
4 Negara Disebut Masuk 'Jebakan Batman' Utang China, RI Kena?

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa negara dilaporkan gagal atau tak mampu membayar utang ke China. Adapun, negara itu dikenal sebagai pemberi utang melalui skema Belt and Road Initiative (BRI).
Dana yang diberikan Negeri Tirai Bambu biasanya digunakan untuk proyek pembangunan infrastruktur negara-negara terkait. Namun, beberapa negara di dunia dilaporkan justru terjebak utang tersebut karena tak mampu membayarnya.
Bahkan, tidak sedikit proyek pembangunan infrastruktur yang dijalankan dengan utang dari China berakhir mangkrak.
Lalu, siapa saja negara yang kini terjebak utang China? Berikut rangkuman CNBC Indonesia dari berbagai sumber.
1. Sri Lanka
Sejauh ini, baru satu negara yang benar-benar jatuh dalam utang China, yaitu Sri Lanka. Negeri itu gagal melunasi kewajibannya dalam mengembalikan dana pembangunan Pelabuhan Hambantota.
Pelabuhan itu dibangun pada tahun 2008 dengan bantuan dana segar dari China sebesar US$ 361 juta (Rp 5 triliun). Di 2016, Kolombo akhirnya menyerahkan pelabuhan itu kepada perusahaan China untuk mengelolanya.
Sri Lanka juga akan memindahkan angkatan lautnya. Sejumlah pihak meyakini, hal itu akan membuka peluang bagi China untuk menguasai gerak-gerik tentara Sri Lanka.
Sri Lanka sendiri saat ini tengah bergelut dengan krisis. Krisis ekonomi juga telah menjalar ke politik yang menginginkan rezim diganti.
2. Uganda
Negara lain yang juga disebut tengah bergulat dengan utang China adalah Uganda. Negara ini dilaporkan tengah berusaha mengubah perjanjian pinjamannya dengan China.
Ini untuk memastikan sejumlah aset tidak hilang karena default (gagal bayar). Antara lain bandara internasional Entebbe.
Menurut laporan Gulf News yang melansir Bloomberg awal pekan ini, perjanjian itu dibuat tahun 2015. Negara itu meminjam US$ 200 juta dari Bank Export-Import (EXIM) China untuk memperluas bandara Entebbe.
Klausul yang ingin diubah, antara lain perlunya Otoritas Penerbangan Sipil Uganda untuk meminta persetujuan dari pemberi pinjaman China untuk anggaran dan rencana strategisnya. Aturan lain mengamanatkan bahwa setiap perselisihan antara para pihak harus diselesaikan oleh Komisi Arbitrase Ekonomi dan Perdagangan Internasional China.
Hal sama juga dimuat Economic Times. Mengutip sejumlah media lokal, Presiden Uganda Yoweri Museveni dilaporkan telah mengirimkan delegasi ke Beijing guna bernegosiasi dengan pemerintah China.
Uganda sudah mencoba bernegosiasi sejak Maret 2021. Namun, sejauh ini belum berhasil. Pinjaman itu sendiri memiliki tenor 20 tahun, termasuk masa tenggang tujuh tahun.
"Tetapi sekarang tampaknya transaksi yang ditandatangani dengan EXIM China berarti Uganda 'menyerahkan' satu-satunya bandara internasionalnya," tulis media India tersebut mengutip Sahara Reporters, portal berita yang berfokus pada Afrika.
"Pengungkapan bahwa pemerintah Uganda menandatangani perjanjian, antara lain, melepaskan kekebalan untuk aset kedaulatannya telah menimbulkan pertanyaan tentang tingkat pengawasan dan uji tuntas yang dilakukan birokrat sebelum melakukan perjanjian secara internasional," tulis laporan lain dari Allafrica.
Bandara Internasional Entebbe adalah satu-satunya bandara internasional Uganda. Bandara itu menangani lebih dari 1,9 juta penumpang per tahun.
Sementara itu, juru bicara regulator penerbangan Uganda dan Direktur Jenderal China untuk Urusan Afrika, dalam tweet terpisah, membantah hal ini. Pinjaman diberikan terkait proyek pendanaan yang digagas Xi Jinping, Belt and Road Initiative.