
5 Tahun Harga Timah Naik, Waktunya Tarif Royalti Progresif!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mengubah ketentuan tarif royalti bagi pertambangan timah. Perubahan tarif royalti itu akan berubah dari yang sebelumnya flat 3% menjadi rpyalti progresif sesuai dengan harga timah yang berlaku.
Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF), Singgih Widagdo mengatakan bahwa pihaknya sependapat dengan pemerintah untuk bisa menaikkan tarif royalti untuk komoditas timah.
"Mengingat berbagai alasan; harga timah cukup tinggi saat ini dan selama sejak 5 tahun terus meningkat, Indonesia memiliki cadangan timah terbesar No.2 dunia/17 % (China no.1 - 23%), juga dominan produksi timah untuk kebutuhan diekspor," ungkap dia kepada CNBC Indonesia, Kamis (23/6/2022).
Mengingat komoditas timah, sebagai komoditas Sumber Daya Alam, dan Royalti dalam nilai besaran harus mengcover economist cost, social cost dan environment cost. "Tentu sangat tepat royalti timah (dan bahan SDA lainnya) tidak bersifat flat, namun progresif atas harganya," tandas dia.
Namun demikian, ia meyakini bahwa Pemerintah tetap akan memperhatikan level royalti agar besar royalti tidak membebani penambang timah/investor, agar tujuan korporasi dapat terus tumbuh dan industri timah dalam jangka panjang tetap memberikan manfaat optimal bagi kepentingan nasional.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin menyatakan bahwa saat ini pihaknya sedang meperhitungkan skema penentuan tarif royalti progresif untuk timah tersebut.
"Simulasi sudah kami buat, untuk simulasi statik sudah kami dapatkan. Namun, kami buat simulasi berjenjang atau sesuai dengan harga timah di pasaran," terang Ridwan Djamaluddin, Selasa (21/6/2022).
Ridwan beralasan, perubahan tarif royalti menjadi royalti progresif diberlakukan supaya badan usaha dan pemerintah mendapatkan proporsi pemanfaatan royalti yang setara. Penerimaan negara diklaim akan lebih tinggi dari badan usaha dengan cara yang lebih adil.
Ridwan Djamaluddin menjelaskan bahwa rata-rata harga Timah Murni Batangan tahun 2015-2022 sebesar US$ 22.693/ton. Sementara, tarif royalti timah yang berlaku saat ini berdasarkan PP Nomor 81 Tahun 2019 adalah flat sebesar 3%.
"Untuk tarif royalti sesuai pp 81/2018 saat ini adalah 3% dan berlaku flat atau tidak dipengaruhi harga jual. Dengan pertimbangkan dinamika harga, pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM mendukung usulan untuk menaikkan tarif royalti timah," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII, Selasa (21/6/2022).
Lebih lanjut, menurut Ridwan dinamika kenaikannya akan tergantung dengan angka penjualan. Namun angka kenaikan tarif akan didiskusikan lebih lanjut dengan para pelaku usaha, agar menguntungkan kedua belah pihak.
Sehingga diharapkan penerimaan negara dari komoditas timah dapat meningkat. "Negara terima banyak dan badan usaha bisa dapat penerimaan berkurang tapi tidak terlalu banyak berkurangnya, jalan tengah yang sama kedua belah pihak," kata dia.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, harga timah yang melambung tinggi pada 2021 berkontribusi positif pada Penerimaan Negara. Adapun royalti komoditas timah pada tahun 2021 naik hampir 2 kali lipat dibandingkan 2020 dengan capaian Rp 1,17 triliun.
"Royalti PT Timah pada tahun 2021 berkontribusi sebesar 35% namun 35% ini turun dibandingkan royalti pada tahun 2020 yang mencapai 50%," ujarnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tarif Royalti Progresif Timah Sudah di Kantong Pemerintah
