Terbukti Jadi Korban Perang, Krisis Energi Mulai Hinggapi RI?

News - pgr, CNBC Indonesia
11 July 2022 15:53
Infografis: RI Habiskan Ratusan Triliun Demi Subsidi Energi Setiap Tahun Foto: Infografis/RI Habiskan Ratusan Triliun Demi Subsidi Energi Setiap Tahun/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Tingginya harga komoditas sepertinya minyak dan gas (migas) akibat dampak dari perang Rusia dan Ukraina, tak bisa lagi dihindari oleh Indonesia. Melalui perusahaan migas pelat merah yakni PT Pertamina (Persero), harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan juga Liquefied Petroleum Gas (LPG) non penugasan resmi naik tinggi.

Pertamina per 10 Juli 2022 ini sudah menaikkan LPG dari yang ukuran 3 kilogram (kg), 5,5 kg sampai 12 kg. Untuk harga LPG 3 kg berwarna pink, saat ini harganya dibanderol Rp 58 ribu per tabung. Untuk LPG 5,5 kg dibanderol dari harga Rp 100.000 sampai Rp 127.000 per tabung. Dan juga untuk LPG 12 kg rata-rata harganya mencapai Rp 213.000 sampai Rp 270.000 per tabung.

Bersamaan dengan itu, Pertamina juga mengerek harga tiga jenis BBM seperti Pertamax Turbo (RON 98) menjadi Rp 16.200 per liter, Dexlite naik menjadi Rp 15.000 per liter dan Pertamina Dex naik menjadi Rp 16.500 untuk wilayah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Wajar memang, harga BBM dan LPG Non Public Service Obligations (PSO) tersebut menjadi kewenangan badan usaha tatkala merespon tingginya harga komoditas dunia seperti minyak mentah dunia yang saat ini berada di atas level US$ 100 per barel.

Namun, dengan meningkatnya harga BBM dan LPG non penugasan itu membuat jurang harga antara BBM dan LPG dengan yang bersubsidi menjadi semakin tinggi. Alhasil, beberapa pengamat menilai bahwa kenaikan harga ini tentunya akan ada migrasi dari yang sebelumnya membeli BBM dan LPG non subsidi menjadi yang subsidi.

Hal itu tentunya akan menambah kuota BBM dan LPG subsidi tatkala migrasi besar-besaran terjadi. Alhasil, kecukupan akan BBM dan LPG subsidi terancam jebol dan Indonesia mulai dihinggapi oleh krisis energi tatkala sebagai negara net importir minyak dan LPG, Indonesia akan kekurangan

Pasalnya, kepada CNBC Indonesia, Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah memastikan tidak akan ada tambahan alokasi kuota untuk Pertalite maupun Solar. Alih-alih ingin memberikan tambahan, Said menyarankan agar Pertamina dapat melakukan pembatasan dengan program yang saat ini sedang berjalan.

"Tidak ada penambahan kuota dan banggar memberikan kesempatan bagi Pertamina membangun sistem baik lewat MyPertamina atau dengan sidik jari karena barang subsidi adalah barang yang diperuntukkan 40% masyarakat bawah," kata Said kepada CNBC Indonesia, Jumat (8/7/2022).

Saat ini, Pertamina sendiri memang masih membuka kesempatan bagi masyarakat yang ingin mendaftarkan kendaraannya sebagai pengguna BBM Pertalite maupun Solar subsidi. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya perusahaan mengendalikan kuota volume kedua BBM tersebut.

Said optimistis jika pembatasan tersebut dapat dilakukan, maka kuota BBM Pertalite maupun Solar akan aman hingga akhir tahun ini. "Sama halnya dengan elpiji tabung 3 Kg yang terus bertambah dari 3 juta metrik ton sekarang sudah 8 juta metrik ton dan kalau terus minta pertambahan artinya kemiskinan naik tajam padahal faktanya juga tidak," kata Said.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov menilai kenaikan harga BBM dan LPG non subsidi ini memang sudah tak bisa dihindari imbas dari tingginya harga minyak mentah dunia yang sudah melebihi US$ 100 per barel akibat dampak dari perang Rusia dan Ukraina. Sementara untuk harga bahan baku LPG yakni Contract Price Aramco (CPA) per Juli sudah menyentuh US$ 725 per metric ton, naik 13% dibandingkan tahun 2021.

