
BBM Tak Perlu Naik, Duit APBN Cukup Tambal Subsidi Bengkak

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah memberikan sinyal untuk menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite, juga LPG 3 kg dan tarif listrik. Daya beli masyarakat diperkirakan akan tergerus, sehingga pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan terpukul.
Sederet ekonom menyarankan agar pemerintah bersabar sebelum mengambil keputusan penting tersebut.
"Di tengah volatilitas harga komoditas seperti sekarang, tidak ada salahnya menunggu 3-4 bulan untuk kebijakan penting seperti harga BBM. Bukan tidak mungkin resesi ekonomi global justru menurunkan harga minyak," kata Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro kepada CNBC Indonesia, Jumat (22/4/2022).
Apalagi di sisi lain pemerintah masih memiliki dana yang cukup untuk menambal pembengkakan subsidi energi. Realisasi subsidi memang meningkat dua kali lipat, di mana BBM hingga Maret 2022 mencapai Rp 3,2 triliun dan LPG Rp 21,6 triliun.
Akan tetapi penerimaan negara tumbuh tinggi 32,1% atau sudah terkumpul Rp 501 triliun di akhir Maret 2022 (yoy). Ditopang oleh lonjakan harga minyak dunia dan komoditas internasional seperti batu bara, CPO, dan lainnya.
Terlihat penerimaan pajak dari industri pertambangan melonjak sebesar 109,7% di Maret 2022 atau secara kumulatif Januari-Maret 154,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Bea Keluar tumbuh hingga 132,2% hingga akhir Maret atau nominalnya mencapai Rp 10,7 triliun. PNBP hingga akhir Maret 2022 telah terkumpul Rp 99,1 triliun.
Secara keseluruhan APBN masih mencatatkan surplus dalam tiga bulan pertama tahun ini, yakni Rp 10,3 triliun.
Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto menambahkan, kebijakan tersebut nantinya akan melemahkan daya beli masyarakat.
"Jika pemerintah melakukan kenaikan harga diesel, Pertalite, LPG 3 kg, dan tarif listrik dalam kurang dari tiga bulan ini, maka sama aja dengan melemahkan daya beli konsumen mayoritas domestik, sehingga belanja konsumsi rumah tangga bisa terpukul," jelas Myrdal kepada CNBC Indonesia.
"Saran saya, pemerintah untuk tetap menjaga stabilitas harga LPG 3 kg, tarif dasar listrik rumah tangga maupun bensin Pertalite, maupun diesel. Karena sama saja membuat masyarakat tidak merasakan apa-apa dari booming harga komoditas global saat ini," kata Myrdal melanjutkan.
Jika pemerintah tetap melakukan penyesuaian harga, menurut Myrdal inflasi domestik akan melonjak tajam, karena efek langsung maupun secondary effect akibat kebijakan kenaikan komoditas tersebut.
Maybank Indonesia, Inflasi diperkirakan akan menyentuh 4,20% (year on year) tahun ini jika harga LPG 3 kg, Pertalite, dan tarif listrik dinaikan. "Dampak inflasi masing-masing tambahan 1% kalau kenaikan 10% untuk tarif Pertalite, diesel, listrik, dan LPG 3 kg, dari target maybank indonesia 3,20%," tuturnya.
Seperti diketahui, setiap 1% kenaikan inflasi maka akan membuat perekonomian turun 0,21%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 diperkirakan mencapai 5,17%, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi pada 2021 yang mencapai 3,69%.
"Dengan kondisi tersebut laju ekonomi domestik bisa sangat moderat. Apalagi kondisi tersebut kemungkinan akan membuat Bank Indonesia melakukan penyesuaian bunga moneter," tuturnya.
Lagi pula, menurut Myrdal adanya kebijakan bantuan langsung tunai (BLT) yang digelontorkan saat ini masih kurang efektif untuk mengurangi dampak negatif dari kenaikan harga barang-barang yang direncanakan pemerintah.
"Kalaupun ada kebijakan social safety net, dalam bentuk cash transfer (BLT), itu kurang efektif untuk menahan dampak negatif dari kenaikan harga barang-barang komoditas tersebut," tutur Myrdal.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Habiskan Rp146,9 T untuk Belanja Subsidi per Juli 2023