
Jokowi Larang Ekspor CPO, Surplus Neraca Dagang RI Menciut

Jakarta, CNBC Indonesia - Surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan mengecil di bulan April tahun ini seiring meningkatnya impor.
Surplus juga mengecil karena harga batu bara yang mengalami penurunan, dampak libur Lebaran, serta larangan ekspor produk minyak sawit (CPO) dan turunannya.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan di April akan mencapai US$ 3,22 miliar. Surplus tersebut lebih kecil dibandingkan yang tercatat pada Maret 2022 yakni US$ 4,53 miliar.
Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor akan tumbuh 36,3% (year on year/YoY) sementara impor meningkat 33,6%.
Sebagai catatan, di Maret lalu, nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 26,5 miliar atau naik 29,4% (YoY) sementara impor meningkat 30,9% menjadi US$ 21,97 miliar.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode April 2022 pada Selasa (17/3/2022).
Surplus neraca perdagangan yang mengecil di April sudah tercermin dalam cadangan devisa. Bank Indonesia melaporkan posisi cadangan devisa di akhir April 2022 sebesar US4 135,7 miliar, lebih kecil dibandingkan yang tercatat pada Maret yakni US$ 139,1 miliar.
Jika neraca perdagangan kembali mencatatkan surplus pada April, artinya Indonesia sudah membukukan surplus neraca perdagangan sejak April 2020, atau selama 24 bulan atau dua tahun terakhir. Ini baru kali pertama terjadi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Namun, Jokowi masih kalah dibandingkan periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Periode SBY pernah mencatatkan rekor surplus selama 42 bulan dari Oktober 2004 hingga Maret 2008.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengatakan mengecilnya surplus terutama terjadi karena menggeliatnya impor.
"Dari sisi impor, impor meningkat seiring dengan permintaan domestik yang membaik. Impor konsumsi diprakirakan meningkat seiring Puasa dan persiapan Lebaran," ujar Irman, kepada CNBC Indonesia.
Pemulihan ekonomi juga membuat impor barang modal mulai menggeliat pada bulan lalu. Kenaikan impor barang tercermin dari meningkatnya Purchasing Managers' Index (PMI). Untuk periode April 2022, PMI manufaktur Indonesia ada di angka 51,9. Lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Maret yang tercatat sebesar 51,3. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi.
"Indikator PMI menunjukkan Aktivitas manufaktur ekspansif sehingga Impor material juga meningkat," imbuh Firman.
Secara historis, impor barang konsumsi akan melonjak menjelang Puasa dan Lebaran, terutama barang-barang seperti gula dan susu. Namun, libur Lebaran juga biasanya membuat aktivitas ekspor impor mengendur karena ada libur panjang.
Sebagai catatan, cuti bersama pada Lebaran tahun ini sudah dimulai sejak 29 April 2022 sementara Hari Raya Idul Fitri jatuh pada 2 Mei 2022.
Sebelumnya, ekonom Bank Permata Josua Pardede juga mengatakan impor akan naik seiring pemulihan ekonomi dan persiapan Lebaran.
"Melihat pola musiman setiap tahunnya impor migas cenderung meningkat dalam 1-2 bulan jelang Hari Raya Idul Fitri.," ujar Josua.
Dari sisi ekspor, larangan CPO dan produk turunannya juga diperkirakan sudah berdampak kepada permintaan ekspor meskipun belum besar. Sebagai catatan, mulai 28 April, pemerintah resmi menerapkan kebijakan pelarangan ekspor produk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), minyak sawit merah atau red palm oil (RPO), palm oil mill effluent (POME), serta refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein dan used cooking oil.
Merujuk pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, larangan tersebut sudah berdampak kepada penerimaan bea keluar di April. Artinya, sudah ada penurunan ekspor meskipun kebijakan baru berlaku di akhir bulan.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, penerimaan bea keluar (BK) pada April 2022 mencapai Rp 3,75 triliun, atau turun 2,15% dibandingkan perolehan di Maret 2022.
Ekonom UOB Enrico Tanuwidjaja memperkirakan larangan ekspor akan mengurangi surplus neraca perdagangan hingga US$ 1,3-2,1 miliar jika mengasumsikan kebijakan tersebut berlaku 4-6 minggu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Batu Bara Sampai Rotan Pernah Bernasib Sama Kayak Sawit...
