Internasional

4 Negara Disebut Masuk 'Jebakan Batman' Utang China, RI Kena?

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
02 May 2022 10:00
Demo Warga Sri lanka di Gedung Parlemen Sekretariat Presiden
Foto: Warga Sri Lanka meneriakkan slogan-slogan anti pemerintah saat memblokir pintu masuk ke kantor presiden selama protes di Kolombo, Sri Lanka, Senin (11/4/2022). Ribuan warga Sri Lanka memprotes menyerukan agar presiden negara itu mengundurkan diri di tengah krisis ekonomi terburuk dalam sejarah. (AP Photo/Eranga Jayawardena)

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa negara dilaporkan gagal atau tak mampu membayar utang ke China. Adapun, negara itu dikenal sebagai pemberi utang melalui skema Belt and Road Initiative (BRI).

Dana yang diberikan Negeri Tirai Bambu biasanya digunakan untuk proyek pembangunan infrastruktur negara-negara terkait. Namun, beberapa negara di dunia dilaporkan justru terjebak utang tersebut karena tak mampu membayarnya.

Bahkan, tidak sedikit proyek pembangunan infrastruktur yang dijalankan dengan utang dari China berakhir mangkrak.

Lalu, siapa saja negara yang kini terjebak utang China? Berikut rangkuman CNBC Indonesia dari berbagai sumber.

1. Sri Lanka

Sejauh ini, baru satu negara yang benar-benar jatuh dalam utang China, yaitu Sri Lanka. Negeri itu gagal melunasi kewajibannya dalam mengembalikan dana pembangunan Pelabuhan Hambantota.

Pelabuhan itu dibangun pada tahun 2008 dengan bantuan dana segar dari China sebesar US$ 361 juta (Rp 5 triliun). Di 2016, Kolombo akhirnya menyerahkan pelabuhan itu kepada perusahaan China untuk mengelolanya.

Sri Lanka juga akan memindahkan angkatan lautnya. Sejumlah pihak meyakini, hal itu akan membuka peluang bagi China untuk menguasai gerak-gerik tentara Sri Lanka.

Sri Lanka sendiri saat ini tengah bergelut dengan krisis. Krisis ekonomi juga telah menjalar ke politik yang menginginkan rezim diganti.

2. Uganda

Negara lain yang juga disebut tengah bergulat dengan utang China adalah Uganda. Negara ini dilaporkan tengah berusaha mengubah perjanjian pinjamannya dengan China.

Ini untuk memastikan sejumlah aset tidak hilang karena default (gagal bayar). Antara lain bandara internasional Entebbe.

Menurut laporan Gulf News yang melansir Bloomberg awal pekan ini, perjanjian itu dibuat tahun 2015. Negara itu meminjam US$ 200 juta dari Bank Export-Import (EXIM) China untuk memperluas bandara Entebbe.

Klausul yang ingin diubah, antara lain perlunya Otoritas Penerbangan Sipil Uganda untuk meminta persetujuan dari pemberi pinjaman China untuk anggaran dan rencana strategisnya. Aturan lain mengamanatkan bahwa setiap perselisihan antara para pihak harus diselesaikan oleh Komisi Arbitrase Ekonomi dan Perdagangan Internasional China.

Hal sama juga dimuat Economic Times. Mengutip sejumlah media lokal, Presiden Uganda Yoweri Museveni dilaporkan telah mengirimkan delegasi ke Beijing guna bernegosiasi dengan pemerintah China.

Uganda sudah mencoba bernegosiasi sejak Maret 2021. Namun, sejauh ini belum berhasil. Pinjaman itu sendiri memiliki tenor 20 tahun, termasuk masa tenggang tujuh tahun.

"Tetapi sekarang tampaknya transaksi yang ditandatangani dengan EXIM China berarti Uganda 'menyerahkan' satu-satunya bandara internasionalnya," tulis media India tersebut mengutip Sahara Reporters, portal berita yang berfokus pada Afrika.

"Pengungkapan bahwa pemerintah Uganda menandatangani perjanjian, antara lain, melepaskan kekebalan untuk aset kedaulatannya telah menimbulkan pertanyaan tentang tingkat pengawasan dan uji tuntas yang dilakukan birokrat sebelum melakukan perjanjian secara internasional," tulis laporan lain dari Allafrica.

