Kasus Dugaan Korupsi Minyak Goreng Bisa Coreng Citra RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Kejaksaan Agung menetapkan 4 orang tersangka Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan Turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022. Hal ini dikhawatirkan mencoreng citra Indonesia sebagai tujuan investasi asing.
Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan, kasus ini berawal dari ketidakjelasan sikap pemerintah dalam menentukan kebijakan. Mulai dari tidak melarang ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) dan turunannya, hingga memberlakukan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng di dalam negeri.
Di satu sisi, imbuh dia, pemerintah mengakui diuntungkan akibat lonjakan harga CPO dunia. Namun gagal mengantisipasi efek lonjakan ekspor CPO.
"Saya tidak ingin intervensi proses hukum dan tidak bisa memperkirakan gambaran kasus ini akan bagaimana. Tapi, ambiguitas pemerintah ini memicu kesalahan yang nggak perlu terjadi. Kalau saja pemerintah jelas prioritasnya, mau utamakan dalam negeri atau ekspor, atau bisa juga dua-duanya," kata Yose kepada CNBC Indonesia, Kamis (21/4/2022).
Hal ini, lanjut dia, akan berdampak pada citra Indonesia sebagai tujuan investasi.
Kebijakan terkait minyak goreng maupun ekspor CPO dan turunannya, ujar dia, seyogianya adalah keputusan tingkat kabinet. Sehingga, lanjut dia, penetapan keempat tersangka akan terkesan upaya mencari pihak yang harus dikorbankan dan bertanggung jawab.
"Dan, karena tidak bisa memutuskan sanksi politis, jadinya sanksi hukum. Di satu sisi, mungkin tadinya Kemendag berpikir mereka bisa mengendalikan harga," kata Yose.
Yose mengatakan, proses yang terjadi saat ini bisa menambah pesimisme atas kepastian hukum berusaha di Indonesia.
Meski, imbuh dia, kejadian ini tidak akan memicu keluarnya perusahaan yang sudah ada di Tanah Air.
"Tapi, ini akan mengurangi minat investasi asing di Indonesia. Ketidakpastian hukum seperti ini akan mencoreng citra Indonesia sebagai tujuan investasi. Kriminalisasi perusahaan seperti ini kan sering sekali, seperti Indosat dulu. Karena itu, FDI (investasi asing langsung) di Indonesia memang tidak pernah tinggi-tinggi amat. Dan, kita selalu kecolongan. Vietnam saja FDI-nya sudah 6% dari PDB, Indonesia hanya 1,8-1,9% itu pun sudah kerja keras," kata Yose.
Perusahaan terkait kasus ini, lanjutnya, kemungkinan akan melakukan segala cara agar tidak jatuh lebih dalam.
"Ini adalah permasalahan kebijakan yang salah dari awal, kebijakan institusi yang berbeda-beda," ujarnya.
Pada Selasa 19 April 2022, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengumumkan penetapan 4 tersangka kasus tersebut yaitu IWW, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag). Tersangka kedua adalah MPT selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia.
Ketiga, SM selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG). Dan, PTS selaku General Manager di Bagian General Affairs PT Musim Mas.
Perilaku Patuh
Secara terpisah, Founder dan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung mengatakan, posisi Indonesia sebagai produsen minyak sawit dunia seharusnya disertai dengan kepatuhan akan tata kelola.
"Saya prihatin. Kita berhasil menjadi produsen minyak sawit nomor satu dunia, tapi belum berhasil mengelola kebijakan dan berprilaku sebagai nomor satu dunia. Kita semua stakeholder industri sawit mesti belajar bagaimana mengelola dan berprilaku nomor satu," kata Tungkot kepada CNBC Indonesia, Kamis (21/4/2022).
"Dua-duanya. Decision making harus scientific based dan didahului RIA (regulatory impact assessment) dan pelaku juga harus pelaku yang taat governance dan compliance," kata Tungkot.
(dce/dce)