
Ada Ancaman Ngeri Selain Covid, Sri Mulyani Sampai Dilema

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dalam upaya menjaga komitmen pengurangan emisi CO2 di Indonesia, pemerintah menghadapi banyak dilema. Emisi CO2 harus diturunkan seiring adanya ancaman climate change yang lebih mengerikan dari pandemi covid-19.
"Indonesia akan terus tumbuh dan kelistrikan juga masih akan tetap tumbuh, tapi dalam kesempatan yang sama kita mesti mengurangi CO2, ini jadi dilema," kata Sri Mulyani di Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7/2022).
Oleh karena itu, Sri Mulyani mempertanyakan strategi apa yang dimiliki PT PLN agar tetap menghasilkan listrik dengan emisi CO2 yang relatif rendah. Apalagi, masyarakat akan terus mengalami pertumbuhan. Mereka pun bakal terus memiliki beragam peralatan elektronik yang tentu akan berdampak terhadap kebutuhan listriknya.
"Orang-orang yang tadinya punya satu rumah kecil dan gak punya AC sekarang punya AC. Orang yang gak punya kulkas sekarang punya kulkas. Jadi, ini akan terus tumbuh, tapi kita komitmen mengurangi CO2 dari sektor kelistrikan. Pertanyaan ke PLN atas BUMN yang memonopoli listrik adalah bagaimana tetap menghasilkan listrik dengan mengurangi emisi CO2?" Jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani pun mengungkapkan target pengurangan emisi gas karbon atau CO2 untuk mencapai tujuan di dalam National Determined Contributions (NDCs) yang ditetapkan di Paris Agreement.
Di dalam Paris Agreement, Indonesia berkomitmen dalam mengurangi gas karbon hingga 29% dengan usaha sendiri dan 41% menggunakan dukungan internasional.
"Jika kita ingin mengurangi CO2 29%, kontribusi sektor kelistrikan dan perusahaan mengurangi 314 juta ton CO2. Kalau ingin 41%, sektor kelistrikan harus mengurangi 446 juta ton CO2 dan itu merupakan angka yang sangat-sangat besar," tutur Sri Mulyani.
Kebutuhan dana yang diperlukan Indonesia dalam upaya menurunkan CO2 atau emisi karbon mencapai lebih dari Rp 3.000 triliun. Angka tersebut berdasarkan perhitungan 2nd Biennale Update Report 2018.
"Di dalam report 2018 disebutkan kebutuhan anggaran untuk menurunkan CO2 atau mencapai tekad penurunan CO2 adalah Rp 3.461 triliun sampai dengan 2030," kata Sri Mulyani.
Namun, belakangan angka tersebut naik menjadi Rp 3.779 triliun seiring dengan semakin besarnya krisis yang terjadi akibat perubahan iklim.
Jumlah tersebut dinilai sebagai angka yang signifikan oleh Sri Mulyani sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di dalam fiscal framework digunakan untuk mendukung segala langkah dalam penurunan emisi karbon tersebut.
"Membutuhkan US$ 243 miliar hanya untuk kelistrikan atau jika kita ingin menjadikannya rupiah sekitar Rp 3500 triliun. APBN kita cuma Rp 3.000 triliun. Kita butuh uang, teknologi, dan prinsip yang membiarkan semua sektor untuk memobiliasi penguranga CO2," pungkas Sri Mulyani.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Ancaman Ngeri, Ekonomi RI Bisa Nyusut Segini!