Yang terang, adanya kenaikan harga LPG non subsidi, maka konsekuensinya adalah perpindahan pengguna LPG non subsidi ke LPG subsidi yang semakin besar. Adapun migrasi perpindahan ke LPG subsidi sudah dapat dilihat sejak beberapa bulan lalu.

Terutama pada periode 3 Maret - 30 April 2022, penjualan LPG 3kg bersubsidi mengalami lonjakan kenaikan hampir 2% setelah adanya kenaikan harga LPG nonsubsidi di bulan Desember 2021 dan Februari 2022.

"Dari awal Maret sampai akhir April ada kenaikan 2% akibat kenaikan harga LPG yang non subsidi. Ditambah lagi ada penyesuaian yang ketiga terhadap LPG non subsidi tentu ini berpotensi mempercepat shifting dari non subsidi ke subsidi," kata dia kepada CNBC Indonesia, Senin (11/7/2022).

Menurut Abra kenaikan harga LPG non subsidi cukup rasional mengingat harga bahan bakunya juga mengalami kenaikan. Adapun Contract Price Aramco(CPA) sebagai acuan penetapan harga LPG per Juli sudah menyentuh US$ 725 per metric ton, naik 13% dibandingkan tahun 2021.

"Lonjakan harga CPA tersebut sangat berpengaruh terhadap harga keekonomian LPG apalagi 79,9% LPG Indonesia berasal dari impor," ujarnya.

Penyesuaian harga non subsidi ini memang sulit untuk dihindari. Apalagi penyesuaian hanya berlaku untuk produk non subsidi, sehingga menjadi wajar bagi badan usaha baik itu BUMN maupun swasta untuk menyesuaikan harga produk yang mengikuti keekonomian.

Kata Jokowi Kita Harus Hati-hati

Dalam Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional ke-29 tahun 2022 di Medan, Kamis (7/7/2022), Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) juga kembali menyinggung tentang harga BBM yang sedang mengalami lonjakan khususnya di negara-negara lain selain Indonesia.

Selain harga BBM non subsidi, pemerintah masih menahan untuk tidak menaikkan harga BBM khususnya Jenis BBM Penugasan (JBKP) seperti Pertalite yang saat ini harganya masih Rp 7.650 per liter.

Presiden Jokowi meminta untuk Indonesia berhati-hati berhati-hati terhadap geopolitik yang terjadi khususnya perang antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan harga pangan dan energi melonjak tinggi.

Jokowi menggambarkan, bahwa perang Rusia dan Ukraina mempengaruhi harga pangan dan energi yakni minyak dan gas. Di mana sebelum pandemi harga minyak mentah dunia hanya US$ 60 per barel. Sementara saat ini sudah melejit hingga US$ 110 - US$ 120 per barel.

"Sudah dua kali lipat hati-hati. Negara kita ini masih kita tahan untuk tidak menaikkan harga BBM yang namanya Pertalite," ungkap Jokowi dalam Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional ke-29 tahun 2022, Medan, Kamis (7/7/2022).

Jokowi membandingkan harga Pertalite dengan harga BBM di luar negeri yang sejatinya sudah melambung hingga diangka Rp 31.000 per liter. Ambil contoh, kata Jokowi, di Jerman dan Singapura yang harga BBM-nya menembus Rp 31.000/liter dan Thailand yang mencapai Rp 20.000/liter.

Sementara di Indonesia sendiri harga Pertalite kata Jokowi masih Rp 7.650 per liter. Hal itu lantaran pemerintah masih melakukan subsidi oleh APBN terhadap BBM jenis penugasan tersebut.

"Jangan tepuk tangan dulu, ini kita masih kuat dan kita berdoa supaya APBN tetap masih kuat ber subsidi. Kalau sudah tidak kuat, mau gimana lagi? ya kan. kalau BBM naik ada yang setuju? Engga? Pasti semua tidak setuju," terang Jokowi.

Seperti diketahui memang, saat ini Indonesia menjadi negara dengan importir BBM terbesar. Di mana kata Jokowi, kebutuhan akan konsumsi BBM di Indonesia mencapai 1,5 juta barel minyak sementara impornya adalah setengah dari jumlah konsumsi tersebut.

"Artinya apa? kalau harga di luar naik kita harus bayar lebih banyak. Supaya kita ngerti masalah ini, gas juga sama , internasional sudah naik 5 kali, padahal gas kita impor gede banget," tandas Jokowi.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Terungkap! Ini Alasan Pertamina Naikkan Harga BBM & LPG


(pgr/pgr)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading