Miris! Pantai RI Terpanjang Kedua, Impor Garam Naik Terus
Jakarta, CNBC Indonesia - Kejaksaan Agung mencium adanya penyalahgunaan impor garam industri periode 2018 di Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang menimbulkan kerugian keuangan atau perekonomian negara. Bahkan, impor garam tersebut juga merugikan para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Sebenarnya, ini bukan kali pertama persoalan izin impor garam masuk dalam jeratan hukum. Mulai dari kasus korupsi pemberian izin di tahun 2015, peyimpangan izin di tahun 2017, kemudian terbaru dugaan penyelewengan izin yang kini masuk penyidikan oleh Kejaksaan.
Ketua Umum Asosiasi Petani Garam Republik Indonesia (APGRI) Jakfar Sodikin mengatakan, berulangnya kasus hukum terkait izin impor garam ini disebabkan lemahnya pengawasan pemerintah.
"Pengawasan pemerintah atas garam impor sangat lemah. Mau digunakan untuk apa dan siapa? Seharusnya kan dipakai untuk kebutuhan sendiri dan tidak boleh dipindahtangankan. Selain itu, pengusahanya juga nakal, pabrik dan gudang menjadi satu garam lokal dan garam yang diimpor diletakkan di gudang yang sama dan diolah di pabrik yangg sama. Mana kita tahu garam impor untuk apa dan siapa," kata Jakfar kepada CNBC Indonesia, Selasa (28/6/2022).
Di sisi lain, dia menambahkan, pemerintah tidak pernah mengacu pada neraca yang ada. Setiap tahun, kata Jakfar, kuota impor yang diberikan naik terus.
"Untuk konsumsi, impor legal tidak ada. Dan, anehnya, neraca tahun ini belum ada, tapi kuota impor sudah turun. Impor hanya untuk izin industri. Maka jika ada garam impor yang beredar di pasar konsumsi, itu namanya penyelewengan seperti disebutkan pak ST Burhanuddin (Jaksa Agung RI)," kata Jakfar.
Jakfar memaparkan data yang dikutip dari BPS, impor garam tahun 2021 mencapai 3,077 juta ton, naik dibandingkan tahun 2020 yang sebanyak 2,702 juta ton dan tahun 2019 yang tercatat sebanyak 2,699 juta ton.
Dari angka itu, stok akhir impor tahun 2019 tercatat sebanyak 443 ribu ton, tahun 2020 sebanyak 475.915 ton, dan tahun 2021 sebanyak 475.915 ton.
Produksi garam lokal baik tambak rakyat maupun PT Garam tahun 2019 adalah 2,852 juta ton. Tahun 2020 anjlok menjadi 1,365 juta ton, dan tahun 2021 naik lagi jadi 2,1 juta ton.
"Kebutuhan sekitar 4.671.820 ton. Apa nggak aneh? Stok naik terus, impor ya naik terus, gak bisa baca neraca pejabat kita," tukas Jakfar.
Jakfar mengatakan, meski Indonesia memiliki garis pantai panjang, tapi tidak semua bisa dimanfaatkan dan dibuat menjadi tambak garam.
Hanya saja, lanjut dia, bukan tidak mungkin memacu produksi di dalam negeri agar garam lokal bisa memenuhi kebutuhan industri. Yang selama ini selalu diimpor.
Hanya saja, ujar dia, tergantung pada keinginan pemerintah. Meski, imbuh dia, dibutuhkan biaya besar dan risikonya menjadi tidak kompetitif.
"Biar kompetitif, PT Garam harus melakukan efisiensi dan tingkatkan produktivitas lahan tambak produksi garam yang seluas 5.300 yang dikuasai mereka saat ini," katanya.
"Lalu, mencari teknologi mesin produksi yang dapat memproduksi garam hasil produksi sendiri, mesin yang sesuai dengan produk PT Garam. Jangan memilih mesin produksi yang cocok dengan garam impor dari Australia. Itu tidak bakalan cocok dengan karakteristik garam PT Garam," Jakfar menambahkan.
Selain itu, imbuh dia, PT Garam harus melakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang bisa menguasai teknologi, pemasaran, dan mempromosikan keunggulan daya saing produk PT Garam.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan, garis pantai yang panjang tak bisa menjamin kekuatan Indonesia di bidang garam.
"Nggak semua bisa dijadikan untuk bahan baku garam. Kalau pun mau dipaksakan agar air lautnya bisa jadi garam untuk konsumsi atau industri, akan sangat mahal. Apa pemerintah mau ngeluarin uang banyak? Karena, dari karakter bahan bakunya, air lautnya, saat diproduksi jadi garam, akan terbuang sangat banyak saat proses produksi," kata Adhi.
Karena itu, dia menambahkan, sebaiknya pemerintah memperkuat pemenuhan kebutuhan garam konsumsi untuk domestik.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, kasus dugaan penyelewengan izin impor garam saat ini dalam penyidikan umum dan membutuhkan pendalaman.
"Impor garam masih penyidikan umum yg masih butuh pendalaman. Sehingga belum menentukan tersangka kerugian negara dan pasal. Tapi sudah ada alat bukti dari penyelidikan ke penyidikan," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Senin (27/6).
(dce/dce)