Gaji Karyawan di RI Naik, Kantor Pajak Terima Setoran Jumbo

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
Jumat, 01/07/2022 17:15 WIB
Foto: REUTERS/Willy Kurniawan

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan pendapatan negara hingga Semester I-2022 telah mencapai Rp 1.317,2 triliun atau telah mencapai 58,1% dari target tahun ini sebesar Rp 2.266,2 triliun.

Sri Mulyani menjelaskan, pendapatan negara hingga Semester I-2022 tumbuh 48,5% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.


"Pencapaian Semester I-2022 masih sangat kuat dan sudah terkumpul lebih dari 50% dari target penerimaan yang sudah direvisi menjadi Rp 2.266,2 triliun," jelasnya dalam rapat Banggar DPR, Jumat (1/7/2022).

Secara rinci, capaian itu meliputi penerimaan perpajakan yang mencapai Rp 1.035,9 triliun atau tumbuh 52,3% (year on year/yoy) dan telah memenuhi 58,1% dari pagu dalam Perpres 98/2022 yang sebesar Rp 1.784 triliun.

Adapun penerimaan perpajakan tersebut terdiri dari penerimaan bea dan cukai yang telah mencapai Rp 167,6 triliun atau telah mencapai 56,1% dari target yang sebesar Rp 299 triliun atau telah tumbuh 37,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Selanjutnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sepanjang Januari-Juni 2022, pemerintah telah mengantongi sebesar Rp 281 triliun atau telah mencapai 58,3% dari target yang sebesar Rp 481,6 triliun atau telah tumbuh 35,8% dari periode Januari-Juni 2021. Sementara hibah capaiannya sebesar Rp 300 miliar dengan pertumbuhan 218% (yoy).

"Jadi cerita pemulihan ekonomi dan commodity boom sangat mendominasi pendapatan negara kita meski sudah target sudah direvisi atau dinaikan," jelas Sri Mulyani.

Adapun seluruh jenis pajak utama mencatat pertumbuhan double digit, mengindikasikan pemulihan pada berbagai aktivitas ekonomi. Pertumbuhan tertinggi dicatat oleh PPh Pasal 22 impor, terutama disebabkan oleh basis rendah tahun 2021 akibat insentif pajak.

"Pada saat yang sama, aktivitas impor juga meningkat, yang juga terlihat pada pertumbuhan PPN Impor," jelas Sri Mulyani.

PPh 22 impor hingga Semester I-2022 tumbuh 236,8%, kata Sri Mulyani ini menggambarkan bahwa impor bahan baku dan modal melonjak, mengalami kenaikan, dibandingkan tahun lalu yang berkontraksi atau -43,6%.

Sementara itu PPh 21 atau pajak karyawan hingga Semester I-2022 melonjak 19%, lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang mengalami kontraksi sangat dalam 0,1%.

"Kalau tahun lalu Semester I-2021 kontraktif, artinya pertumbuhan ekonomi di 2021 sampai Semester I belum menciptakan penambahan dari penerimaan karyawan ini," jelas Sri Mulyani.

"Tahun ini pemulihan ekonomi memberikan tambahan ke karyawan, sehingga pajak yang dibayarkan oleh karyawan atau PPh 21 melonjak 19%," ujarnya.

Pajak orang pribadi juga tercatat tumbuh 10,2%, lebih tinggi dibandingkan realisasi Semester I-2021 yang mengalami kontraksi atau -3,2%. Kemudian PPh Badan tumbuh 136,2% dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang tertekan, di mana mengalami kontraksi atau -8%.

"Jadi ini menggambarkan pemulihan ekonomi didorong masyarakat, rumah tangga dengan income baik dan juga korporasi yang kondisi aktivitas ekonomi membaik sehingga membayar PPh Badan lebih tinggi," jelas Sri Mulyani.

PPh 26 tumbuh 18,2% lebih rendah dari realisasi tahun lalu yang mencapai 20,3%, kemudian PPh Final tumbuh 81,4% lebih tinggi dari realisasi tahun lalu 11,6%, PPN Dalam Negeri tumbuh 32,2 lebih tinggi dari realisasi tahun lalu 11,6%, dan PPN Impor tumbuh 40,3% atau lebih tinggi dari realisasi tahun lalu 21%.

"PPN broad bases recovery dari dalam negeri dan tumbuh 32%, tahun lalu bahwa pemulihan ekonomi dari kenaikan PPN 11% tahun ini pemulihannya lebih kuat. PPN impor tumbuh 40%," jelas Sri Mulyani.

"Juga masih ada program PPS (Program Pengungkapan Sukarela) yang memberikan kenaikan PPh Final 81,4% karena adanya PPS," kata Sri Mulyani melanjutkan.


(cap/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: APBN Mei 2025 Defisit Rp 21T, Menkeu Klaim Masih Kecil