Bandara Internasional Entebbe adalah satu-satunya bandara internasional Uganda. Bandara itu menangani lebih dari 1,9 juta penumpang per tahun.

Sementara itu, juru bicara regulator penerbangan Uganda dan Direktur Jenderal China untuk Urusan Afrika, dalam tweet terpisah, membantah hal ini. Pinjaman diberikan terkait proyek pendanaan yang digagas Xi Jinping, Belt and Road Initiative.

3. Kenya

Kenya juga diyakini akan gagal membayar utang ke China. Hal itu terkait pembangunan proyek kereta api (Standard Gauge Railway/SGR) di negara Afrika tersebut, antara Mombasa dan Nairobi.

Kenya awalnya meminjam US$ 3,6 miliar dari Bank EXIM China, guna membangun rute dari Mombasa ke Nairobi. Pemerintah lalu meminjam lagi US$ 1,5 miliar untuk memperpanjangnya ke Naivasha, sebuah kota di Central Rift Valley.

Peringatan ini sendiri dikeluarkan auditor jenderal negara cejas beberapa tahun lalu. Warning juga muncul di tengah krisis Sri Lanka yang membuat negeri itu tak bisa membayar utang ke China.

Jika Kenya tak bisa membayar utang, maka pelabuhan Mombasa, aset paling berharga di negeri itu diyakini akan diambil ali Beijing. Meski begitu, pemerintah Kenya dan China menyangkal hal tersebut di mana Mombasa disebut bukan jaminan pinjaman itu.

4. Maladewa

Maladewa juga diyakini terjerat utang China. Ini karena utang yang bengkak.

Awalnya, Maladewa meminjam dana sebesar US$ 200 juta atau setara Rp 2 triliun untuk menghubungkan pulau ibukota Male ke pulau Hulhumale. Di mana bandara dan lahan luas masih banyak tersedia.

Hal ini diharapkan dapat menjadi jalan keluar mengenai keterbatasan lahan properti dan akses menuju kawasan ekonomi baru. Jembatan itu rampung di 2018 dan diberi nama "China-Maldives Friendship Bridge".

Selain jembatan, Maladewa juga terus meminjam uang untuk pengembangan infrastruktur lainnya. Pada tahun ini, beberapa mantan pejabat Maladewa dan perwakilan China menunjukkan angka utang terbaru.

Mereka menyebutkan Male berutang ke China antara US$ 1,1 miliar hingga US$ 1,4 miliar. Angka ini masih merupakan jumlah yang sangat besar untuk negara pulau dengan PDB sekitar US$ 4,9 miliar.

Negara yang bergantung dari sektor pariwisata ini sangatlah terpukul oleh pandemi Covid-19. Dan jika pendapatan pemerintah Maladewa turun, mungkin sulit untuk membayar kembali pinjaman pada tahun 2022-2023.

 

Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Mengutip data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) periode Februari 2022, China adalah pemberi utang terbesar keempat buat Indonesia. Bersama dengan Singapura, Amerika Serikat (AS), dan Jepang.

Pada Februari 2022, ULN Indonesia dari China tercatat US$ 20,78 miliar. Naik 0,76% dari bulan sebelumnya (month-on-month/mtm). Dalam periode yang sama, ULN dari Singapura turun 0,75%, dari AS turun 0,22%, dan Jepang turun 0,91%.

Dari sisi mata uang, ULN terbanyak masih dalam dolar AS. ULN berdenominasi dolar AS tercatat US$ 275 miliar per Februari 2022.

Di posisi kedua ada euro dengan nilai ekuivalen US$ 25,15 miliar. Yen Jepang menempati peringkat ketiga (US$ 24,82 miliar) dan yuan China berada di posisi empat (US$ 4,31 miliar).

ULN dalam dolar AS tumbuh 0,38% mtm pada Februari 2022. Sementara ULN euro naik 0,17%, yen tumbuh 0,04%, dan yuan turun 0,11%.

 


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Jebakan Batman' Utang China Hantui Negara Ini, RI Juga?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular