Sri Mulyani Ungkap Mahalnya Ongkos Kurangi Emisi di RI

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
Selasa, 28/06/2022 14:10 WIB
Foto: Konferensi Pers: Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur BI (FMCBG) ke-2 (Tangkapan Layar Youtube))

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi instrumen penting dalam mengantisipasi perubahan iklim di dalam negeri.

Sektor energi merupakan sektor yang paling besar memberikan implikasi terhadap APBN dalam mendukung ekonomi hijau di dalam negeri.


"Dukungan fiskal untuk mendukung ekonomi hijau didominasi sektor energi, bisa menghabiskan subsidi & kompensasi di atas Rp 500 triliun untuk satu anggaran ini (2023), gara-gara harga energi luar biasa. Rp 500 triliun itu uang beneran," kata Sri Mulyani dalam Kongres Kehutanan Indonesia VII, Selasa (28/6/2022).

Pemerintah telah menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dalam kerangka komitmen yang telah ditetapkan (Nationally Determined Contributions-NDC) sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030.

Dari komitmen Indonesia yang sudah ditetapkan di dalam NDC, kata Sri Mulyani sektor kehutanan merupakan sektor yang menyerap emisi karbon atau CO2 namun juga yang paling banyak menyumbang CO2.

Sri Mulyani merinci, proyeksi kebutuhan pendanaan untuk mencapai target NDC 29% pada 2030 dibutuhkan anggaran sebesar Rp 3.461,31 triliun.

Jika diuraikan, dari kebutuhan pendanaan sebesar Rp 3.461,31 triliun tersebut Rp 77,82 triliun untuk sektor kehutanan dan lahan, Rp 3.307,2 triliun untuk sektor energi dan transportasi, industrial process and product uses (IPPU) sebesar Rp 40,77 triliun, sektor perlimbahan Rp 30,34 triliun, dan sektor pertanian sebesar Rp 5,18 triliun.

"Kontribusi untuk kehutanan kecil, tapi kontribusi penurunannya paling besar. Penurunan CO2-nya paling besar yaitu 497 juta ton dan 692 juta ton dari sektor kehutanan kalau menggunakan target 29% dan 41% penurunan CO2," jelas Sri Mulyani.

Sementara di sektor energi dan transportasi penurunan CO2-nya hanya 446 juta ton untuk 41% penurunan CO2. Namun biaya yang harus dialokasikan sebesar Rp 3.307,2 triliun.

"Bandingkan Rp 77 triliun versus Rp 3.300 triliun. Strategi kita dari pendanaan bisa membangun dari negara maju dan konsekuensi biaya berbeda-beda," tuturnya.

Kendati demikian, mahalnya ongkos mitigasi perubahan iklim ini, merupakan komitmen global. Sehingga seharusnya negara maju juga turut andil dalam berupaya menyumbangkan pengurangan emisi gas karbon di dunia.

"Yang membuat polusi duluan negara maju. Negara maju sudah menebang dahulu, sudah buat revolusi industri semenjak tahun 1800. Polusi udara itu kebanyakan dari Anda (Negara maju) juga, kita baru jalan sedikit-sedikit sekarang sudah climate change. Ini yang disebut keadilan jadi penting," ujar Sri Mulyani.


(cap/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: 5 Tahun "Climate Solutions Partnership" Tekad RI Kurangi Emisi