Yuk Berhitung! Pilih Harga BBM Naik atau Subsidi Bengkak?
Jakarta, CNBC Indonesia - Subsidi BBM dan LPG 3 kilogram (Kg) terancam bengkak tahun ini. Pemerintah pun dihadapkan pada pilihan menaikkan harga BBM dengan risiko penurunan pertumbuhan ekonomi atau mempertahankan harga BBM tetapi subsidi membengkak.
Dalam APBN 2022, anggaran subsidi BBM dan LPG 3 kg ditetapkan sebesar Rp 77,55 triliun dengan memperhitungkan harga minyak mentah Indonesia/ICP sebesar $63/barel dan nilai tukar rupiah Rp 14.350.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, rata-rata harga ICP hingga Maret mencapai US$ 98,37 per barel. Perbedaan ICP yang jauh tersebut membuat realisasi subsidi BBM melonjak. Merujuk data Kementerian Keuangan, subsidi BBM dan LPG hingga Maret 2022 telah mencapai Rp 24,8 triliun.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif (13/4) memperkirakan subsidi BBM dan LPG bisa bengkak menjadi Rp 320 triliun pada tahun ini. Selain lonjakan harga minyak mentah dunia, pembengkakan subsidi terjadi karena konsumsi yang melebihi kuota.
Pemerintah sebenarnya sudah menaikkan harga Pertamax pada 1 April lalu yakni menjadi Rp 12.500 - Rp 13.000 per liter dari sebelumnya Rp 9.000 - Rp 9.400 per liter. Namun, pemerintah juga berencana menaikkan Pertalite serta LPG untuk menekan pembengkakan subsidi.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan pemerintah bisa menekan pembengkakan subsidi BBM dengan menaikkan harga. Namun, kenaikan harga harus dilakukan pada saat yang tepat. Kenaikan harga BBM juga sebaiknya dilakukan secara bertahap agar tidak mengganggu daya beli serta melambungkan inflasi.
Dalam hitungan Bank Mandiri, setiap kenaikan 10% harga bensin dan solar inflasi bisa meningkat 0,4 percentage point (ppt) dan setiap 10% kenaikan bahan bakar rumah tangga bisa menambah inflasi 0,2 ppt. Hitungan Bank Mandiri juga menunjukan setiap kenaikan inflasi 1% maka pertumbuhan Indonesia bisa turun 0,21%.
"Subsidi BBM tetap ada namun dikurangi. Selain itu perlu dilakukan secara gradual, timing kapan kenaikan harga dilakukan menjadi penting. Kemungkinan di semester dua tahun 2022," tutur Faisal kepada CNBC Indonesia.
Sebagai catatan, tekanan inflasi Indonesia pada kuartal II tahun ini diperkirakan meningkat tajam. Selain ada kenaikan Pertalite di April, lonjakan inflasi terjadi karena ada momen Ramadhan dan Lebaran di April- Mei serta tahun ajaran baru Juni mendatang.
Pada Maret 2022, inflasi Indonesia bahkan sudah mencapai 0,68% (month to month/mtm) serta 2,64% (year on year/YoY). Untuk month to month, level 0,66% menjadi yang tertinggi sejak Mei 2019 sementara untuk 2,64% menjadi yang tertinggi sejak April 2020.
Faisal mengingatkan sangat penting untuk menghitung besaran harga kenaikan BBM dengan seksama. Pasalnya, kenaikan harga yang terlalu tinggi bisa memberikan dampak besar kepada daya beli dan pertumbuhan ekonomi.
"Yang menjadi penting adalah agar besar kenaikan harga akibat pengurangan subsidi harus diukur dengan seksama agar tidak memberikan dampak negatif yang signifikan pada konsumsi di tengah proses pemulihan," ucap Faisal.
Halaman selanjutnya --> Penerimaan Negara Kinclong Jadi Bantalan Subsidi
(mae/mij)