Awas Kuota Pertalite Jebol, Momentum Pakai Subsidi Tertutup!
Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development (CFESD) INDEF, Abra El Talattov menyarankan pemerintah dapat mempercepat penerapan subsidi energi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) secara langsung perorangan atau tertutup. Hal ini dilakukan mengingat disparitas harga antara Pertamax dan Pertalite sekarang ini cukup tinggi.
Menurut Abra penetapan Pertalite sebagai Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP) merupakan konsekuensi pemerintah atas kebijakan menaikkan harga Pertamax. Sekalipun kenaikan harga BBM non subsidi ini masih di bawah nilai keekonomian.
Awalnya pemerintah cukup percaya diri bahwa kenaikan Pertamax tidak akan berdampak begitu besar terhadap konsumsi Pertalite. Namun demikian, dengan disparitas harga antara Pertamax dan Pertalite sekarang ini yang hampir Rp 5.000 per liter, membuat masyarakat lebih memilih menggunakan Pertalite yang harganya 7.650 per liter dibandingkan Pertamax yang dijual Rp 12.500-Rp 13.000 per liter.
"Akhirnya karena subsidi BBM skemanya terbuka ini menjadi implikasi kemungkinan besar volume konsumsi BBM Pertalite akan melebihi kuota yang ditetapkan di tahun ini bahkan tahun mendatang," kata Abra dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, (Senin 18/4/2022).
Abra menilai, dalam jangka pendek menetapkan Pertalite sebagai BBM penugasan memang cukup tepat. Namun demikian, harus diiringi juga dengan kebijakan yang tepat sasaran seperti implementasi subsidi langsung.
"Ini juga soal produk lain, LPG 3 Kg termasuk tarif listrik dilakukan tepat sasaran. Ke depan subsidi energi memang mau tidak mau mengarah ke tepat sasaran," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Solar dan juga Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite (RON 90) telah terlampaui.
Saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (13/04/2022), Arifin menyebut realisasi penyaluran Solar bersubsidi selama Januari-Maret 2022 telah melampaui kuota sebesar 9,49% dan Pertalite telah over kuota sebesar 14%.
Arifin merinci, sampai dengan 2 April 2022, realisasi penyerapan Solar subsidi telah mencapai 4,08 juta kilo liter (kl) dari kuota awal tahun ini sebesar 15,10 juta kl, sehingga dalam sembilan bulan ke depan kuota hanya tinggal 11,02 juta kl.
Sementara Pertalite sudah terserap 6,48 juta kl dari kuota 23,05 juta kl, sehingga kuota sampai akhir tahun hanya tersisa tinggal 16,57 juta kl.
"Over kuota penyaluran Solar Pertamina sebesar 9,49% akibat peningkatan aktivitas pertambangan dan perkebunan seiring peningkatan harga komoditas global, pemulihan ekonomi yang lebih cepat pascapandemi. JBKP Pertalite juga mengalami over kuota sebesar 14% pada periode Januari-Maret 2022," ujarnya Rabu (13/04/2022).
Dengan mempertimbangkan kuota sampai Maret yang sudah terlampaui tersebut, maka pihaknya mengusulkan penambahan kuota Solar dan Pertalite tahun ini.
Dia menyebut, kuota Solar subsidi diusulkan bertambah sebesar 2,29 juta kilo liter (kl) menjadi 17,39 juta kl, minyak tanah bertambah 0,10 juta kl menjadi 0,58 juta kl, dan Pertalite bertambah 5,45 juta kl menjadi 28,50 juta kl.
"Beberapa langkah strategi dalam menghadapi kenaikan harga minyak dunia kami siapkan Jangka pendek, kami mengusulkan perubahan kuota BBM jenis tertentu yaitu minyak Solar, minyak tanah, dan JBKP Pertalite dan penyesuaian harga BBM non subsidi," ungkapnya.
Adapun, penambahan kuota Pertalite pada tahun ini ditunjukkan dengan memperhatikan beberapa hal, antara lain pemulihan ekonomi yang lebih cepat pasca pandemi di mana proyeksi rerata pertumbuhan konsumsi BBM jenis bensin dari tahun 2014-2021 sebesar 3,4%.
(pgr/pgr)