Duh! Ada Bahaya Mengancam dari Kebijakan Tax Amnesty II

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
21 April 2022 17:05
Infografis: Mulai 1 Januari 2022, Jokowi Beri Tax Amnesty Kedua Kalinya!
Foto: Infografis/Mulai 1 Januari 2022, Jokowi Beri Tax Amnesty Kedua Kalinya!/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau yang dikenal tax amnesty jilid II dinilai bisa menimbulkan dampak yang tidak baik untuk kultur pajak ke depannya. Apalagi program pengampunan ini dilakukan dalam jangka waktu yang berdekatan.

Managing Partner MUC Consulting, Sugianto menyebutkan, amnesti pajak yang dilakukan berulang kali justru kontraproduktif dan dapat menurunkan tingkat kepatuhan wajib pajak.

"Kebijakan tax amnesty yang berulang justru bisa membangun kultur yang tidak bagus di masyarakat. Khawatir wajib pajak cenderung menunggu untuk menjalankan kepatuhan perpajakan karena seringnya tax amnesty dilakukan," ujarnya dalam FGD bersama Universitas Indonesia yang dikutip, Kamis (21/4/2022).

Penurunan tingkat kepatuhan ini dikarenakan wajib pajak akan cenderung menunda pemenuhan kewajiban perpajakannya demi memperoleh tarif dan pajak terutang yang lebih rendah.

Sebab, masyarakat akan memperkirakan adanya Tax Amnesty lanjutan. Sedangkan bagi wajib pajak yang patuh akan merasa memikul beban pajak yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak patuh.

"Tax amnesty kalau tidak dikelola secara hati-hati justru dapat mengirimkan pesan yang salah ke masyarakat. Karena bisa memunculkan anggapan 'kalau patuh biaya kepatuhannya lebih mahal daripada tidak patuh. Karena risiko tidak patuh kalau ketahuan tidak besar-besar amat sanksinya buat orang-orang tertentu," ujar Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal UI Prianto Budi Santoso dalam acara yang sama.

Dengan demikian, Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto menyebutkan bahwa program tax amnesty II ini tidak akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak namun justru bisa menurunkan.

Sehingga, pemerintah seharusnya tidak mencederai kepercayaan wajib pajak yang patuh dan seharusnya lebih meningkatkan memberikan sanksi bagi wajib pajak yang tak taat sesuai dengan aturan perundangan yang ditetapkan setelah selesainya tax amnesty di 2017 lalu.

"Bahwa peningkatan kepatuhan Wajib Pajak bukan disebabkan oleh program tax amnesty itu sendiri, tetapi lebih oleh penegakan hukum (law enforcement) yang dilakukan setelah program tax amnesty selesai. Oleh karena itu, kemampuan mendeteksi ketidakpatuhan perlu ditingkatkan, termasuk perbaikan sistem administrasi perpajakan," pungkasnya.

Rekomendasi

Ada beberapa rekomendasi yang bisa dijalankan pemerintah agar kebijakan berjalan sesuai ekspektasi, namun tingkat kepatuhan masyarakat juga tidak tergerus. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi secara masif, termasuk melalui jaringan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) atau Konsulat Jenderal (Konjen) di berbagai negara. Hal ini penting agar informasi PPS dapat diterima dan dipahami WNI di luar negeri sehingga tujuan utama mendorong repatriasi aset ke dalam negeri dapat terwujud.

Sosialisasi perlu dilakukan dengan strategi dan pendekatan yang disesuaikan dengan segmentasi masyarakat yang menjadi sasaran PPS. Sebagai contoh, pendekatan bagi kelompok masyarakat menengah ke atas atau Orang Super Kaya dilakukan berbasis data asset yang akurat, sedangkan untuk masyarakat umum pendekatannya berupa himbauan dan edukasi.

"Perlu digaungkan lagi ke masyarakat, sebenarnya siapa saja yg harus ikut PPS dan pihak mana saja yang bisa melakukan pembetulan SPT. Masyarakat berhak melakukan pembetulan. Jangan sampai PPS mengurangi hak-hak wajib pajak, seolah-olah tidak membuka opsi pembetulan SPT," kata Winnie Hidayani, Senior Manager MUC Consulting.

Sementara itu pelayanan kepada wajib pajak harus ditingkatkan, termasuk memperbaiki sistem administrasi perpajakan, serta mengoptimalkan penegakan hukum. Juga menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mendeteksi ketidakpatuhan wajib pajak berbasis data yang akurat.

Pemerintah perlu mengevaluasi tax amnesty dan PPS secara komprehensif untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan, serta efektivitasnya terhadap kepatuhan wajib pajak. Tujuannya agar pemerintah memiliki data yang objektif, valid dan dapat diandalkan untuk merumuskan kebijakan perpajakan berbasis bukti (evidence base policy) pada masa yang akan datang.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lebih 6.000 Orang Ikut Tax Amnesty, Bersihkan Harta Rp5,2 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular