
Subsidi BBM-Gas-Listrik Rp 502 T, BLT Lebih Murah! Asal...

Upaya pemerintah untuk menyalurkan bantuan sosial (bansos) ke masyarakat yang tepat sasaran, termasuk ke masyarakat paling miskin, selama ini selalu terkendala validitas dana. Tumpang tindih antar lembaga serta banyaknya kasus korupsi membuat penyaluran bansos Indonesia rawan salah sasaran.
Ombudsman mencatat, aduan masyarakat terbanyak sepanjang Juni 2020 sampai Oktober 2021 adalah terkait pelayanan kesejahteraan sosial. Sebanyak 275 dan 691 permintaan konsultasi non-laporan dari masyarakat terkait layanan tersebut.
Ombudsman menemukan bahwa data penerima sasaran (DTKS-Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) belum sepenuhnya valid.
"Sebagai contoh masih ditemukan penerima manfaat bantuan sosial yang telah meninggal dunia namun masih tercatat, warga yang telah pindah domisili. Pemda telah menyampaikan usulan data terbaru namun belum ditindaklanjuti pemutakhirannya oleh Kementerian Sosial," tutur Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais, akhir tahun lalu.
Ombudsman mengatakan alur pendaftaran yang rumit dan cenderung berlarut, keterbatasan anggaran dan kompetensi SDM pelaksana yang dinilai tidak memadai serta minimnya akses dan informasi terkait jenis dan mekanisme bantuan sosial yang mudah dijangkau oleh masyarakat.
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengakui validitas data masih menjadi persoalan besar dalam penyaluran bantuan. Dia berharap perbaikan data bisa lebih melibatkan peran aktif Pemerintah Daerah (Pemda) karena ada yang tidak melakukan pembaruan data selama selama 10 tahun. Padahal, ada banyak warga yang sudah meninggal ataupun pindah alamat dan domisili.
Bank Dunia memberikan sejumlah alternatif reformasi subsidi agar lebih tepat sasaran. Di antaranya adalah:
- Membatasi volume solar subsidi hanya untuk angkutan umum, nelayan kecil, dan petani miskin.
- Membatasi subsidi Elpiji 3 kg hanya untuk rumah tangga yang tidak mampu, keluarga nelayan, petani, serta pelaku UMKM.
- Kenaikan tariff listrik secara bertahap.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)