Pembatasan BBM Gagal di Era SBY, Bisa Gol di Era Jokowi?
Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah dan PT Pertamina terus mencari cara untuk membatasi pembelian BBM bersubsidi. Kali ini cara yang ditempuh adalah dengan meminta pembeli mendaftarkan kendaraannya di situs MyPertamina atau aplikasi MyPertamina.
Nantinya, pendaftar akan disusur kriteria-kriteria kendaraan yang tidak berhak membeli Pertalite dan Solar bersubsidi tersebut termasuk mobil mewah milik orang kaya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan pembatasan konsumsi diperlukan karena selama ini subsidi untuk BBM lebih banyak dinikmati oleh golongan mampu. Padahal, pemerintah menggelontorkan anggaran sebanyak Rp 502 triliun untuk subsidi BBM-LPG.
"Sekitar 40% terbawah menikmati 20,7% dari total konsumsi atau sekitar 17,1 liter per rumah tangga per bulan. Sementara 60% terkaya menikmati hampir 80% dari total konsumsi atau 33,3 liter per rumah tangga per bulan. Ini kenapa kita perlu memperkuat lagi subsidy reform kita," tutur Kacaribu, Rabu (29/6/2022).
Upaya pembatasan konsumsi BBM sudah kerap digalakkan pemerintah. Namun, upaya tersebut lebih sering berakhir sebatas wacana atau berhenti di tengah jalan.
Saat harga minyak mentah melejit pada 2013-2014, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah mewacanakan sejumlah rencana pembatasan pembelian BBM. Di antaranya adalah penggunaan teknologi Radio Frequency Identification (RFID) serta sistem pembayaran non-tunai untuk pembelian BBM.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menyambut baik pembatasan subsidi melalui Mypertamina.
"Penggunaan aplikasi digital seperti MyPertamina menurut saya bagus. Dengan aplikasi ini akan bisa diyakini siapa yang membeli Pertalite. Apakah sesuai dengan kriteria yang disyaratkan untuk membeli. Selain itu juga semuanya menjadi tercatat, transparan, dan lebih mudah dipertanggungjawabkan," tutur Piter, kepada CNBC Indonesia.
Namun, dia mengingatkan penggunaan aplikasi juga memiliki banyak hambatan. Pasalnya, masyarakat yang berhak mungkin malah tidak bisa menggunakan aplikasi tersebut karena keterbatasan teknologi.
"Tidak semua masyarakat yang memang berhak memiliki perangkat yang bisa menggunakan MyPertamina. Hal ini harus dipertimbangkan dan dicarikan solusi oleh pemerintah," imbuhnya.
Sementara itu, ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengingatkan pembatasan pembelian BBM Pertalite (RON 90) diperlukan untuk mengerem konsumsinya. Terlebih, pemerintah pada April lalu sudah menaikkan harga Pertamax (RON 92).
"Jelas memang ada risiko kelangkaan Pertalite jika pembelian tidak dibatasi karena ada pergeseran konsumsi saat RON yang lebih tinggi harganya naik sementara RON 90 masih tetap," tutur Irman.
Upaya untuk membatasi konsumsi BBM melalui kartu ataupun aplikasi tidak hanya dilakukan Indonesia. Sejumlah negara seperti Filipina juga menerapkan hal yang sama.
Filipina memiliki program bernama Pantawid Pasada yang memungkinkan kendaraan umum mendapatkan diskon saat membeli BBM. Operator kendaraan umum bisa mendapatkan diskon setelah terdaftar dan memiliki kartu Pantawid Pasada. Kartu tersebut bisa digunakan di SPBU yang bekerja sama dengan pemerintah dalam program tersebut.
(mae/mae)