Yuk Berhitung! Pilih Harga BBM Naik atau Subsidi Bengkak?

Maesaroh, CNBC Indonesia
21 April 2022 15:20
SPBU Pertamina
Foto: Dok: Pertamina

Jakarta, CNBC Indonesia - Subsidi BBM dan LPG 3 kilogram (Kg) terancam bengkak tahun ini. Pemerintah pun dihadapkan pada pilihan menaikkan harga BBM dengan risiko penurunan pertumbuhan ekonomi atau mempertahankan harga BBM tetapi subsidi membengkak.

Dalam APBN 2022, anggaran subsidi BBM dan LPG 3 kg ditetapkan sebesar Rp 77,55 triliun dengan memperhitungkan harga minyak mentah Indonesia/ICP sebesar $63/barel dan nilai tukar rupiah Rp 14.350.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, rata-rata harga ICP hingga Maret mencapai US$ 98,37 per barel. Perbedaan ICP yang jauh tersebut membuat realisasi subsidi BBM melonjak. Merujuk data Kementerian Keuangan, subsidi BBM dan LPG hingga Maret 2022 telah mencapai Rp 24,8 triliun.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif (13/4) memperkirakan subsidi BBM dan LPG bisa bengkak menjadi Rp 320 triliun pada tahun ini. Selain lonjakan harga minyak mentah dunia, pembengkakan subsidi terjadi karena konsumsi yang melebihi kuota.


Pemerintah sebenarnya sudah menaikkan harga Pertamax pada 1 April lalu yakni menjadi Rp 12.500 - Rp 13.000 per liter dari sebelumnya Rp 9.000 - Rp 9.400 per liter. Namun, pemerintah juga berencana menaikkan Pertalite serta LPG untuk menekan pembengkakan subsidi.

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan pemerintah bisa menekan pembengkakan subsidi BBM dengan menaikkan harga. Namun, kenaikan harga harus dilakukan pada saat yang tepat. Kenaikan harga BBM juga sebaiknya dilakukan secara bertahap agar tidak mengganggu daya beli serta melambungkan inflasi.

Dalam hitungan Bank Mandiri, setiap kenaikan 10% harga bensin dan solar inflasi bisa meningkat 0,4 percentage point (ppt) dan setiap 10% kenaikan bahan bakar rumah tangga bisa menambah inflasi 0,2 ppt. Hitungan Bank Mandiri juga menunjukan setiap kenaikan inflasi 1% maka pertumbuhan Indonesia bisa turun 0,21%.

"Subsidi BBM tetap ada namun dikurangi. Selain itu perlu dilakukan secara gradual, timing kapan kenaikan harga dilakukan menjadi penting. Kemungkinan di semester dua tahun 2022," tutur Faisal kepada CNBC Indonesia.




Sebagai catatan, tekanan inflasi Indonesia pada kuartal II tahun ini diperkirakan meningkat tajam. Selain ada kenaikan Pertalite di April, lonjakan inflasi terjadi karena ada momen Ramadhan dan Lebaran di April- Mei serta tahun ajaran baru Juni mendatang.

Pada Maret 2022, inflasi Indonesia bahkan sudah mencapai 0,68% (month to month/mtm) serta 2,64% (year on year/YoY). Untuk month to month, level 0,66% menjadi yang tertinggi sejak Mei 2019 sementara untuk 2,64% menjadi yang tertinggi sejak April 2020.

Faisal mengingatkan sangat penting untuk menghitung besaran harga kenaikan BBM dengan seksama. Pasalnya, kenaikan harga yang terlalu tinggi bisa memberikan dampak besar kepada daya beli dan pertumbuhan ekonomi.

"Yang menjadi penting adalah agar besar kenaikan harga akibat pengurangan subsidi harus diukur dengan seksama agar tidak memberikan dampak negatif yang signifikan pada konsumsi di tengah proses pemulihan," ucap Faisal.


Halaman selanjutnya --> Penerimaan Negara Kinclong Jadi Bantalan Subsidi

Bank Mandiri dalam laporannya Macrobrief Inflation mengatakan pemerintah bisa saja menggunakan tingginya penerimaan negara dari sektor komoditas untuk menambal subsidi BBM dan LPG 3kg.

Hingga Maret 2022, pemerintah masih mencatatkan surplus APBN karena besarnya penerimaan negara akibat kenaikan harga komoditas energi dan perkebunan. Pada periode Januari-Maret, realisasi pendapatan negara tercatat sebesar Rp 501 triliun, naik 32% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Pada Januari-Maret 2022, PNBP SDA Migas tercatat Rp 13,4 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni Rp 7,5 triliun.


Kenaikan harga minyak sawit mentah/CPO juga mendorong penerimaan bea keluar hingga menembus Rp 10,71 triliun hingga Maret 2022. Angka ini hampir dua kali lipat dibandingkan target yang ditetapkan dalam APBN 2022 yakni Rp 5,9 triliun.

"Kenaikan harga komoditas bisa menjadi bantalan dan dukungan untuk menjadikan APBN sebagai shock absorber dalam situasi sekarang," tulis Bank Mandiri.


Senada, ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan kenaikan harga komoditas menguntungkan Indonesia dalam menyesuaikan kenaikan kelompok administered price.

