
Siap-siap! Jokowi Bakal Tebar Bansos Tambahan

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dikabarkan akan menambah besaran bantuan sosial yang diterima masyarakat sebagai salah satu langkah antisipasi untuk mengkompensasi dampak dari kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 11%.
Kenaikan tarif PPN memang akan membuat sejumlah barang dan jasa ikut terkerek naik. Barang-barang yang dipastikan akan mengalami kenaikan antara lain baju atau pakaian, sabun, tas, sepatu, pulsa, rumah, motor, hingga barang lainnya.
Meskipun kenaikan tarif PPN terbilang kecil, namun kebijakan tersebut diyakini akan tetap berdampak pada masyarakat serta tingkat penjualan barang. Terlebih, kenaikan PPN diberlakukan saat terjadi lonjakan harga komoditas pangan dan momen Ramadan.
Seorang sumber CNBC Indonesia yang berada di lingkaran pemerintah menyebut pemerintah mulai mempertimbangkan opsi untuk menambah besaran bansos yang diterima setiap keluarga penerima manfaat.
Opsi ini kali pertama diusulkan oleh kalangan pengusaha nasional, dan saat ini tengah dipertimbangkan secara serius oleh pemerintah. Sumber itu menyebut, hal ini dilakukan agar masyarakat kelas menengah bawah tidak terdampak dari kenaikan tarif PPN.
"Ada opsi untuk ditambah, berapanya yang belum. Sudah diusulkan oleh Kadin dan menjadi opsi. Ini masih dipertimbangkan untuk mengkompensasi PPN," kata sumber tersebut kepada CNBC Indonesia, seperti dikutip Jumat (1/4/2022).
Sumber tersebut tidak merinci lebih jauh jenis bansos apa yang besaran nilainya akan ditambah. Namun, ia menegaskan opsi tersebut masih dibahas bersama pemangku kepentingan terkait dan terbuka lebar untuk diimplementasikan.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo sebelumnya telah angkat bicara terkait kenaikan tarif PPN. Otoritas pajak meminta masyarakat bijak dalam menyikapi kenaikan tarif PPN 11%.
"Kalau dilihat, ada barang dan jasa yang kena pajak, ada sebagian tidak kena, atau dikenakan tarif normal menggunakan mekanisme memungut," kata Suryo dalam konferensi pers.
Pernyataan Suryo Utomo ini sekaligus untuk meredam psikologis pasar usai kenaikan tarif PPN yang dikhawatirkan akan berdampak pada kenaikan harga barang lainnya, terutama yang selama ini tidak terkena PPN.
"Karena ada beberapa barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN. Padahal barang-barang itu bisa menjadi pembentuk inflasi," kata Suryo.
Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal mengakui bahwa dampak psikologis akibat kenaikan tarif PPN memang tak terhindarkan. Namun, bukan berarti pemerintah tidak memiliki bantalan.
"Pemerintah masih memiliki dana PEN, jumlahnya masih sangat singifikkan Rp 450 triliun. Itu sesuatu yang jadi bantalan masyarakat kurang mampu, kita berikan support," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menegaskan bahwa pemerintah tidak berniat untuk memberikan beban baru kepada masyarakat dengan kenaikan PPN.
"Enggak ada niat pemerintah mendzalimi, menjahati warganya. Tidak mungkin, bahkan kalau bisa difasilitasi.," kata Prastowo.
Prastowo mengatakan, kenaikan tarif PPN 11% secara langsung akan meningkatkan penerimaan pajak. Dana tersebut nantinya diharapkan dapat dipergunakan dan diarahkan untuk belanja yang lebih berkualitas.
"Mudah-mudahan peningkatan ruang pajak bisa dibelanjakan dengan lebih baik untuk belanja publik," tegasnya.
Tambahan bansos sebelumnya telah masuk dalam skenario Kementerian Keuangan. Terutama ketika pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Kalau kemudian penyesuaian harga jadi pilihan nantinya. Pemerintah memastikan akan memberikan bantuan sosial, dan melakukan penebalan terhadap perlindungan sosial untuk menjaga keseimbangan daya beli dan memastikan bahan pokok dan energi tersebut," kata Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatawarta.
(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kondisi Pasar Tanah Abang di Tengah Rencana PPN Naik Tahun Depan