Polri Tangkap 19 Tersangka Biang Kerok Solar Langka!
Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan disparitas harga yang terjadi antara Solar subsidi dengan Solar non subsidi menyebabkan adanya penyalahgunaan Solar subsidi ke sektor industri.
Hal tersebut diketahui setelah jajarannya berhasil membekuk 19 tersangka dalam kasus ini.
Adapun kasus penyelewengan ini menyebabkan Solar subsidi menjadi langka di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Kapolri menjelaskan bahwa 19 tersangka tersebut ditangkap di enam wilayah.
"Kita sudah menangkap kurang lebih 19 tersangka di enam wilayah dan ini akan terus kita lakukan, sehingga distribusi peruntukan BBM subsidi betul diberikan untuk masyarakat yang disubsidi, kebutuhan industri disesuaikan dari kuota untuk industri," ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (4/8/2022).
Adapun berdasarkan temuan di lapangan, Kapolri menemukan adanya penyelewengan yang dilakukan oleh sejumlah kelompok masyarakat. Hal ini terjadi lantaran disparitas harga Solar bersubsidi dengan Solar non subsidi cukup besar.
Seperti diketahui, harga Solar non subsidi seperti Dexlite (CN 51) yang dijual PT Pertamina (Persero) saat ini telah mencapai sekitar Rp 12.950 - Rp 13.550 per liter, sementara harga Solar subsidi masih Rp 5.150 per liter, sehingga ada perbedaan harga Solar subsidi dan non subsidi hingga Rp 7.800 per liter.
Melihat kondisi tersebut, kelompok ini lalu mengambil Solar subsidi di SPBU untuk digunakan di industri.
"Ini yang perlu perhatian, terjadi disparitas tinggi antara Solar subsidi dengan industri, sehingga ini kemudian di lapangan disalahgunakan oleh kelompok masyarakat tertentu," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, kelangkaan Solar subsidi terjadi salah satunya disebabkan oleh banyaknya industri tambang dan kelapa sawit beralih menggunakan Solar subsidi dari seharusnya Solar non subsidi.
Hal tersebut terlihat dari menurunnya penjualan Solar non subsidi dan meningkatnya penjualan Solar subsidi di sekitar area tambang dan industri sawit.
Akibatnya, penyaluran Solar bersubsidi per Februari telah melebihi 10% dari kuota yang ditetapkan pemerintah.
"Antrian ini banyak yang dari industri sawit dan tambang. Kita duga banyak yang pakai Solar subsidi. Dan ini kelihatannya, penjualan Solar non subsidi turun, Solar subsidi naik, padahal industri naik," kata Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Senin (28/3/2022).
Oleh sebab itu, pihaknya mengusulkan dibutuhkan adanya aturan berupa Keputusan Menteri (Kepmen) yang bisa dijadikan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, khususnya terkait aturan mengenai siapa yang berhak mengkonsumsi BBM jenis Solar subsidi maupun volumenya.
"Industri kan tumbuh, kita tetap suplai, meski sudah overkuota. Februari sudah 10% naiknya, sudah overkuota," kata dia.
Perlu diketahui, kuota Solar subsidi pada 2022 ditetapkan sebesar 15,1 juta kilo liter (kl) di mana alokasi kepada Pertamina sebesar 14,9 juta kl dan PT AKR Corporindo (AKRA) 186 ribu kl. Pertamina juga memperoleh penugasan untuk menyalurkan minyak tanah bersubsidi pada 2022 ini sebesar 480 ribu kl.
Namun Pertamina memproyeksikan, permintaan Solar subsidi pada tahun ini bisa meningkat hingga 16 juta kl.
(wia)