
SKK Migas Buka Peluang Ubah Kontrak Jasa Pengeboran Migas

Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) telah menerima usulan renegosiasi kontrak dari pelaku usaha jasa pengeboran minyak dan gas bumi. Mengingat, harga minyak dunia saat ini telah membuat komoditas pendukung kegiatan pengeboran juga turut mengalami kenaikan harga.
Deputi Dukungan Bisnis SKK Migas, Rudi Satwiko mengatakan saat ini pihaknya tengah berdiskusi dengan para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk mengevaluasi kembali kontrak yang telah diteken bersama Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas, dan Panas Bumi Indonesia (APMI).
Hal ini dilakukan supaya antara kedua belah pihak dapat mencari titik temu yang ideal, terutama di tengah kenaikan harga minyak saat ini. Oleh sebab itu, diperlukan evaluasi lanjutan terkait mana saja bagian yang menurutnya turut mengalami kenaikan harga yang signifikan.
"Kami menyadari memang harga barang naik tapi kan gak semua item, gak semua naik dari pengeboran itu apa, Rig nya atau suportingnya. Jadi belum tentu dari pengeboran itu semua naik, kami akan evaluasi apa yang bisa diterima dan apa yang tidak bisa diterima," kata dia dalam Konferensi Pers - Kinerja Hulu Migas Kuartal I Tahun 2022, Jumat (22/4/2022).
Untuk diketahui, harga minyak mentah dunia yang saat ini telah tembus di atas US$ 100 per barel rupanya bukan merupakan angin segar bagi para pelaku usaha jasa pengeboran minyak dan gas bumi (migas) di Tanah Air. Sebaliknya, kondisi ini malah dianggap sebagai kutukan, kok bisa?
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas, dan Panas Bumi Indonesia (APMI) Suprijonggo Santoso menjelaskan, kenaikan harga minyak yang tembus di atas US$ 100 bukan angin segar bagi para pelaku usaha karena kontrak telah diteken bersama para perusahaan migas di saat minyak di harga US$ 40 per barel.
"Harga minyak naik, buat kami ini justru kutukan, karena kontrak kita waktu itu di harga minyak US$ 40 per barel, sekarang harga sudah US$ 120," kata dia dalam acara Drilling Summit Expo 2022, Kamis (24/3/2022).
Kenaikan harga minyak dunia juga telah mengerek beberapa komoditas pendukung kegiatan pengeboran. Hal ini lantas tambah membuat perusahaan pengeboran makin menjerit.
"Semua biaya naik, harga solar naik. Tapi kita gak bisa apa-apa karena sudah ada kontrak dengan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama/ produsen migas)," katanya.
Dia pun meminta agar diberikan insentif berupa kenaikan Tarif Harian Operasi (THO). Pasalnya, hal ini bukan hanya semata-mata untuk kepentingan perusahaan jasa pengeboran, namun juga upaya dalam mendukung capaian target produksi melalui pengeboran sumur.
Meski demikian, dia membeberkan masih ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan pengeboran hulu migas di Indonesia. Beberapa di antaranya seperti berkurangnya perusahaan jasa penunjang pengeboran dari 245 di tahun 2014 menjadi hanya 67 di tahun 2022.
Kemudian, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak, khususnya solar/diesel. Lalu, kenaikan biaya operasional berupa material, personil, transportasi, dan kesehatan. Berikutnya, tantangan dari adanya pandemi covid-19, dan kurangnya informasi akan rencana pekerjaan pengeboran.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dwi Soetjipto & Nasib Investasi Asing di Proyek Migas RI
