Internasional

Begini Strategi Jerman Berkelit dari Ancaman Krisis Gas

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
20 June 2022 13:46
Bendera Jerman di Gedung Reichstag, Berlin, Jerman pada 2 Oktober 2013 (REUTERS/Fabrizio Bensch)
Foto: Bendera Jerman di Gedung Reichstag, Berlin, Jerman pada 2 Oktober 2013 (REUTERS/Fabrizio Bensch)

Jakarta, CNBC Indonesia - Jerman tengah berpacu dengan waktu untuk mengamankan pasokan energi untuk negaranya seiring dengan anjloknya pengiriman gas dari Rusia.

Kondisi tersebut terjadi seiring dengan kian meruncingnya ketegangan dengan Rusia sebagai dampak dari serangan negara tersebut ke Ukraina. Uni Eropa, yang mencakup Jerman, bahkan telah berkomitmen untuk menghentikan pasokan migas dari Rusia hingga 90%.

Namun, hingga saat ini Jerman masih sangat bergantung pada pasokan energi dari Rusia, khususnya gas. Celakanya, harga komoditas itu pun terus melambung, diduga dilakukan oleh produsen gas Rusia untuk memberikan tekanan terhadap negara-negara Eropa.

Melansir Deutsche Welle (DW), Senin (20/6/2022), Menteri Ekonomi sekaligus Wakil Kanselir Jerman Robert Habeck mengatakan negaranya harus membatasi penggunaan gas untuk pembangkit listrik dan memprioritaskannya untuk mengisi fasilitas penyimpanan.

Sementara itu, Pemerintah Jerman sejatinya telah merilis tahapan-tahapan yang akan ditempuh untuk meninggalkan ketergantungan gas dari Rusia.

Dalam pengumuman Minggu, (19/6/2022), seorang sumber Kementerian Ekonomi Jerman mengatakan dalam tahapan awal akan meningkatkan ketergantungannya pada batu bara.

Selain itu, Jerman juga memberikan insentif untuk menimbun gas agar dapat memenuhi kebutuhan pasokan 90% pada November mendatang.

"Ini juga termasuk 15 miliar euro (Rp 233 triliun) jalur kredit untuk operator pasar gas Jerman, melalui pemberi pinjaman negara KfW untuk mengisi fasilitas penyimpanan gas lebih cepat," kata sumber pemerintah kepada Reuters, Senin (20/6/2022).

Di tahapan kedua, yang dimulai ketika ada risiko tinggi kekurangan pasokan gas dalam jangka panjang, akan memungkinkan utilitas untuk memberikan harga gas yang tinggi kepada pelanggan dan dengan demikian membantu menurunkan permintaan.

Kementerian Ekonomi pun mengatakan membawa kembali pembangkit listrik tenaga batu bara dapat menambah kapasitas hingga 10 gigawatt jika terjadi situasi pasokan gas yang kritis.

"Itu menyakitkan, tetapi itu adalah kebutuhan belaka dalam situasi ini untuk mengurangi konsumsi gas," tutur Habeck.

"Tetapi jika kita tidak melakukannya, maka kita menghadapi risiko bahwa fasilitas penyimpanan tidak akan cukup penuh pada akhir tahun menjelang musim dingin, dan kemudian kita dapat diperas di tingkat politik."


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Eropa Makin Ngeri, Jerman Kini Teriak "Waspada"

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular