pada kuartal II tahun ini, ada Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Untuk pertama kalinya dalam dua tahun, masyarakat Indonesia bahkan merayakan Idul Fitri dengan meriah.

Perayaan yang lebih meriah berarti juga belanja meningkat dan konsumsi menggeliat. Konsumsi rumah tangga merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia dan berkontribusi sekitar 56% kepada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.



Pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga membantu mendongkrak aktivitas ekonomi dan permintaan domestik.

Hingga kuartal I-2022, konsumsi rumah tangga memang hanya tumbuh 4,34%.

Namun, pelonggaran mobilitas dan meningkatnya aktivitas ekonomi diharapkan bisa menggenjot konsumsi rumah tangga untuk kembali ke level historisnya di kisaran 5%.

Pertumbuhan ekonomi tinggi Indonesia patut disyukuri karena banyak negara masih terkontraksi atau melambat pada kuartal I-2022. Ekonomi AS dan Jepang, misalnya, masih terkontraksi pada kuartal I tahun ini.

Sementara itu, ekonomi India, Singapura, India, hingga Korea Selatan melambat.

2. Inflasi


Inflasi menjadi momok utama di hampir semua negara pada tahun ini. Perang Rusia-Ukraina telah melambungkan harga komoditas pangan dan energi. Kondisi tersebut membuat inflasi di sejumlah negara melonjak hingga mencapai rekor tertinggi dalam puluhan tahun.

Amerika Serikat baru saja mengumumkan jika inflasi mereka pada Juni tahun ini melesat hingga 9,1% (yoy), rekor tertingginya dalam 41 tahun. Inflasi Thailand juga menembus 7,66% (yoy) pada Juni dan menjadi rekor tertinggi dalam 12 tahun.

Inflasi Indonesia pada Juni juga melonjak menjadi 0,61% (month to month/mtm) dan 4,35% (yoy). Inflasi tahunan Indonesia menjadi yang tertinggi sejak Juni 2017 atau lima tahun terakhir.



Meskipun melejit, Inflasi Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara lain atau negara tetangga seperti Singapura yang mencatatkan inflasi sebesar 5,6% pada Mei, Korea Selatan sebesar 6% pada Juni, Filipina sebesar 6,1% pada Juni, atau India (7,01% pada Juni).

Inflasi Indonesia juga diperkirakan tidak akan setinggi perkiraan sebelumnya karena pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan harga BBM dan tariff dasar listrik untuk kalangan menengah bawah.


3. Ekspor

Indonesia adalah sedikit negara yang diuntungkan oleh lonjakan harga komoditas di tengah kecamuk perang. Sebagai produsen besar nikel, minyak sawit mentah, dan batu bara, ekspor Indonesia menukik tajam setelah perang Rusia-Ukraina meletus.

Nilai ekspor Indonesia membukukan rekor secara beruntun pada Maret dan April tahun ini.
Ekspor Indonesia mencatatkan rekor tertingginya pada April 2022 dengan nilai mencapai US$ 27,32 miliar. Catatan tersebut menumbangkan rekor tertinggi pada Mei (US$ 26,5 miliar). Surplus neraca perdagangan juga mencatatkan rekor terbesarnya pada April 2022 yakni US$ 7,56 miliar.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan sejumlah negara tetangga seperti Thailand dan India.

Thailand membukukan defisit perdagangan sebesar US$ 1,8 miliar pada Mei. Sementara itu, neraca perdagangan India membukukan defisit sebesar US$ 25,63 miliar pada Juni tahun ini, meningkat dibandingkan Mei 2022 yang tercatat US$ 24,29 miliar.

Namun, Indonesia masih mencatatkan defisit besar pada sektor migas karena melonjaknya harga minyak serta besarnya konsumsi.

4. Transaksi Berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia

Transaksi berjalan masih membukukan surplus sebesar 0,07% dari PDB pada kuartal I-2022. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pada konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan lalu mengatakan transaksi berjalan diperkirakan masih mengalami surplus pada kuartal II.

Namun, secara keseluruhan, transaksi berjalan akan mencatatkan defisit di kisaran 0,5%-1,3% dari PDB.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) masih membukukan defisit pada kuartal I-2022 sebesar US$ 1,8 miliar. Defisit terjadi karena besarnya lubang pada transaksi finansial -terdiri dari investasi langsung dan portofolio- menembus US$ 1,7 miliar pada kuartal I-2022 karena anjloknya investasi portofolio.

Investasi langsung masih mencatat surplus US$ 4,47 miliar, lebih tinggi dibandingkan US$ 3,79 miliar yang tercatat pada kuartal IV-2021. Namun, kinerja investasi portofolio di pasar keuangan pada kuartal I-2022 mencatat defisit US$ 2,9 miliar.

5. APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih mencatatkan surplus hingga Juni tahun ini. Surplus tersebut merupakan pencapaian terbaik setidaknya dalam 10 tahun terakhir.

Surplus APBN pada Juni tercatat  Rp 73,59 triliun atau 0,39% dari PDB. Surplus ditopang oleh pendapatan negara yang menembus Rp 1.317,14 triliun pada semester I tahun ini.

APBN diperkirakan membukukan defisit sebesar Rp 732,25 triliun atau 3,92% dari PDB pada akhir tahun. Defisit akan lebih rendah dibandingkan yang ditetapkan dalam APBN 2022 sebesar 4,85% dari PDB. Artinya penarikan utang lebih kecil dari yang direncanakan.

Kenaikan harga komoditas membuat Indonesia bisa mendapatkan pendapatan tambahan sebesar Rp 420 triliun pada tahun ini. Tambahan pendapatan ini menjadi modal berharga bagi pemerintah untuk menambah subsidi energi dan perlindungan sosial.

Dengan dipertahankannya harga BBM serta penambahan anggaran perlinsos dan subsidi maka dampak langsung dari kenaikan harga komoditas energi dan global bisa sedikit diredam.

6. Kasus Covid-19

Indonesia terus melaporkan tambahan kasus harian Covid dalam lima pekan terakhir. Dalam sepekan ini, kasus Covid-19 bertambah 19.498, atau naik sekitar 32% dibandingkan pekan sebelumnya. Bila dihitung rata-rata maka kasus harian Indonesia dalam sepekan terakhir menyentuh 2.785.

Namun, lonjakan kasus tidak hanya dialami Indonesia. Mayoritas negara Asia mulai dari Korea Selatan, Singapura, China, hingga Malaysia juga melaporkan tambahan kasus secara signifikan.

Dalam sepekan terakhir, rata-rata tambahan kasus Covid-19 di Singapura mencapai 8.813 per hari sementara Malaysia 3.182 per hari.
Korea Selatan bahkan melaporkan tambahan kasus baru sebanyak 40.266 kemarin. Tambahan tersebut adalah yang tertinggi sejak 11 Mei 2022.

7. Nilai Tukar Rupiah


Nilai tukar rupiah terus tertekan dalam sebulan terakhir sebagai sampai kenaikan suku bunga acuan The Fed. Sepanjang tahun ini, rupiah sudah melemah sekitar 4,8%.


Pelemahan rupiah memang tidak setajam rupee India yang melemah sekitar 6,4% atau bhat Thailand yang menyusut 8%. Namun, pelemahan rupiah dikhawatirkan terus berlanjut seiring banyaknya investor asing yang meninggalkan Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular