Internasional

Ukraina Mau Hancurkan Jembatan Terpanjang Eropa, Untuk Apa?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Jumat, 17/06/2022 19:00 WIB
Foto: Pemandangan jembatan Crimea yang menghubungkan Rusia dan semenanjung Crimea di dekat Kerch, Crimea, Senin (23/12/2019). Jembatan Crimea merupakan yang terpanjang di Eropa dengan panjang 19 kilometer (11,8 mil), yang memakan waktu dua tahun untuk membangun dan menelan biaya $3,6 miliar. (Alexei Nikolsky/Pool Photo via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang Rusia-Ukraina telah memasuki babak baru. Kali ini, Kyiv disebut-sebut akan menghancurkan jembatan penghubung antara Rusia dan Semenanjung Krimea yang dianeksasi Moskow 2014 lalu.

Ancaman ini sendiri dilontarkan Jenderal Ukraina Dmytro Marchenko. Ia mengatakan jembatan itu akan dihancurkan saat pihaknya telah memperoleh senjata dari negara-negara Barat.

"Jembatan Selat Kerch adalah target nomor satu untuk Angkatan Bersenjata Ukraina. Ini bukan rahasia baik untuk militer mereka atau untuk militer kami. Baik untuk warga sipil mereka, maupun untuk warga sipil kami," katanya sebagaimana dikutip media pemerintah Rusia, TASS, Jumat (17/6/2022).


"Itu akan menjadi target nomor satu untuk dipukul," tulis media itu lagi mengutip portal berita online Ukraina, Vesti.

Jembatan itu sendiri dibuka oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada Mei 2018 lalu dengan panjang 19 kilometer. ABC News mengatakan ukuran tersebut membuatnya menjadi yang terpanjang di Eropa.

Saat pembangunan, Rusia telah melontarkan dana senilai US$ 3,7 miliar atau setara Rp 54 triliun. Putin menyebut sebenarnya rencana ini telah dibuat sejak tahun 1930 an.

"Kemudian mereka kembali ke (ide) ini pada 1930-an, 40-an, 50-an. Dan akhirnya, berkat pekerjaan dan bakat Anda, keajaiban telah terjadi," ujarnya saat membuka jembatan itu.

"Ini akan memungkinkan (kita) untuk berkembang dengan kecepatan baru dan kualitas baru ekonomi Krimea, (kota pelabuhan Krimea) Sevastopol, untuk meningkatkan standar hidup masyarakat."

Menurut Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) di era Presiden AS Donald Trump, Mike Pompeo, jembatan itu dibuat untuk menegaskan aneksasi Rusia terhadap Krimea. Ia bahkan menyebut aneksasi itu ilegal

"Jembatan itu tidak hanya mewakili upaya Rusia untuk memperkuat penyitaan yang melanggar hukum dan pendudukannya atas Krimea, tetapi juga menghalangi navigasi dengan membatasi ukuran kapal yang dapat transit di Selat Kerch, satu-satunya jalan untuk mencapai perairan teritorial Ukraina di Laut Azov," kata Pompeo dalam sebuah pernyataan kala itu.

Meski begitu, Putin membantah aksinya di Krimea itu sebagai ilegal. Dalam deklarasi serangan ke Ukraina 24 Februari lalu, Putin kembali mengatakan rakyat Krimea lah yang berniat untuk bergabung dengan Rusia

"Pada tahun 2014, Rusia berkewajiban untuk melindungi penduduk Krimea dan Sevastopol dari mereka yang Anda sendiri sebut "Nazi". Penduduk Krimea dan Sevastopol membuat pilihan mereka untuk bersama dengan tanah air bersejarah mereka, dengan Rusia, dan kami mendukung ini," jelasnya.

Aneksasi ini membuat Krimea akhirnya bergabung dalam wilayah kedaulatan Rusia. Putin pun sebelumnya pernah mengisyaratkan kemungkinan serangan nuklir bila ada intervensi yang mengancam kedaulatan negaranya.

"Mereka pasti tahu bahwa respons kita terhadap serangan balasan akan secepat kilat. Cepat," tegasnya pada akhir April lalu

"Kami memiliki semua senjata yang kami butuhkan untuk ini. Tidak ada orang lain yang bisa membual tentang senjata ini, dan kami tidak akan membual tentang mereka. Tapi kami akan menggunakannya."


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Mau Damai Dengan Ukraina, Rusia Beri Syarat Penyerahan Wilayah