
Diwarnai Walk-Out, Ini Hasil Pertemuan Menkeu G20 di AS

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia sebagai Presidensi G20 tahun ini, menghadiri Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 ke-2 di Wangshinton DC, Amerika Serikat, Kamis (21/4/2022). Meski ada walk-out oleh beberapa negara, namun pertemuan ini tetap menghasilkan beberapa hal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan hasil pertemuan dari FMCBG ke-2 tersebut. Mulai dari dampak perang Rusia-Ukraina, membentuk arsitektur keuangan baru, hingga mencari jalan keluar untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah yang terperangkap utang yang besar.
Sri Mulyani menuturkan, beberapa anggota G20 mengungkapkan keprihatinannya tentang konsekuensi ekonomi dari perang Rusia dan Ukraina. Karena tensi geopolitik ini, dinilai telah menghambat proses pemulihan ekonomi global, dan juga berimbas terhadap ketahanan pangan dan energi di seluruh dunia.
"Dan anggota mencatat kekhawatiran tentang tekanan inflasi yang lebih luas dan persisten, yang menyebabkan beberapa Bank Sentral menaikkan suku bunga kebijakan mereka yang mengakibatkan pengetatan likuiditas global yang lebih cepat dari perkiraan," jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Kamis (21/4/2022).
Di satu sisi, upaya kolektif dan terkoordinasi dalam mengendalikan pandemi tetap menjadi prioritas bagi anggota untuk bisa menahan laju penularan infeksi. Juga bagaimana negara G20 bisa bertindak dalam mengatasi kesenjangan pembiayaan dari krisis yang tengah terjadi saat ini.
Sebagian besar anggota G20, kata Sri Mulyani sepakat tentang perlunya mekanisme keuangan baru yang didedikasikan untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan penanggulangan pandemi.
"Banyak yang setuju bahwa penilaian WHO dan World Bank di mana Financial Intermediary Fund (FIF) di bawah lingkup World Bank adalah pilihan paling efektif untuk mekanisme keuangan baru," jelas Sri Mulyani.
Pertemuan tersebut, kata Sri Mulyani juga mencatat pertimbangan anggota dalam meningkatkan kredibilitas komitmen lembaga keuangan dalam mengembangkan kebijakan dan meningkatkan instrumen yang berkelanjutan.
"Beberapa anggota menyoroti pentingnya meningkatkan fasilitas risiko dan mengeksplorasi instrumen Keuangan berkelanjutan di luar obligasi," jelas Sri Mulyani. Sambil juga mempertimbangkan keadaan khusus masing-masing negara.
Tak kalah penting, juga bagaimana negara anggota G20 untuk mendukung kemajuan UMKM.
Pada kesempatan yang sama, Perry Warjiyo menjelaskan, di bawah kerjasama arsitek keuangan internasional, negara anggota G20 berkomitmen untuk mendukung negara berpenghasilan rendah dan rentan, terutama mereka yang berisiko mengalami kesulitan pembayaran utang atau debt distress.
Mengingat bahwa saat ini pemulihan ekonomi berjalan lambat, sehingga negara anggota G20 menyerukan langkah selanjutnya untuk bisa memitigasinya di waktu yang tepat, teratur, dan dapat diprediksi.
"Para anggota menantikan kesepakatan yang tepat waktu tentang perlakuan utang untuk membentuk komite kreditur untuk Zambia. Anggota menyambut stabilitas ketahanan IMF yang berkelanjutan," jelas Perry.
"Juga mendorong agar negara-negara dapat mengikrarkan dan kontribusinya secara sukarela. [...] Mengingat negara anggota saat ini mengakui peran penting bank pembangunan multilateral dalam mendukung pembiayaan dan pembangunan, dan mengkatalisasi sektor swasta," tuturnya lagi.
Pada sektor arus modal, negara anggota G20, kata Perry menghadapi berbagai tantangan dalam menjaga ketahanan keuangan, dan mendorong arus modal masuk untuk perekonomian.
"Banyak anggota yang menekankan adanya penjaminan kebijakan yang dilatarbelakangi ketidakpastian. Anggota menegaskan komitmen mereka terhadap jaring pengaman keuangan global yang kuat dan efektif," jelas Perry.
(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bocoran Menteri Jokowi: Akan Ada Kebijakan Luar Biasa di G20
