
Waduh, AS di Tepi Jurang Resesi!

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) di ambang resesi. Hal itu diungkapkan Federal Reverse yang mengindikasikan potensi pertumbuhan ekonomi negatif dalam dua kuartal berturut-turut.
Berdasarkan pelacak GDP The Fed, GDPNow Fed Atlanta, pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal kedua tahun ini hanya sebesar 0,9%. Adapun, pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama telah turun sebesar 1,5%.
GDPNow mengikuti data ekonomi secara real time dan menggunakannya untuk memproyeksikan arah ekonomi. Data pada hari Selasa lalu, dikombinasikan dengan rilis terbaru lainnya, menghasilkan model yang menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi dari sebelumnya 1,3% menjadi 0,9%.
Secara rinci, pengeluaran konsumsi pribadi, ukuran pengeluaran konsumen yang berkontribusi hampir 70% dari PDB, mengalami penurunan menjadi 3,7% dari perkiraan sebelumnya 4,4%. Hal yang sama juga terjadi pada investasi domestik swasta bruto riil yang sekarang diperkirakan sebesar 8,3% dari sebelumnya 8,5%.
Sementara itu, ada sedikit perbaikan dari sektor perdagangan dengan menurunnya defisit hingga US$ 20 miliar menjadi US$ 87,1 miliar pada April. Hanya saja, angka tersebut masih tergolong tinggi menurut standar historis.
"Kita perlu melihat guncangan masa depan pada siklus bisnis. Perkiraan saya adalah ekonomi akan melambat untuk kembali ke tingkat pertumbuhan tren jangka panjang 1,8%," tutur Joseph Brusuelas, kepala ekonom di perusahaan konsultan RSM, seperti dikutip CNBC International, Rabu (8/6/2022).
Sementara itu, Biro Riset Ekonomi Nasional (NBER) menyatakan penurunan PDB dalam dua kuartal berturut-turut tak melulu bisa diartikan sebagai resesi.
![]() |
Sebaliknya, NBER mendefinisikan resesi sebagai "penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang tersebar di seluruh perekonomian dan yang berlangsung lebih dari beberapa bulan."
"Sebagian besar resesi yang diidentifikasi oleh prosedur kami terdiri dari dua atau lebih kuartal berturut-turut dari penurunan PDB riil, tetapi tidak semuanya," kata NBER di situsnya.
"Ada beberapa alasan. Pertama, kami tidak mengidentifikasi kegiatan ekonomi semata-mata dengan PDB riil, tetapi mempertimbangkan berbagai indikator. Kedua, kami mempertimbangkan kedalaman penurunan aktivitas ekonomi."
Namun, menurut data dari tahun 1947, penurunan PDB dalam dua kuartal berturut-turut selalu menyebabkan resesi.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tanda Resesi Muncul Lagi, 'Badai' Tunggakan Mobil Melanda AS