Jokowi Larang Ekspor CPO, APBN Tekor Triliunan Rupiah

Maesaroh, CNBC Indonesia
25 April 2022 14:44
Minyak goreng (CNBC Indonesia/ Emir Yanwardhana)
Foto: Minyak goreng (CNBC Indonesia/ Emir Yanwardhana)

Industry Analyst Bank Mandiri, Andrian Bagus Santoso, mengatakan larangan ekspor CPO akan membuat pasokan global terganggu. Pasalnya Indonesia merupakan produsen terbesar CPO di dunia. Indonesia memproduksi sekitar 46,9 juta ton CPO (21,1% dari total pasokan minyak nabati) pada 2021, di mana 54% diekspor dalam bentuk CPO dan RBDPO.

Produksi CPO Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia yang berada di urutan kedua dengan total 18,12 juta ton pada 2021. Kehilangan pasokan dari Indonesia tidak hanya mendongkrak harga CPO tetapi juga menyebabkan peningkatan permintaan untuk minyak nabati lainnya.

"Hal ini juga memperparah kondisi under supply di sektor minyak nabati global akibat berkurangnya pasokan sunflower seed oil dari Rusia dan Ukraina. Kami memperkirakan harga CPO global akan meningkat akibat kebijakan ini," tutur Andrian, dalam laporan Industry & Regional Brief.

Harga minyak sawit mentah melonjak di sesi pembukaan perdagangan pada hari ini, Senin (25/4/2022), setelah pemerintah Indonesia melarang ekspor. Mengacu pada data kepada Refinitiv, pukul 09:45 WIB harga CPO dibanderol di level MYR 6.584/ton atau melonjak 3,6%. Dengan begitu, harga CPO berhasil membukukan kenaikan sebanyak 61,83% secara tahunan.

Andrian memperkirakan harga CPO domestik justru akan cenderung menurun akibat berlimpahnya pasokan CPO di Indonesia. Sebagai catatan, ekspor CPO dan RBDPO pada Februari 2022 sebesar 1,5 juta ton. Di sisi lain kebutuhan domestik untuk sektor pangan (termasuk minyak goreng) hanya sekitar 0,5 juta ton pada periode yang sama.

Artinya akan ada kelebihan pasokan sebanyak tiga kali lipat dari kondisi normal yang harus diserap oleh pasar domesik atau kelebihan pasokan tersebut akan mengalami penurunan kualitas akibat terlalu lama disimpan.

"Larangan ekspor CPO juga akan membuat selisih harga domestik dengan internasional melebar. Selisih harga yang besar bisa memicu penyelundupan sehingga supply ke pasar domestik tidak dijamin tersedia karena harga di pasar domestik yang kurang menarik," kata Andrian.


Sementara itu, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta mengatakan kebijakan larangan ekspor harus diikuti dengan penegakan hukum. Pasalnya, kebijakan larangan ekspor bisa memicu ekspor ilegal karena selisih harga yang jauh.

"Pertanyaan pertama yang muncul adalah terkait enforcement, apakah pemerintah mampu menegakkan aturan ini? Awal Januari lalu batu bara sempat juga mau dilarang ekspor, namun pada akhirnya cuma DMO. CPO juga sebelumnya cuma DMO, tapi tidak berhasil. Ditakutkan larangan penuh akan mendorong rent-seeking dan ekspor ilegal," tuturnya, kepada CNBC Indonesia.

Aditya juga mengingatkan larangan ekspor belum tentu menurunkan harga minyak goreng dalam negeri turun. Pasalnya, banyak pelaku industri minyak goreng yang tidak terintegrasi dengan produsen CPO.

"Artinya CPO yang melimpah tidak lantas berarti pasokan untuk minyak goreng naik juga, karena bisa saja ditahan. Perlu diingat juga bahwa porsi ekspor CPO kita itu besar. Artinya jika mendadak semuanya ditahan maka bisa oversupply, sementara kebutuhan domestik tidak sebesar itu," imbuh Aditya.

Aditya mengingatkan larangan ekspor bahkan bisa berimbas kepada petani sawit rakyat. Mereka dikhawatirkan akan merugi karena tidak bisa menjual buah sawit karena pasar oversupply.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular