Zulhas Bilang Harga Pangan Menggila Petani Untung, Beneran?

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
Selasa, 05/07/2022 14:40 WIB
Foto: Cabai rawit merah di Pasar Induk Kramat Jati, Senin (13/6/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, lonjakan harga cabai menguntungkan petani. Tapi, apakah benar demikian?

Pengamat pertanian Khudori mengatakan, kenaikan harga di tingkat konsumen tidak selalu dinikmati petani.

"Kalau rantai pasok komoditas pangan itu panjang dan tidak adil, petani hanya menerima bagian untung paling kecil. Pada banyak komoditas pangan, petani adalah bagian dari rantai pasok yang paling rentan posisinya," kata Khudori kepada CNBC Indonesia, Selasa (5/7/2022).


"Ketika terjadi gejolak harga, terutama harga di level konsumen jatuh, pedagang dan pihak lain yang posisinya lebih kuat dalam rantai pasok akan menekan dan mengalihkan biaya-biaya yang muncul menjadi bagian yang ditanggung petani," dia menambahkan.

Dia mencontohkan, kasus yang dialami petani sawit RI saat ini. Meski pelarangan sementara ekspor minyak goreng dan bahan baku dicabut sejak 23 Mei lalu, harga tandan buah segar (TBS) tidak juga terangkat.

Selain itu, harga minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) di Rotterdam dan Kuala Lumpur mulai menurun. Meski harga masih tinggi, antara US$1.400 hingga US$1.500 per ton, imbuh dia, harga lelang CPO di Dumai, jatuh.

"Ini membuat harga TBS tak terangkat. Eksportir juga menahan ekspor karena berbagai pungutan yang besar (bea keluar, pungutan ekspor dan flush out). Akibatnya, kilang-kilang penuh. CPO menumpuk dan tidak ada pembelian TBS," katanya.

Karena itu, ujar Khudori, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) jangan hanya fokus pada konsumen.

"Coba lihat juga nasib produsen. Seringkali pemerintah tidak adil. Saat harga di konsumen tinggi, pemerintah melakukan segala hal, termasuk operasi pasar agar harga turun. Sebaliknya, ketika harga di produsen jatuh, pemerintah relatif tenang-tenang saja. Karena harga di konsumen akan rendah dan inflasi terkendali," tukas Khudori.

Padahal, imbuh dia, biaya produksi usaha tani tengah naik luar biasa, terutama pupuk dan tenaga kerja.

"Pemerintah harus adil melihat persoalan dan memberikan keberpihakan. Biaya usaha tani yang melonjak karena efek perang ya pupuk. Harga pupuk nonsubsidi itu naik berlipat-lipat. Kenaikan harga ini pula yang membuat pemerintah kocok ulang pupuk subsidi, baik jenis pupuk maupun komoditas yang bisa dapat," jelasnya.

Karena itu, kata Khudori, selama perang masih berlangsung dan tidak ada upaya serius untuk memastikan transportasi gas dan bahan-bahan pupuk, termasuk pangan, bebas dari hambatan karena perang, harga-harga akan tetap tinggi.

"Jadi NTUP (nilai tukar usaha petani) atau sejenisnya tidak mewakili indikator untuk menunjukkan petani lebih sejahtera atau tidak. Itu hanya indikator antara harga yang diterima dan yang dikeluarkan. Kalaupun naik, coba cek saja, naiknya tipis. Apalah arti 2-3 poin di atas angka poin 100?," kata Khudori.

BPS merilis, nilai tukar usaha petani bulan Juni 2022 naik 1,11% ke 106,91 poin dibandingkan Mei 2022 yang 105,73 poin.

Kenaikan NTUP disebabkan naiknya indeks harga terima petani yang mencapai 119,62, terutama disumbang cabai rawit, cabai merah, bawang merah, dan tomat.

Secara spesifik, NTUP tanaman pangan tercatat naik ke 118,96 dibandingkan Mei 2022 yang di level 104,97 poin.

Foto: Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan meninjau harga barang kebutuhan pokok dan titik penjualan Minyak Goreng Curah Rakyat di Pasar Ciracas, Selasa (5/7/2022). (CNBC Indonesia/ Ferry Sandi)
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan meninjau harga barang kebutuhan pokok dan titik penjualan Minyak Goreng Curah Rakyat di Pasar Ciracas, Selasa (5/7/2022). (CNBC Indonesia/ Ferry Sandi)

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) lagi-lagi menyatakan kenaikan harga cabai bakal berdampak pada keuntungan yang diperoleh petani. Ia mengindikasikan mahalnya harga cabai bakal dinikmati petani.

Hal itu dia ungkapkan ketika mengetahui harga cabai di pasar tradisional Ciracas masih tinggi.

"Memang turun naik tinggi cabai keriting, cabai rawit sempat Rp 80.000, kemarin rawit Rp 100.000. Keriting di atas Rp 100.000, rawit juga di atas Rp 100.000. Memang itu musiman. Tapi kalau cabai saya kira gapapa lah ya sesekali petani biar panen biar untung ya," kata Zulhas, Selasa (5/7/2022).

Berikut perkembangan harga pangan hasil pertanian di Jakarta, hari ini (Selasa, 5/7/2022, pukul 14.09 WIB)
(per kg, harga rata-rata Jakarta mengutip Informasi pangan Jakarta:

- cabai rawit merah naik Rp1.104 jadi Rp113.444
- cabai rawit hijau naik Rp3.267 jadi Rp85.777
- cabai merah keriting naik Rp2.355 jadi Rp96.100
- cabai merah besar naik Rp1.388 jadi Rp89.477
- bawang merah naik Rp2.165 jadi Rp72.400
- bawang putih naik Rp936 jadi Rp34.066
- tomat naik Rp362 jadi Rp20.022
- kentang sedang naik Rp3.029 jadi Rp18.689.

Secara nasional, Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) mencatat rata-rata nasional untuk cabai rawit hari ini naik Rp1.150 jadi Rp97.100 per kg. Harga tertinggi terjadi di Kepulauan Bangka Belitung, mencapai Rp146.250 per kg.

Lonjakan harga cabai saat ini disebut sebagai akibat gangguan curah hujan yang menyebabkan panen terganggu. Dan, petani harus melakukan upaya pemberantasan hama penyakit lebih ekstra untuk mencegah kerusakan akibat efek hujan.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Indonesia Diramal Kembali Deflasi di Mei 2025