'Korban' Baru Perang Rusia-Ukraina: Indonesia!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 June 2022 13:05
Seorang tentara Rusia berpatroli di teater drama Mariupol yang dibom 16 Maret lalu di Mariupol,
Foto: Seorang tentara Rusia berpatroli di teater drama Mariupol yang dibom 16 Maret lalu di Mariupol, Selasa (12/4/2022). (Photo by Alexander NEMENOV / AFP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada 24 Februari 2022 lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan serangan ke Ukraina. Serangan yang disebut Putin sebagai operasi militer khusus, tetapi oleh negara-negara Barat diklaim sebagai invasi ilegal.

Sampai saat ini, perang masih berlangsung. Mengutip Statista, jumlah korban jiwa perang Ukraina per 30 Mei 2022 mencapai 4.113 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 264 adalah anak-anak.

Selain memakan korban jiwa, perang itu juga berdampak ke aspek ekonomi. Sebab, Rusia dan Ukraina merupakan produsen dan eksportir komoditas utama dunia. Migas, pertambangan, hingga pangan banyak berasal dari dua negara tersebut.

Perang membuat produksi dan distribusi berbagai komoditas itu terganggu. Plus, banyak negara yang memberlakukan embargo terhadap produk Rusia. Ini membuat pasokan komoditas dunia terganggu, seret.

"Global supply chain terganggu akibat perang. Harga berbagai komoditas naik," tegas Margo Yuwono, Kepala Badan Pusat Statistik, dalam jumpa pers, Kamis (2/6/2022).

cpiSumber: BPS

Untuk meredam harga di tingkat domestik, lanjut Margo, sejumlah negara memberlakukan kebijakan restriksi ekspor. Dengan demikian pasokan di dalam negeri akan memadai sehingga harga bisa terkendali.

Indonesia pun melakukan hal serupa. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat melarang ekspor minyak sawit mentah dan turunannya demi menurunkan harga minyak goreng di Tanah Air.

"Terdapat 10 negara yang melakukan pembatasan ekspor pangan dan pupuk selama krisis Rusia-Ukraina. Enam negara membatasi ekspor pangan dan empat membatasi pupuk," ungkap Margo.

Halaman Selanjutnya --> Dunia Usaha Kesulitan Bahan Baku

Hambatan produksi dan distribusi, kenaikan harga, serta kebijakan pembatasan ekspor komoditas membuat dunia usaha di berbagai negara kesulitan untuk mendapatkan bahan baku. S&P Global mencatat tekanan harga untuk biaya input masih berada di level tinggi dibandingkan historisnya.

"Indeks Tekanan Harga Dunia (Global Price Pressure Index) mengindikasikan harga komoditas naik lima kali lipat dibanding kondisi normal. Harga semikonduktor, komponen elektronik, dan biaya transportasi masih di level tertinggi sepanjang sejarah pencatatan," sebut laporan S&P Global.

pmiSumber: S&P Global

Oleh karena itu, dampak perang di Ukraina sudah menyebar ke mana-mana. Dunia sudah menjadi 'korban' perang Ukraina.

Bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia juga sudah menjadi 'korban' perang Ukraina?

Sepertinya demikian. Di tengah perekonomian dunia yang makin terintegrasi, tanpa batas, apa yang terjadi di Ukraina tentu dirasakan hingga ke Indonesia.

Dampak itu terutama dirasakan oleh pelaku usaha. Seperti di negara lain, dunia usaha Ibu Pertiwi juga merasakan kesulitan mendapatkan bahan baku untuk produksi.

Pada Mei 2022, S&P Global melaporkan aktivitas manufaktur yang diukur oleh Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia berada di 50,8. Skor PMI di atas 50 menandakan dunia usaha masih berada di fase ekspansi.

Akan tetapi, laju ekspansi tersebut melambat. PMI manufaktur di 50,8 adalah yang terendah dalam sembilan bulan terakhir.

"Menjelang kuartal II, pelaku usaha manufaktur memberi sinyal bahwa produksi mungkin akan turun sedikit. Penyebabnya adalah masalah pasokan bahan baku. Semakin lamanya waktu pengiriman, ditambah dengan kenaikan harga, akan menjadi hambatan kinerja sektor manufaktur Indonesia," tegas Jingyi Pan, Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence, dalam keterangan tertulis.

BPS juga memberi bukti bahwa perang Rusia-Ukraina telah merasuki dunia usaha. Inflasi di level produsen (Harga Perdagangan Besar/HPB) pada Mei 2022 tercatat 4,23% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Tertinggi sejak November 2018.

"Di sisi industri, kenaikan terjadi di tepung terigu, daging sapi, dan mie kering instan. Bisa dikatakan sebagai respons harga di tingkat global.

"Harga bahan baku sudah mengalami kenaikan. Perkembangan harga global sudah merambat ke kita, walau masih di level HPB, belum sepenuhnya masuk ke harga konsumen," jelas Margo.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hantam Kota di Ukraina, Pesawat Rusia Tinggalkan Lubang 20 M

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular