Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan perekonomian Indonesia akan tumbuh 5% tahun ini dan 5,2% tahun depan. Proyeksi ini lebih tinggi dibandingkan yang dikeluarkan pada September 2021 lalu yakni 4,8% untuk 2022.
Sebelumnya, Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,6-5,1% untuk tahun ini. Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan sebelumnya yakni 5,2%.
ADB menilai perekonomian Indonesia akan lebih baik pada tahun ini karena perbaikan konsumsi rumah tangga, terkendalinya Covid-19, meningkatnya investasi, serta melesatnya ekspor akibat perang Rusia-Ukraina.
"Pertumbuhan terjadi di berbagai bidang dan akan menguat pada 2022 seiring normalisasi kegiatan ekonomi. Pengeluaran rumah tangga dan investasi memasuki 2022 dengan momentum yang kuat dan gelombang Covid-9 yang ketiga semestinya hanya berdampak minimal terhadap pertumbuhan," tutur Direktur ADB untuk Indonesia Jiro Tominaga, dalam keterangan resmi.
ADB mengatakan konsumsi dan kegiatan manufaktur di Indonesia terus tumbuh karena naiknya pendapatan, pekerjaan, dan optimisme. Investasi terbantu oleh naiknya permintaan, perbaikan iklim investasi dan iklim berusaha, serta pemulihan kredit.
Dalam perkiraan ADB, konsumsi Indonesia akan tumbuh ke level sebelum pandemi yakni di kisaran 5%. Sementara itu, investasi akan tumbuh sekitar 6%.
Sebagai catatan, pada tahun lalu, ekonomi Indonesia tumbuh 3,69% setelah terkontraksi 2,07%. Konsumsi tumbuh 2,03% dan investasi tumbuh 3,80%. Secara tradisi, konsumsi Indonesia tumbuh di kisaran 5% dan investasi tumbuh di kisaran 5-6%.
"Konsumsi domestik akan menggantikan ekspor sebagai mesin utama pertumbuhan Indonesia sementara itu dunia usaha akan membangun kembali kapasitas produksi dan mengisi kembali inventori mereka," tulis ADB, dalam laporannya yang berjudul ADB Outlook 2022: Mobilizing Taxes for Development.
ADB menjelaskan pertumbuhan kawasan Asia, termasuk Indonesia akan dipengaruhi oleh perang Rusia-Ukraina, stabilitas pasar keuangan, pengetatan kebijakan moneter The Fed, munculnya varian baru Covid-19, serta gangguan produksi di China.
Namun, dampak perang Rusia-Ukraina ke kawasan Asia tidak seberat kawasan lain, terutama Eropa. Kondisi ini membuat negara Asia, termasuk Indonesia bisa tumbuh lebih baik.
Perang Rusia-Ukraina yang mengakibatkan melambungnya harga komoditas bahkan membuat ekspor Indonesia bisa meningkat tajam tahun ini. ADB memperkirakan ekspor Indonesia akan tumbuh 26% pada 2022.
Sebagai catatan, nilai ekspor Indonesia Januari-Desember 2021 mencapai US$ 231,54 miliar atau naik 41,88% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
"Dampak perang Rusia-Ukraina ke sektor perdagangan dan investasi ke negara berkembang Asia akan moderat karena eksposur yang rendah," tulis ADB.
ADB bahkan menilai pertumbuhan ekspor yang tinggi di kawasan Asia, termasuk Indonesia serta stabilnya perekonomian China semakin mengurangi dampak perang Rusia-Ukraina.
Namun, ADB mengingatkan perekonomian Indonesia bisa terganggu jika inflasi terlalu naik tajam serta berlarutnya perang Rusia-Ukraina. Dibandingkan kawasan lain, negara-negara Asia memang tidak mengalami lonjakan harga yang sangat tinggi. Harga bahan bakar seperti solar dan bensin di Indonesia bahkan masih jauh di bawah pasar.
Tetap saja, ada tekanan inflasi dari naiknya barang-barang serta ancaman pengetatan moneter negara maju. ADB memperkirakan inflasi Indonesia akan mencapai 3,6% pada tahun ini, melonjak dibandingkan pada tahun lalu (1,68%).
"Inflasi akan menanjak jika perang berlangsung lama," tutur laporan ADB.
 Sumber: ADB Harga bahan bakar di tingkat ritel di Asia |
Terkait kebijakan moneter, ADB mengatakan kebijakan moneter masih akomodatif tetapi dengan naiknya suku bunga acuan global maka kebijakan ketat kemungkinan akan diterapkan di beberapa negara Asia, termasuk Indonesia.
"Kebijakan The Fed yang agresif bisa meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan dan meningkatkan inflow serta memperdalam depresiasi. Bank sentral harus memperhatikan adanya tekanan besar ke inflasi yang bisa meningkatkan ekspektasi inflasi," ujar ADB.
ADB merupakan satu-satunya lembaga yang merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA