Suka Tak Suka, Mau Tak Mau, Harga Gas Memang Harus Naik...
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah mengkaji kenaikan harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) atau yang dijual oleh PT Pertamina dengan merek dagang Elpiji ukuran 3 kg berwarna hijau atau gas melon. Harga gas tersebut tidak pernah naik selama 15 tahun sehingga membebani anggaran pemerintah.
Seperti diketahui, PT Pertamina telah menaikkan harga Bright Gas mulai ukuran 3 kg, 5,5 kg, dan juga 12 kg. Adapun untuk Elpiji 3 kg berwarna merah muda dipatok menjadi Rp 58 ribu per tabung
Sementara itu, rata-rata harga Elpiji 5,5 kg per 10 Juli 2022menjadi Rp 100.000-127.000 per tabung. Sedangkan untuk Elpiji 12 kg rata-rata harganya mencapai Rp 213.000 - Rp 270.000 per tabung dilihat berdasarkan wilayahnya. Harga dinaikkan menyusul melonjaknya harga acuan LPG yaitu CP Aramco.
Namun, pemerintah belum menaikkan harga Elpiji 3 kg alias gas melon meskipun harganya sudah bertahan sejak 2007. Sebagai catatan, subsidi Elpiji 3 kg merupakan bagian dari program konversi minyak tanah ke LPG yang diinisiasi pada 2006 dan dilaksanakan 2007. Konversi diharapkan bisa menekan subsidi energi, mengurangi penyalahgunaan subsidi minyak tanah, serta meningkatkan penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan.
Sejak program ini dilakukan mulai 2007, harga Elpiji 3 kg yang Rp 4.250/kg belum pernah dinaikkan atau disesuaikan. Padahal harga LPG dunia terus membengkak.
Persoalan menjadi rumit karena konsumsi gas melon terus naik sementara produksi dalam negeri sangat terbatas. Laporan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) berjudul Policy Paper (Naskah Kebijakan) Reformasi Kebijakan Subsidi LPG Tepat Sasaran: Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan menyebutkan konsumsi Elpiji terus meningkat secara drastis rata-rata 34,7% per tahun.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2021 menyebutkan konsumsi LPG untuk kebutuhan rumah tangga meningkat dari 4,14 juta ton pada 2011 menjadi 7,69 juta ton pada 2020 dan 8,02 juta ton pada 2021. Sementara itu, Kementerian Keuangan memproyeksikan konsumsi masyarakat untuk gas melon mencapai 7,82 juta ton sementara hanya 0,58 juta ton yang menggunakan LPG non-subsidi.
Data Kementerian ESDM juga menunjukkan volume impor LPG terus membengkak dari 1,62 juta ton pada 2010 menjadi 6,34 juta ton pada 2021. Pada 2021, jumlah penjualan LPG mencapai 8,55 juta ton. Dari jumlah tersebut hanya 1,90 juta ton yang diproduksi dalam negeri sementara 6,34 juta ton adalah impor.
(mae/mae)