
Jepang Sahkan UU Cegah Eksploitasi di Industri Pornografi

Jakarta, CNBC Indonesia - Jepang meloloskan sebuah undang-undang untuk mencegah kaum muda dieksploitasi dalam produksi pornografi pada Rabu (15/6/2022). Langkah ini akan mengakhiri pelanggaran dalam industri multi-miliar dolar Negeri Sakura tersebut.
UU baru ini dimaksudkan untuk mencegah pencari bakat menawarkan pekerjaan sebagai model atau artis idola sebelum mendorong rekrutan ke dalam industri seks.
UU yang sebagian besar mulai berlaku sehari setelah disahkan, mengizinkan mereka yang muncul di film dewasa untuk membatalkan kontrak dalam waktu satu tahun setelah rilis karya untuk alasan apapun tanpa syarat dan tanpa membayar biaya penalti.
Jika kontrak dihentikan, vendor video berkewajiban untuk menarik dan menghapus rekaman dari berbagai media. Mereka juga tidak dapat mengeklaim kompensasi dari para pemain yang mengakhiri kontraknya.
UU ini akan menjadi upaya untuk mencegah produser menindas atau menipu orang agar tampil dalam pornografi selama bertahun-tahun.
"Pengalaman-pengalaman ini dapat menyebabkan trauma serius," kata Kazuko Ito, pengacara yang berbasis di Tokyo yang berkampanye menentang pemaksaan dalam hiburan dewasa, dikutip dari AFP.
"Begitu film didistribusikan, mereka tetap online selamanya, untuk dikonsumsi oleh jumlah orang yang tidak ditentukan, secara efektif menjadi 'tato digital'," kata Ito.
Ia menambahkan jika undang-undang baru terobosan itu sangat selaras dengan kepentingan para korban dalam industri hiburan dewasa.
UU yang disahkan pada sesi pleno House of Councilors ini juga memungkinkan kontrak dibatalkan hingga dua tahun setelah sebuah film dirilis, tetapi periode itu diharapkan kemudian direvisi menjadi standar 12 bulan.
UU itu juga menetapkan bahwa pembuat film porno harus menunggu sebulan setelah kontrak ditandatangani untuk mulai syuting dan empat bulan untuk merilis karya setelah difilmkan.
Produser juga harus memberikan penjelasan tertulis kepada orang yang terlibat terkait sifat konten, termasuk tindakan seksual tertentu yang diperlukan selama pembuatan film, dan fakta bahwa mereka dapat diidentifikasi.
Representasi palsu atau tindakan intimidasi akan dihukum dengan hukuman penjara hingga tiga tahun atau denda hingga 3 juta yen (Rp328 juta) untuk individu, atau 100 juta yen (Rp10,9 miliar) untuk korporasi.
Anggota parlemen mulai melobi aturan baru ketika Jepang menurunkan usia dewasa dari 20 tahun menjadi 18 tahun pada April lalu. Ini menimbulkan kekhawatiran bahwa perekrut dapat menargetkan anak berusia 18 dan 19 tahun, yang sebelumnya memiliki hak untuk menarik diri dari kontrak yang ditandatangani tanpa izin wali.
(tfa/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Pulih, PDB Jepang Q4-2021 Tumbuh 5,4% (YOY)