Genting! Ekonomi Dunia Kini Sejengkal dari Jurang Krisis
Jakarta, CNBC Indonesia - Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia kembali direvisi. Bahkan lebih rendah dari sebelumnya. Ekonomi global pun hanya sejengkal dari jurang krisis akibat stagflasi.
Saat masih berjuang keluar dari derita efek pandemi Covid-19, ekonomi dunia dikejutkan dengan eskalasi geopolitik Rusia dan Ukraina yang makin menekan. Konflik kedua negara tersebut tak hanya menimbulkan korban manusia karena serangan bersenjata, namun juga ekonomi global.
Ekonomi dunia tampak semringah tatkala pandemi mulai berhasil diredam dengan vaksin. Bahkan Booster pun mampu melumpuhkan varian baru Omicron dalam tempo singkat. Resesi pun sudah berlalu.
Namun, ekonomi dunia masih harus menghadapi tantangan besar di depan, yaitu stagflasi. Inflasi terus meningkat, sementara pertumbuhan ekonomi diprediksi terus menyusut.
Pada laporan terbaru tentang Prospek Ekonomi Global yang dirilis oleh Bank Dunia, Ekonomi global diproyeksikan melambat menjadi 2,9% pada tahun 2022, lebih rendah dari proyeksi Januari sebesar 4,1%. Jika dibandingkan dengan tahun 2021 jauh melambat. Tahun lalu ekonomi global bertumbuh 5,7%.
Inflasi yang tinggi jadi alasan dibalik terkikisnya pertumbuhan ekonomi global. Menurut Bank dunia, tingkat inflasi harga konsumen pada bulan April berada di 7,8% yoy, tertinggi sejak 2008. Rata-rata inflasi di negara berkembang mencapai 9,4% yoy, tertinggi sejak 2008 dan negara maju sebesar 6,9% yoy, tertinggi sejak 1982.
Penyebab pertama dari tingginya inflasi adalah tingginya harga komoditas. Harga komoditas energi naik tinggi karana pasokan langka akibat pandemi, diperparah oleh konflik Rusia dan Ukraina.
Begitu juga dengan komoditas bahan pangan yang saat ini harganya makin tidak terjangkau. Akibatnya aksi proteksionisme pangan bermunculan di berbagai negara. Sebenarnya malah membuat masalah rantai pasokan ini makin rumit.
Kedua, krisis kargo yang membuat harga pengiriman kian mahal. Gangguan di pelabuhan utama Asia dan penguncian di kota-kota utama di China seperti Beijing dan Shanghai selama dua bulan membuat pengiriman barang macet.
Selain itu, perseteruan Rusia Ukraina telah memperbesar kemacetan logistik yang sudah ada sebelumnya.
Perlu diketahui, Rusia dan Ukraina adalah pemasok komoditas energi dan pangan utama dunia. Sehingga ketika pasokan dari kedua negara macet, dampaknya bisa dirasakan oleh berbagai negara.
(ras/mij)