
Sederet Harta Karun RI Ini Bisa Kurangi Beban Subsidi BBM lho

Berikut sederet 'harta karun' yang dimiliki Indonesia yang kini juga tengah memperoleh keuntungan besar akibat lonjakan harga komoditas global. Berikut daftarnya:
1. Batu Bara
'Harta karun' RI ini kini tengah menjadi incaran dunia, terutama sejak perang Rusia-Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu. Bahkan, rencana Komisi Uni Eropa untuk melarang ekspor batu bara asal Rusia yang berlaku penuh per Agustus mendatang, semakin membuat batu bara RI diincar oleh negara-negara Barat.
Bila ini terjadi, maka Indonesia bisa menjadi salah satu negara yang akan ketiban pesanan-pesanan dari pembeli baru. Apalagi, Indonesia kini merupakan produsen batu bara terbesar ketiga di dunia, setelah China dan India.
Pada 2022, produksi batu bara RI bahkan ditargetkan naik 8% menjadi 663 juta ton.
Kondisi ini akan semakin positif bagi Indonesia terutama ketika melihat tren harga batu bara saat ini yang masih tinggi.
Seperti diketahui, harga batu bara dunia sempat mencapai puncaknya pada awal Maret 2022 dengan mencapai lebih dari US$ 400 per ton.
Meski pada perdagangan Kamis (07/04/2022), harga batu bara kontrak Mei ditutup melemah 0,64% dibandingkan hari sebelumnya, namun masih berada pada posisi tinggi, yakni US$ 287,5 per ton.
Meroketnya harga batu bara internasional ini turut berdampak pada meningkatnya Harga Batu Bara Acuan (HBA). Pada Maret 2022, HBA RI tercatat mencapai US$ 203,69 per ton atau naik US$ 15,31 per ton dari bulan Februari yang sebesar US$ 188,38 per ton. Bahkan, jauh lebih tinggi dibandingkan HBA pada Januari 2022 yang tercatat sebesar US$ 158,50 per ton.
HBA sendiri merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6.322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8%, Total Sulphur 0,8%, dan Ash 15%.
Lantas, berapa sebenarnya 'harta karun' batu bara RI saat ini?
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa jumlah cadangan batu bara yang dimiliki Indonesia saat ini mencapai 31,7 miliar ton. Sementara, untuk jumlah sumber daya batu bara saat ini tercatat mencapai 91,6 miliar ton.
Adapun jika dirinci, cadangan batu bara yang sebesar 31,7 miliar ton tersebut, terdiri dari kalori rendah kurang dari 5100 kal/gr sebesar 10,9 miliar ton. Kemudian, kalori sedang 5.100-6.100 kal/gr dengan jumlah 18,8 miliar ton, lalu kalori tinggi 6.100-7.100 kal/gr sebesar 1,5 miliar ton, dan kalori tinggi di atas 7.100 kal/gr sebanyak 0,6 miliar ton.
Sementara, untuk sumber daya batu bara yang mencapai 91,6 miliar ton, terdiri dari kalori rendah kurang dari 5.100 kal/gr dengan jumlah 29,7 miliar ton. Kemudian, kalori sedang 5.100-6.100 kal/gr dengan jumlah 51,9 miliar ton, kalori tinggi 6.100-7.100 kal/gr sebesar 7,2 miliar ton, dan kalori tinggi di atas 7.100 kal/gr sebesar 2,8 miliar ton.
2. Nikel
Selain batu bara, Indonesia dinilai juga bisa menjadi pengganti pemasok nikel asal Rusia yang tersendat akibat Perang Rusia-Ukraina.
Hal ini dikarenakan pasokan nikel Indonesia pada tahun ini diperkirakan akan bertambah, khususnya untuk jenis logam nikel kelas 1 yang diproduksi Rusia, berupa nickel matte, nikel sulfat, Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), maupun Mixed Sulphide Precipitate (MSP) yang kadar logamnya telah mencapai 99,9%. Produk nikel kelas 1 ini biasanya dijadikan bahan baku untuk baterai kendaraan listrik.
Hal tersebut diungkapkan Steven Brown, Konsultan Independen di Industri Pertambangan berbasis di Australia.
Steven mengatakan bahwa logam nikel yang diproduksi Rusia merupakan nikel kelas 1 dan Rusia merupakan pemasok nikel kelas 1 terbesar di dunia.
Menurutnya, pasokan nikel Rusia ini tak bisa digantikan oleh negara lain, kecuali Indonesia.
"Rusia adalah pemasok Class 1 Nickel paling besar di dunia. Negara lain tidak mungkin bisa menutup pasokan ini, kecuali Indonesia," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (09/03/2022).
Berdasarkan data Statista, Indonesia memproduksi nikel sebesar 1 juta ton pada 2021. Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia, mengalahkan Filipina dan Rusia.
Sementara Filipina memproduksi 370 ribu ton dan Rusia 250 ribu ton nikel pada 2021.
Dari sisi harga, harga nikel kini juga masih tinggi, yakni di kisaran US$ 30 ribu per ton. Bahkan, pada 8 Maret 2022 bursa perdagangan komoditas logam di London, Inggris, yakni London Metal Exchange sempat dihentikan sementara karena meroketnya harga nikel hingga 250%. Harga nikel sempat mencapai rekor tertinggi sepanjang masa mencapai di atas US$ 100 per ton.
Sementara dari sisi produksi, pada 2022 produksi feronikel RI ditargetkan mencapai 1,67 juta ton, Nickel Pig Iron (NPI) 831 ribu ton, dan Nickel Matte 83,9 ribu ton.
Indonesia tercatat memiliki cadangan logam nikel sebesar 72 juta ton Ni (nikel). Jumlah ini merupakan 52% dari total cadangan nikel dunia yang mencapai 139.419.000 ton Ni. Data tersebut merupakan hasil olahan data dari USGS Januari 2020 dan Badan Geologi 2019.
Sementara untuk bijih nikel, berdasarkan data Kementerian ESDM tahun 2020, total sumber daya bijih nikel mencapai 8,26 miliar ton dengan kadar 1%-2,5%, di mana kadar kurang dari 1,7% sebesar 4,33 miliar ton, dan kadar lebih dari 1,7% sebesar 3,93 miliar ton.
(wia)