Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani memberikan tanggapan terkait utang negara-negara dunia pada era pandemi Covid-19 pada Jumat (22/4/2022). Pernyataan ini tertuju kepada China sebagai kreditur utama.
China merupakan salah satu negara kreditur tunggal terbesar di dunia. Pinjamannya ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah telah meningkat tiga kali lipat selama dekade terakhir, mencapai US$ 170 miliar pada akhir 2020.
Oleh karena itu, China diminta untuk menunjukkan kepemimpinannya dalam mengatasi masalah utang meningkat yang dihadapi oleh banyak negara berpenghasilan rendah dan berkembang di dunia. Diikuti kabar baik bahwa China akan bergabung dengan komite kreditur untuk Zambia, yakni salah satu dari tiga negara yang telah mencari keringanan utang di bawah Kerangka Bersama negara G20 yang telah disepakati dengan Klub Kreditur resmi Paris.
Dikutip dari Reuters, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani berbicara dalam wawancara pada Jumat (22/4/2022), Ia menegaskan masih ada pekerjaan yang harus dilakukan untuk melanjutkan proses utang Zambia yang telah lama terhenti.
"Akan ada lebih banyak kasus yang datang. Pada titik tertentu China harus mengakui bahwa mereka perlu melangkah untuk benar-benar mengambil langkah semacam itu, dan menyediakan platform bagi semua kreditur untuk dapat mendiskusikan bagaimana restrukturisasi ini akan menjadi nyata" Kata Sri Mulyani dalam wawancara Reuters.
Beberapa waktu lalu, Zambia diketahui gagal bayar alias default karena memiliki utang sebesar US$ 12,7 miliar atau sekitar Rp 181 triliun. Selama ini, Zambia harus mengeluarkan anggaran 30% dari pendapatannya, hanya untuk membayar bunga pinjaman.
Zambia menjadi negara pertama yang mengalami default pada era pandemi Covid-19 pertama pada 2020 dan tertekuk di bawah beban utang hampir $32 miliar, sekitar 120% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Pasca terjadinya pandemi Covid-19 tersebut, Zambia tidak bisa membayar bunga pinjaman yang jatuh tempo. Langkah lain yang ditempuh untuk memperbaiki ekonomi adalah dengan menunjuk ekonom penasihat Dana Moneter Internasional (IMF) Situmbeko Musojotwane sebagai Menteri Keuangan Zambia.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan China telah berkomitmen untuk bergabung dengan komite kreditur Zambia di tengah keluhan dari menteri keuangan Zambia tentang penundaan restrukturisasi utang. Namun bukan hanya Zambia, ada negara-negara lain juga yang membutuhkan keringanan utang dan restruksi di masa depan. Chad dan Etiopia juga merupakan negara dengan posisi utang sudah tidak sehat dan sustainable.
Ethiopia dan Chad juga menandatangani Kerangka Kerja Bersama lebih dari setahun yang lalu. Namun, belum juga menerima keringanan utang.
Sri Mulyani mengatakan anggota G20 memperjelas kekhawatiran mereka serta menuntut perlunya memulai proses restrukturisasi utang yang berjalan lambat selama pertemuan antara anggota IMF dan Bank Dunia, dengan sekitar 60% negara berpenghasilan rendah sekarang berisiko tinggi dan berada dalam kesulitan utang.
Dari rasa khawatir tersebut, melalui diskusi panjang maka sepakat untuk membuat komite kreditur terutama untuk menguatkan peran China karena merupakan kreditur dominan utama untuk menyelesaikan situasi yang sulit.
Paris Club juga dapat memberikan referensi untuk menyepakati bagaimana memperlakukan nergara-negara yang tidak dapat membayar utang mereka. Sehingga nanti anggota G20 akan membuat perencanaan dalam menyesuaikan kerangka bersama yang lebih efektif sepanjang tahun.
Dari pernyataan ini, tentunya ada harapan pula untuk keringanan utang bagi negara kita, Indonesia. Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan April 2022 mencatat utang Indonesia kembali naik.
Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah kembali naik pada Maret 2022 menjadi Rp 7.052,5 triliun. Nominal tersebut bertambah 0,5% atau Rp 37,92 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar Rp 7.014,58 triliun.
Adapun jika dilihat secara tahunan, utang pemerintah tersebut juga naik 9,4% dibandingkan Maret 2021 yang berjumlah Rp 6.445 triliun. Seiring kenaikan pada nominal utang tersebut, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga naik menjadi 40,39% pada Maret 2022.
Surat berharga negara (SBN) masih mendominasi utang pemerintah yang sebesar Rp 6.222,94 triliun atau 88,2%. Utang tersebut terdiri dari SBN domestik yang sebesar Rp 4.962,34 triliun dan SBN valuta asing (valas) sebesar Rp 1.260,61 triliun.
Utang pemerintah pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2004 sebesar Rp. 1.299,5 triliun. Menutup periode pertama SBY tahun 2009, utang pemerintah bertambah menjadi Rp. 1.589,8 triliun.
Kemudian pada 2010, pemerintah era SBY menambah utang pemerintah menjadi Rp 1.676,85 triliun. Menutup periode akhir, SBY mencatatkan utang pemerintah sebesar Rp 2.601 triliun pada Oktober 2014. Sehingga, selama SBY menjabat sebagai presiden 10 tahun, utang pemerintah bertambah sebesar Rp 1.301,5 triliun.
Sementara, pada awal masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah dibebankan utang sebesar Rp 2.601 triliun per Oktober 2014. Hingga Maret 2022 menjadi Rp 7.052,5 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan rasio utang Indonesia aman karena relatif rendah dibanding negara lain.
TIM RISET CNBC INDONESIA