Pasalnya, pemerintah memiliki bantalan untuk tidak menaikkan harga secara signifikan. Peningkatan penerimaan juga bisa menjadi tambahan anggaran bagi dana perlindungan sosial sehingga dampak kenaikan harga BBM bisa dimitigasi dengan lebih baik.

"Mungkin pemerintah bisa menaikkan harga tapi tidak mendekati market price. Mungkin sekitar 70%. Ini bisa membantu penyesuaian dan adaptasi dari sisi ekonomi dengan lebih baik," tutur David.

Dia mengingatkan yang harus diperhatikan dalam kenaikan harga BBM adalah second round effectnya. Kenaikan harga BBM akan diteruskan kepada peningkatan ongkos transportasi dan produksi sehingga barang-barang semakin mahal. Dampak inflasi lanjutan dari kenaikan BBM juga biasanya akan sangat besar pada bulan-bulan setelah kenaikan harga BBM.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi biasanya melonjak satu bulan setelah kenaikan harga BBM. Pada November 2014, pemerintah menaikkan harga BBM sekitar 33% dan inflasi pada bulan tersebut mencapai 1,50% (mtm). Namun, inflasi melonjak pada bulan Desember menjadi 2.46% (mtm).

Pada Juni 2013, pemerintah menaikkan harga BBM sebesar 30%. Inflasi di bulan Juni tercatat 1,02% tetapi di bulan Juli melesat 3,29%.


Sebagai informasi, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 414 triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional di mana Rp 154,8 triliun akan dimanfaatkan untuk perlindungan masyarakat. Anggaran perlindungan masyarakat di antaranya dipakai untuk pemberian bansos tunai kepada 10 juta Kepala Penerima Manfaat (KPM) masing-masing sebesar Rp 200 ribu selama 6 bulan.

Sementara itu, ekonom DBS Radhika Rao memperkirakan pemerintah kemungkinan besar akan menaikkan harga Pertalite dalam beberapa minggu mendatang. Pasalnya, harga minyak mentah sudah jauh di atas ICP yang ditetapkan.

"Kenaikan harga BBM akan terjadi. Mungkin setelah Lebaran," tutur Radhika Rao, dalam laporan Bank Indonesia stays on hold; we see inflation risks.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan konsentrasi pemerintah saat ini adalah pemulihan ekonomi setelah dihantam pandemi Covid-19. Karena itulah, pemerintah akan melihat kondisi saat ini secara hati-hati.

"Saat ini konsentrasi utama kita adalah pemulihan ekonomi RI, karena seperti kesimpulan kita dalam periode recovery dan tiba-tiba ada perang yang menambah risiko ekonomi kita. Risikonya harga komoditas meningkat. Maka kita cari balance yang tepat, besaran subsidi yang bisa menjamin recovery tetap berlanjut," tutur Suahasil dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (20/4).

Halaman selanjutnya --> Soal Subsidi, Pemerintah Alami Kemunduran

Sebelum 2015,pemerintah menanggung subsidi premium dengan menetapkan harga per liternya. Pemerintah akan menanggung selisih harga keekonomian dengan harga yang dijual PT Pertamina. Cara tersebut dianggap membuat anggaran jebol karena subsidi rawan bengkak oleh kenaikan harga minyak Indonesia /ICP, pelemahan rupiah, hingga over kuota.

Pada 2012, misalnya, realisasi subsidi BBM jebol menjadi Rp 211,9 triliun, jauh di atas alokasinya yang ditetapkan sebesar Rp 137,4 triliun. Pada 2013, realisasi subsidi BBM menembus Rp 210 triliun, lebih tinggi dari alokasinya (Rp 199,9 triliun).

Sejak 1 Januari 2015, penentuan harga BBM mengacu pada fluktuasi harga minyak dunia yang dievaluasi pada periode tertentu tetapi harga BBM tetap ditetapkan pemerintah.

Dengan harga yang masih ditetapkan maka Pertamina sebagai distributor BBM tidak bisa menetapkan harga sesuai harga pasar terkini. Harga Pertalite, misalnya, tidak pernah naik sejak 2018. Pembengkakan subsidi pun  terus terjadi.



Sepanjang 12 tahun terakhir (2012-2021), hanya empat kali realisasi BBM di bawah alokasi yang ditetapkan yakni pada tahun 2010, 2014, 2015, dan 2019. Pada periode tersebut, asumsi makro untuk ICP jauh di bawah yang ditetapkan.

Dalam catatan pemerintah,realisasi subsidi BBM dan LPG 3 Kg pada periode 2011-2021 mencapai Rp 1.248,22 triliun, lebih tinggi daripada alokasinya sebesar yang ditetapkan yakni Rp 1.111,9 triliun. 

Realisasi subsidi BBM yang jauh di bawah alokasi terjadi pada tahun 2019 di mana harga minyak mentah jatuh. Pada tahun 2019, realisasi ICP ada di angka US$62/barel sementara nilai tukar ada di level Rp 14.146/US$.Pada APBN 2019, ICP ditetapkan US$70/barel sementara nilai tukar Rp 15.000/US$.

 TIM RISET CNBC INDONESIA


(mae/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Subsidi BBM Tepat Sasaran, APBN Bisa Hemat Rp130 T!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular