
Indonesia Bebas Masker, Pandemi Sudah Berubah jadi Endemi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memulai era baru di masa pandemi Covid-19 dengan memberlakukan bebas masker di luar ruangan mulai hari ini, Rabu (18/5/2022). Indonesia adalah satu dari puluhan negara di dunia yang kini tidak mewajibkan warganya mengenakan masker di ruang terbuka.
Namun, apakah Indonesia memang sudah siap?
"Pemerintah memutuskan untuk melonggarkan kebijakan pemakaian masker. Jika masyarakat sedang beraktivitas di luar ruangan atau di area terbuka yang tidak padat orang, maka diperbolehkan untuk tidak menggunakan masker," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam keterangan pers.
Jokowi mengemukakan keputusan tersebut diambil sejalan dengan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia yang semakin terkendali dalam beberapa waktu terakhir.
Sekadar mengingatkan, kewajiban memakai masker pertama kali disampaikan Jokowi pada 6 April 2020 atau sekitar tiga pekan setelah dunia memasuki pandemi Covid-19.
Jokowi, pada saat itu, mewajibkan penggunaan masker baik di dalam ataupun luar ruangan berdasarkan rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO). Sebelumnya, WHO hanya merekomendasikan penggunaan masker bagi mereka yang dinyatakan sakit.
Kendati sudah mewajibkan penggunaan masker, sejumlah instansi dan pengelola angkutan umum memberikan masa transisi bagi penggunanya untuk mengenakan masker. Pemakaian masker di angkutan umum seperti TransJakarta, KRL, ataupun mass rapid transit (MRT) baru diwajibkan pada 12 April 2020.
Kewajiban memakai masker di awal-awal pandemi menemui banyak kendala. Persoalan bukan hanya datang dari sulitnya masyarakat melakukan adaptasi tetapi juga mahal dan langkanya masker di masyarakat. Harga masker sebelum pandemi hanya dibanderol sekitar Rp 25.000-30.000 satu pack. Namun, harganya melonjak hingga berkali-kali lipat menjadi Rp 200.000-300.000 satu pack.
Pemerintah kemudian mengizinkan masyarakat untuk menggunakan masker kain dan hanya mewajibkan masker medis bagi tenaga kesehatan.
"Kita ingin setiap warga yang harus keluar rumah untuk wajib memakai masker. Karena di awal WHO menyampaikan yang pakai masker hanya yang sakit, yang sehat ngga tapi sekarang semua yang keluar harus pakai masker," kata Jokowi pada 6 April 2020.
Kewajiban memakai masker tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Nomor HK 02.02/I/285/2020 Tahun 2020 tentang Penggunaan Masker dan Penyediaan Sarana Cuci Tangan Pakai Sabun untuk Mencegah Penularan Coronavirus Disease 19.
Dalam aturan tersebut disebutkan masker medis (masker bedah dan masker N-95) untuk tenaga kesehatan, sedangkan masker kain (berlapis 3 (tiga)) untuk semua orang ketika berada di luar rumah.
Di awal-awal kewajiban pemakaian masker, pemerintah daerah sampai harus memberlakukan denda ataupun hukuman agar masyarakat lebih taat memakai masker. Pemerintah Daerah DKI Jakarta, misalnya, sempat memberlakukan denda Rp 250.000 atau hukuman membersihkan fasilitas umum kepada mereka yang tidak memakai masker.
Selain mengikuti saran WHO, kewajiban menggunakan masker di Indonesia juga mengikuti aturan di negara lain. Dilansir dari BBC, pada pertengahan Maret 2020, hanya sekitar 10 negara memiliki kebijakan yang merekomendasikan masker. Jumlah tersebut meningkat tajam menjadi lebih dari 130 negara pada Juli 2020.
Negara-negara yang warganya tidak memiliki sejarah mengenakan masker atau penutup wajah secara cepat mengadopsi penggunaannya seperti di Italia, Amerika Serikat, dan Spanyol. Sebelum pandemi, kebiasaan memakai masker hanya dijumpai di segelintir negara seperti Jepang dan Korea Selatan.
Dicky Budiman, epidemiolog dan peneliti Indonesia dari Universitas Griffith, Australia, mengingatkan masyarakat untuk tidak eforia dan selalu berhati-hati dalam merespon kebijakan penghapusan pemakaian masker di luar ruangan.
"Mengenai penggunaan masker kita harus berhati-hati terutam menarasikan jangan sampai membangun eforia atau percaya diri berlebihan sehingga merugikan diri sendiri," tutur Dicky kepada CNBC Indonesia.
Dicky mengingatkan Indonesia belum dalam situasi yang benar-benar aman untuk melakukan pelonggaran, seperti membebaskan penggunaan masker. Salah satunya adalah karena jumlah penerima vaksin booster yang masih rendah dibandingkan negara-negara lain yang sudah membebaskan masker.
Menurutnya, situasi aman untuk memberlakukan kebijakan lepas masker adalah ketika jumlah penerima booster sudah mencapai 70%. Merujuk data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Selasa (17/5/2022), jumlah penerima vaksin booster mencapai 42,73 juta atau 20,5% dari target.
Jumlah kasus Covid-19 setelah libur Lebaran juga dalam tren yang meningkat. Sepekan terakhir (11-7 Mei), tambahan kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 2.064, naik 13% dibandingkan pekan sebelumnya.
"Kita harus bijak dan tidak terburu-buru. Saya prediksi akhir tahun ini, kita dalam kondisi yang lebih baik dan aman. Kita belum dalam kondisi cukup aman untuk melakukan pelonggaran dalam bentuk pelonggaran masker, Ini benar-benar dikendalikan terukur dulu. Ya memang harus bersabar," tutur Dicky.
Dicky menjelaskan memakai masker adalah satu perilaku yang selain mudah, murah, juga efektif dalam mencegah penularan penyakit yang disebarkan melalui udara seperti Covid. Perilaku positif tersebut jika dikombinasikan dengan cakupan vaksinasi yang memadai maka sangat signifikan dalam mengendalikan pandemi.
Dia juga mengingatkan pemerintah untuk memberi penjelasan lebih lanjut kepada masyarakat mengenai apa-apa saja yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan terkait kebebasan memakai masker. Termasuk didalamnya adalah bahwa masker tetap diperlukan untuk kondisi tertentu misal pada saat kerumunan padat.
"Karena tidak semua outdoor kemudian diperbolehkan. Harus disampaikan kapan saya sebaiknya memakai masker dan tidak," imbuhnya.
(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pak Menkes, Kapan Indonesia Masuk Fase Endemi Covid-19?
