Internasional

Cek 5 Wilayah Rawan Konflik Militer di Asia, Ada Dekat RI

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
20 May 2022 16:50
Ketegangan China dan Taiwan
Foto: Sebuah miniatur pesawat tempur China terlihat di depan bendera China dan Taiwan. (REUTERS/Dado Ruvic)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mulai melakukan kunjungan di Asia pekan ini. Ia dijadwalkan mengunjungi Korea Selatan (Korsel) dan Jepang, yang kawasannya sedang menghadapi lingkungan keamanan paling tidak stabil dalam beberapa dasawarsa.

Daerah rawan konflik berada di wilayah Taiwan, Korea Utara (Korut), Laut China Selatan (LCS), serta perbatasan India-Cina dan Kepulauan Kuril. Mereka mulai bergejolak setelah melihat efek perang Rusia di Ukraina yang mulai merembet ke masalah keamanan regional.

Berikut ini wilayah rawan konflik militer di Asia, sebagaimana dikutip dari CNN International, Jumat (20/5/2022).

Taiwan

Pulau Taiwan terletak kurang dari 110 mil (177 kilometer) di lepas pantai China. Selama lebih dari 70 tahun kedua belah pihak telah diperintah secara terpisah, tetapi itu tidak menghentikan Partai Komunis (CCP) yang berkuasa di China untuk mengklaim pulau itu sebagai miliknya, meskipun tidak pernah mengendalikannya.

Gejolak antara pemerintah China dan otoritas Taiwan telah membuat kekuatan Pasifik lainnya, terutama Jepang, waspada. Pejabat Jepang telah menunjukkan bahwa 90% dari kebutuhan energi negara mereka diimpor melalui perairan di sekitar Taiwan, mengikat stabilitas ekonomi Jepang dengan otonomi Taiwan.

AS juga berkomitmen untuk menyediakan pertahanan diri Taiwan, meskipun tidak mempertahankannya dengan pasukan AS.

Namun akibat perang Rusia di Ukraina, Taiwan waspada jika China mengikuti jejak Moskow. Sebaliknya, Beijing juga ikut waspada jika melakukan tindakan apapun di Taiwan, sebab negara-negara di kawasan tersebut terlihat akan lebih mendukung Taiwan dibandingkan China.

2. Korea Utara (Korut)

Rezim Kim Jong Un telah melakukan sejumlah rekor uji coba rudal tahun ini. Ada indikasi bahwa ia mungkin bersiap untuk menguji senjata nuklir untuk pertama kalinya sejak 2017.

Uji coba rudal itu dilakukan setelah negosiasi antara Korea Utara dan AS mengenai program nuklir Pyongyang terhenti setelah gagalnya pertemuan antara Kim dan mantan Presiden AS Donald Trump.

"Beberapa pengamat menyarankan agar Korea Utara meningkatkan tes untuk mendapatkan perhatian Washington dan memulai kembali dialog. Ada lebih banyak bukti bahwa Pyongyang berfokus pada peningkatan kemampuan militer untuk menghalangi, mengancam, dan memeras negara lain," kata Leif-Eric Easley, profesor di Ewha Universitas di Seoul.

Meski begitu, menurut Easley, Biden dapat mengurangi ancaman dari Korut dengan memainkan kekuatan kemitraan Amerika di Pasifik.

"Opsi yang efektif dan masuk akal bagi Seoul dan Washington untuk memperkuat pencegahan termasuk memulihkan latihan gabungan lapangan, koordinasi pengadaan pertahanan yang lebih baik, dan mengatur kerja sama keamanan trilateral dengan Tokyo," katanya.

3. Kepulauan Kuril

Kepulauan Kuril, disebut sebagai Kuril Selatan oleh Rusia dan Wilayah Utara oleh Jepang, direbut oleh pasukan Soviet setelah Jepang menyerah kepada Sekutu pada tahun 1945.

