Gawat! Dominasi Sawit RI di Pasar India Terancam Malaysia
Jakarta, CNBC Indonesia - Langkah pemerintah yang tak terduga menutup keran ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) dan turunannya malah akan memperkuat posisi Malaysia di India, negara pembeli minyak nabati terbesar di dunia.
Adanya kebijakan yang diumumkan pada 22 April 2022 lalu ini membuat konsumen minyak sawit di India meningkatkan pembelian dari Malaysia, produsen terbesar kedua di dunia.
Bahkan kepada Reuters, Selasa (10/5/2022), Menteri Komoditas Malaysia Zuraida Kamaruddin juga blak-blakan mengungkapkan negaranya akan memposisikan diri untuk mengambil keuntungan dari larangan Indonesia, dengan berencana memotong pajak ekspor minyak sawit hingga separuhnya.
Dengan rencana menurunkan pajak ekspor dan larangan dari Indonesia, membuat angka pangsa pasar ekspor minyak sawit dari Indonesia ke Indonesia anjlok mencapai 35% hingga 31 Oktober ini, menurut Direktur Eksekutif Solvent Extractors Association of India (SEA) atau Badan Perdagangan Minyak Nabati India B.V. Mehta.
"Karena Indonesia tidak ada di pasar, maka Malaysia akan menjual lebih banyak, dan mendekati rekor harga tertinggi," jelasnya mengutip Reuters, Rabu (11/5/2022).
Dalam lima bulan pertama tahun pemasaran 2021/2022 India telah membeli 1,47 juta ton minyak sawit Malaysia lebih tinggi dari Indonesia yang hanya 982.123 ton, menurut data SEA.
Estimasi para pengusaha pada Mei ini menunjukkan India mengimpor sekitar 570.000 ton minyak sawit, dengan 290.000 dari Malaysia dan 240.000 dari Indonesia.
Jika larangan ekspor Indonesia tetap berlaku selama dua minggu lagi, maka impor minyak sawit India pada bulan Juni bisa turun menjadi 350.000 ton yang sebagian dari Malaysia.
Pergeseran impor minyak sawit ke India nantinya akan menjungkirbalikkan dominasi Indonesia yang telah mapan di Asia Selatan.
Para pengusaha penyulingan minyak atau refinery India merasa harus melindungi rantai pasokan mereka dari perubahan kebijakan ini. Sejak intervensi pemerintah di pasar minyak sawit.
"Anda tidak bisa hanya mengandalkan Indonesia dan menjalankan bisnis, bahkan jika Indonesia menawarkan diskon, kita tetap harus mengamankan pasokan dari Malaysia untuk melindungi diri dari kebijakan Indonesia yang tidak dapat diprediksi," kata Pengusaha Refinery Minyak Sawit di Mumbai.
"Pengusaha pemurnian melakukan penjualan barang di depan, dan kami tidak bisa mundur hanya karena bahan baku tidak tersedia," tambahnya.
Pasokan Malaysia Tak Sebanyak RI
Namun persediaan minyak sawit Malaysia yang relatif ketat masih menjadi kekhawatiran menyusul kekurangan tenaga kerja yang berkepanjangan, telah memangkas hasil perkebunan.
"Malaysia memiliki stok terbatas. Banyak produsen di Malaysia yang capaian penjualannya mendekati posisi tertinggi," kata seorang pejabat yang memiliki kebun sawit di Indonesia dan Malaysia.
Dia menjelaskan Malaysia memproduksi sekitar 40% dari output Indonesia, sehingga tidak dapat sepenuhnya menggantikan pasokan Indonesia.
Meski begitu dia mengungkapkan konsumen minyak di India ingin meningkatkan kesepakatan dengan Malaysia dan mengurangi ketergantungan mereka pada Indonesia.
"Indonesia mungkin akan mencabut larangan ekspor pada bulan ini, tapi tidak ada jaminan tidak akan membatasi ekspor lagi. kebijakan ekspor Malaysia jauh lebih stabil dan itu lah yang diinginkan," kata seorang Pembeli Minyak Sawit dari India, yang enggan disebut namanya.
(dce/dce)