
Pemertintah Rombak Aturan Tarif Tenaga Listrik, Ini Poinnya..

Paragraf 2: Biaya Lain yang Terkait dengan Penyaluran Tenaga Listrik
Pasal 21
(1) Pemegang IUPTLU yang memiliki Wilayah Usaha dapat menerapkan biaya lain yang terkait dengan penyaluran tenaga listrik untuk Konsumen dalam wilayah usahanya selain Tarif Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
(2) Biaya lain yang terkait dengan penyaluran tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- biaya penyambungan;
- uang jaminan langganan;
- biaya denda keterlambatan pembayaran listrik; dan/atau
- biaya lainnya sesuai dengan keperluan penyediaan tenaga listrik di Wilayah Usaha pemegang IUPTLU.
(3) Biaya penyambungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan biaya yang dikenakan oleh pemegang IUPTLU yang memiliki Wilayah Usaha kepada Konsumen yang mengajukan penyambungan baru atau penambahan daya tenaga listrik.
(4) Uang jaminan langganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan jaminan berupa uang atau bank garansi yang dikeluarkan oleh bank nasional atas pemakaian daya dan energi listrik selama menjadi Konsumen dengan Tarif Tenaga Listrik reguler.
(5) Biaya denda keterlambatan pembayaran listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan biaya yang dikenakan kepada Konsumen karena pembayaran tagihan rekening listrik melampaui masa yang ditetapkan oleh pemegang IUPTLU yang memiliki Wilayah Usaha.
(6) Biaya lainnya sesuai dengan keperluan penyediaan tenaga listrik di Wilayah Usaha pemegang IUPTLU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d merupakan biaya yang dapat dikenakan kepada Konsumen karena memengaruhi mutu dan/atau keandalan penyediaan tenaga listrik pemegang IUPTLU di wilayah usahanya.
(7) Biaya lain yang terkait dengan penyaluran tenaga listrik untuk Konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan penetapan dari Menteri.
Bagian Kedua Penetapan Tarif Tenaga Listrik
Pasal 22
(1) Pemegang IUPTLU yang memiliki Wilayah Usaha harus melakukan konsultasi publik dengan pemangku kepentingan sebelum mengajukan permohonan penetapan Tarif Tenaga Listrik.
(2) Pemegang IUPTLU yang memiliki Wilayah Usaha mengajukan permohonan penetapan Tarif Tenaga Listrik secara tertulis kepada Menteri setelah melakukan konsultasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3) Ketentuan mengenai format surat permohonan penetapan Tarif Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 23
(1) Permohonan penetapan Tarif Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 harus dilengkapi dengan persyaratan berupa:
- RUPTL;
- BPP Tenaga Listrik; dan susunan struktur dan golongan Tarif Tenaga Listrik.
(2) RUPTL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan usaha ketenagalistrikan.
(3) BPP Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
- usaha distribusi tenaga listrik dan/atau penjualan tenaga listrik meliputi:
1. pembelian tenaga listrik;
2. biaya pemeliharaan;
3. biaya kepegawaian;
4. biaya administrasi;
5. penyusutan atas aktiva tetap operasional;
6. beban bunga atau keuangan; dan/atau
7. biaya lainnya terkait dengan penyediaan tenaga listrik; dan
8. usaha penyediaan tenaga listrik terintegrasi meliputi:
1. usaha pembangkitan tenaga listrik meliputi:
- a) pembelian tenaga listrik termasuk sewa pembangkit;
- b) biaya bahan bakar termasuk biaya pelumas, antara lain:
1) bahan bakar minyak;
- 2) gas alam;
- 3) panas bumi;
- 4) batubara;
- 5) bioenergi;
- 6) pemanfaatan air;
- 7) bahan bakar lainnya; dan/atau
- 8) minyak pelumas;
c) biaya pemeliharaan;
- d) biaya kepegawaian;
- e) biaya administrasi;
- f) penyusutan atas aktiva tetap
operasional; - g) beban bunga atau keuangan; dan/atau
- h) biaya lainnya terkait pembangkitan tenaga
listrik;
- usaha distribusi tenaga listrik dan/atau
usaha transmisi tenaga listrik meliputi: - a) biaya pemeliharaan;
- b) biaya kepegawaian;
- c) biaya administrasi;
- d) penyusutan atas aktiva tetap operasional;
- e) beban bunga atau keuangan; dan/atau
- f) biaya lainnya terkait distribusi dan/atau
transmisi tenaga listrik; dan - usaha penjualan tenaga listrik meliputi:
- a) biaya pemeliharaan;
- b) biaya kepegawaian;
- c) biaya administrasi;
- d) penyusutan atas aktiva tetap operasional;
- e) beban bunga atau keuangan; dan/atau
- f) biaya lainnya terkait penjualan tenaga
listrik.
(4) Susunan struktur dan golongan Tarif Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan struktur dan golongan Tarif Tenaga Listrik untuk Konsumen dengan peruntukan berdasarkan kondisi Wilayah Usaha.
Pasal 24
(1) Menteri melalui Direktur Jenderal melakukan evaluasi
terhadap permohonan penetapan Tarif Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
(2) Evaluasi permohonan penetapan Tarif Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- besaran BPP Tenaga Listrik;
- komposisi bauran energi;
- tingkat efisiensi penyediaan tenaga listrik, antara lain konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumption) dan susut jaringan tenaga listrik;
- susunan struktur dan golongan Tarif Tenaga Listrik; dan
- keuntungan usaha yang wajar.
(3) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri melalui Direktur Jenderal dapat:
- meminta klarifikasi kepada pemegang IUPTLU yang memiliki Wilayah Usaha;
- meminta dokumen pendukung lainnya; dan/atau
- melaksanakan konsultasi publik dengan pemangku kepentingan.
(4) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Menteri memberikan persetujuan atau penolakan permohonan penetapan Tarif Tenaga Listrik paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak evaluasi permohonan selesai dilakukan.
(5) Dalam hal permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemegang IUPTLU yang memiliki Wilayah Usaha dapat mengajukan kembali permohonan penetapan Tarif Tenaga Listrik kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23.
(pgr/pgr)