Adu Kuat Rusia-Uni Eropa, Putin Ogah Minta Pencabutan Sanksi
Jakarta, CNBC Indonesia - Hujan sanksi dari Uni Eropa menyusul serangan Rusia ke Ukraina sejak 24 Februari lalu nyatanya tak membuat Negeri Beruang Merah gentar. Buktinya, hingga saat ini, Rusia belum menghentikan serangannya.
Terkait hal tersebut, Kementerian Luar Negeri Rusia menegaskan tidak akan meminta Uni Eropa untuk mengakhiri sanksi yang diberikan. Rusia juga diklaim memiliki "batas keamanan" yang memadai.
"Uni Eropa bukanlah pusat alam semesta," tutur Nikolai Kobrinets, Kepala Departemen Kerjasama Eropa Kementerian Luar Negeri Rusia, seperti diberitakan Reuters yang mengutip kantor berita RIA, Jumat (11/4/2022).
Kepercayaan diri Rusia itu sejatinya bukan tanpa alasan. Asal tahu saja, negara yang dipimpin Presiden Vladimir Putin itu memiliki peran yang besar terhadap perekonomian Benua Biru.
Sebelumnya, wacana penghentian aliran gas dari Rusia ke sejumlah wilayah Eropa membuat beberapa negara khawatir. Pasalnya, Eropa dianggap tidak akan mampu memenuhi pasokannya tanpa aliran dari Rusia.
Dalam sebuah pernyataan, Uni Eropa telah mengusulkan undang-undang yang memaksa operator penyimpanan gas untuk mengisi lokasi setidaknya 80% dari kapasitas pada 1 November.
Tetapi, dengan penyimpanan saat ini hanya sekitar seperempat penuh, tugas itu terlihat sangat sulit untuk dipenuhi tanpa pasokan Rusia.
"Target 80% pada 1 November dapat dicapai selama setidaknya beberapa gas Rusia terus mengalir," kata Jack Sharples, peneliti di Institut Studi Energi Oxford seperti dikutip Reuters, Kamis (31/3/2022).
"Tapi saya pikir dalam hal melakukannya tanpa gas Rusia, itu tidak akan terpenuhi."
Jerman, konsumen gas terbesar Eropa yang bergantung pada Rusia untuk sekitar setengah dari kebutuhannya, telah menetapkan target 90% pada November. Stok gasnya saat ini 26% penuh.
Wacana penghentian aliran gas terjadi tatkala negara-negara Eropa memberikan sanksi finansial akibat serangan negara pimpinan Presiden Vladimir Putin itu ke Ukraina. Ini membuat Rusia terputus dari jaringan perbankan internasional.
Persoalan gas dari Rusia ke Eropa sendiri makin kencang berembus ketika Putin mempertimbangkan agar Benua Biru mau membayarnya dengan mata uang rubel. Pasalnya, Moskow saat ini kesulitan dalam mengakses mata uang lainnya, utamanya mata uang Barat seperti dolar Amerika Serikat dan euro.
(luc/luc)