
Jokowi Mau Sebar BLT, Cukup Buat Bantu Rakyat Miskin?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah akan menggelontorkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng serta mempersiapkan Bantuan Subsidi Upah.
Bantuan tersebut diharapkan bisa mempertahankan daya beli masyarakat di tengah gempuran kenaikan harga sekaligus menahan laju kenaikan angka kemiskinan.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan BLT akan membatasi dampak penurunan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Juga, tetap menjaga pertumbuhan konsumsi di kuartal II tahun ini. Secara tradisi, konsumsi rumah tangga tumbuh sekitar 5%.
"Laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan akan berkisar 4-5% pada kuartal I dan II," tuturnya kepada CNBC Indonesia.
Kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro juga mengemukakan hal yang sama. Kenaikan harga barang akan berpengaruh kepada masyarakat bawah. Karena itulah, pemerintah diharapkan bisa mempercepat realisasi bantuan sosial untuk menjadi buffer bagi kenaikan harga-harga.
"Daya beli masyarakat pasti terpengaruh. Jadi kalau pemerintah kasih subsidi yang berlanjut ke masyarakat bawah, ini akan menolong. BLT tetap diperlukan untuk masyarakat miskin," tutur Andry, kepada CNBC Indonesia.
Sebagai informasi, BLT minyak goreng akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga miskin yang terdaftar dalam program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), serta 2,5 juta Pedagang Kaki Lima (PKL).
BLT minyak goreng rencananya akan dicairkan bulan ini sebesar Rp 300 ribu untuk periode April, Mei, dan Juni. Masing-masing Rp 100 ribu per bulan, tetapi diberikan sekaligus.
Pemerintah juga telah mempersiapkan penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) kepada 8,8 juta pekerja dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta. Bantuan serupa diberikan pemerintah pada tahun 2020 dan 2021 sebagai bagian mitigasi dampak pandemi Covid-19.
Pemberian BLT tidak hanya dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pada pemerintahan sebelumnya, BLT juga diberikan sebagai upaya memitigasi kenaikan harga BBM ataupun krisis keuangan global seperti yang diberikan di tahun 2009.
Pada 2005 dan 2008, misalnya, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyalurkan BLT sebagai bagian dari kebijakan kenaikan harga BBM.
SMERU Research Institute dalam laporan Kajian Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2008 dan Evaluasi Penerima Program BLT 2005 di Indonesia menunjukkan BLT banyak dimanfaatkan untuk konsumsi langsung. Pencairan BLT 2005 tahap pertama berdekatan dengan Lebaran, sebagian besar penerima menggunakannya untuk membeli pakaian.
Untuk BLT yang dicarikan pada 2008, masyarakat banyak memanfaatkannya untuk konsumsi dan bayar utang, mayoritas responden, ongkos transportasi dan biaya sekolah.
Bank Dunia dalam laporannya BLT Temporary Uncondiotinal Cash Transfer dan Protecting Poor and Vulnerable Households in Indonesia mengatakan BLT pada 2005 dan 2008 terbukti efektif dalam meningkatkan perlindungan sosial ke masyarakat di tengah kenaikan harga.
"BLT efektif memberi perlindungan kepada rumah tangga miskin dari dampak kenaikan harga BBM dan memungkinkan mereka memenuhi kebutuhan dasar mereka, terutama makanan," tulis laporan Bank DUnia.
Namun, laporan tersebut mengingatkan bahwa BLT tidak efektif untuk menekan angka kemiskinan. Sebagai catatan, makanan berperan besar dalam penentuan garis kemiskinan karena 60-75% pendapatan warga miskin dihabiskan untuk membeli makanan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama Maret 2021 -September 2021, Garis Kemiskinan naik dari Rp 472.525 per kapita per bulan pada Maret 2021, menjadi Rp 486.168 per kapita per bulan pada September 2021. Pada September 2021, komoditi makanan menyumbang sebesar 74,05% pada garis kemiskinan.
"BLT hanya memberikan perlindungan sementara. BLT menggantikan harga barang yang naik. Dalam jangka pendek, BLT bisa menekan kemiskinan jika diberikan dalam waktu yang sangat tepat dengan durasi yang tepat pula. Namun, dalam jangka panjang, BLT tidak tepat," tambah laporan Bank Dunia.
Merujuk data BPS, jumlah Penduduk Miskin pada September 2021 sebesar 26,50 juta orang, turun 1,04 juta orang terhadap Maret 2021 dan turun 1,05 juta orang terhadap September 2020.
Angka kemiskinan sempat naik menjadi 27,55 juta di September 2020 akibat pandemi Covid-19. Angka itu menjadi yang tertinggi sejak Maret 2017.
Selama pandemi Covid-19, angka kemiskinan tetap tinggi dibandingkan periode sebelum pandemi (Maret 2018-September 2019) meskipun ada banyak bantuan dari pemerintah, seperti BLT kepada pedagang UMKM hingga BSU.
![]() |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Menguji Risiko Kemiskinan Ekstrem di Indonesia