Ketidaksepakatan yang dihasilkan mengenai siapa yang memiliki kepemilikan sah atas pulau-pulau itu telah memperburuk hubungan antara kedua negara, berkontribusi pada kegagalan mereka untuk menandatangani perjanjian damai Perang Dunia II.

Kini serangan Rusia ke Ukraina telah meningkatkan ketegangan antara Tokyo dan Moskow ke level tertinggi sejak Perang Dunia II. Itu karena Jepang telah mengecam keras serangan tersebut.

Bahkan Jepang telah termasuk mengusir diplomat Rusia dari negaranya, menjatuhkan sanksi pada Moskow dan bahkan menyumbangkan pasokan untuk militer Ukraina.

Ini terjadi setelah Rusia meningkatkan profil militernya di Pasifik Barat, termasuk menguji coba rudal di perairan antara Jepang dan Rusia dan bergabung dengan angkatan laut China untuk latihan mengelilingi sebagian besar Jepang.

Meningkatnya ketegangan di utara telah menciptakan "busur risiko" bagi Jepang di sebelah baratnya, dari Kuril di utara, selatan hingga ancaman rudal Korut dan lebih jauh ke selatan ke China, di sekitar Taiwan dan di sekitar Senkaku/Kepulauan Diaoyu, diklaim oleh Beijing dan Tokyo sebagai wilayah berdaulat.

4. Laut China Selatan

Klaim China atas hampir semua Laut China Selatan telah menjadi sumber ketegangan terus-menerus antara Washington dan Beijing dalam beberapa tahun terakhir.

Tetapi perang Rusia di Ukraina, bersama dengan meningkatnya ketegangan di sekitar Taiwan, Korut dan Kepulauan Kuril, telah sedikit menurunkan termostat di Laut China Selatan.

Pertemuan Gedung Putih dengan para pemimpin Asean baru-baru ini juga menghasilkan komitmen ekonomi, pembangunan dan perawatan kesehatan, daripada komitmen militer.

Sebagaimana diketahui, China selama ini sudah mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan, yakni sekitar 90% yang meliputi area seluas sekitar 3,5 juta kilometer persegi (1,4 juta mil persegi), dengan konsep sembilan garis putus-putus (nine-dash line).

Klaim teritorial sepihak tersebut tumpang tindih dengan klaim beberapa negara Asean dan Taiwan. Selain dengan China, Laut China Selatan sendiri berbatasan dengan Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.

5. Perbatasan India-China

Wilayah lain yang rawan konflik militer adalah di sepanjang Garis Kontrol Aktual (LAC), perbatasan yang tidak jelas antara India dan China di Himalaya. Bentrokan berdarah antara pasukan India dan China di LAC pada tahun 2020 telah mendorong India, yang telah lama memiliki Rusia sebagai pemasok senjata utamanya, lebih dekat ke AS.

India juga telah bersekutu dengan AS, Jepang dan Australia melalui Quad, kelompok informal negara-negara yang banyak dilihat sebagai upaya untuk melawan pengaruh China di kawasan Indo-Pasifik.

Tetapi hubungan dekat New Delhi secara historis dengan Moskow, dan kebutuhan untuk menjaga agar impor minyak dan gas dari Rusia tetap utuh, serta rantai pasokan militer, telah membuat India menghentikan sanksi terhadap Rusia.

Harsh V. Pant, profesor di Kings College London dan direktur di Observer Research Foundation di New Delhi, mencatat dua faktor dari Ukraina yang kemungkinan akan membuat India condong ke AS.

Pertama, intelijen, pengawasan dan pengintaian yang diberikan oleh Washington dan sekutunya telah membantu Ukraina berhenti dan sekarang mendorong kembali Rusia di medan perang.

India sendiri memiliki pemahaman yang sama dengan AS dalam memantau dan memahami kemampuan militer China dan apa yang terjadi di Ukraina akan mendorong upaya itu ke depan, menurut Pant.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular