
Komoditas Rusia Pakai Rubel, Indonesia Untung Atau Buntung?

Berdasarkan data BPS, porsi impor barang Indonesia dari Rusia pada tahun 2021 senilai US$ 1.25 miliar, sama dengan Rp 18,04 triliun (Kurs=Rp14.360/US$). Jumlah tersebut setara dengan 0,64% total ekspor Indonesia.
Komoditas yang banyak diekspor Indonesia dari Rusia yang memiliki nilai paling tinggi adalah besi dan baja. Nilainya mencapai US4 446,95 juta atau Rp 6,42 triliun. Nilai tersebut setara dengan 3,7% dari total nilai impor besi dan baja Indonesia.
Sementara itu ekspor terbesar kedua adalah pupuk. Indonesia membeli pupuk dari Rusia senilai US$ 326,13 juta atau Rp 4,7 triliun. Jumlah ini setara dengan 14,8% dari total impor pupuk Indonesia.
Energi Rusia pun nyatanya diboyong oleh Indonesia. Jumlahnya sangat kecil, hanya 0,8% dari total impor bahan bakar mineral Indonesia. Nilainya sebesar US$ 233,44 juta atau Rp 3,35 triliun.
Melihat porsi impor dari Rusia yang tidak terlalu besar, dampak penggunaan rubel untuk barang dari Rusia tampaknya tidak akan berdampak secara signifikan.
![]() Impor Indonesia dari Rusia |
Di sisi lain, ada keuntungan juga karena nilai mata uang rubel Rusia yang lebih murah ketimbang dengan dolar. Satu rubel Rusia setara dengan Rp 175,59. Sedangkan 1 dolar AS setara dengan Rp 14.354,5. Sehingga biaya yang dikeluarkan bisa lebih murah .
Meskipun begitu, Idnonesia tetap harus berhati-hati karena ada sanksi dan kecaman dari internasional yang membayangi dalam perdagangan dengan Rusia.
PT Pertamina (Persero) menyatakan berminat membeli minyak dari Rusia. Selain karena untuk mengamnkan pasokan energi, diskon yang diberikan pun menggiurkan. Rusia memberikan diskon besar atas harga jual minyaknya yakni dengan diskon US$ 20-25 per barel dari harga minyak Brent.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, pembelian minyak mentah dari Rusia ini bisa dilakukan perseroan setelah tuntas melakukan perbaikan (revamping) pada Kilang Balongan di Indramayu, Jawa Barat, pada Mei 2022 mendatang.
Pertamina sendiri, menurut Nicke, juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Bank Indonesia terkait rencana pembelian minyak tersebut, mengingat hal ini juga menyangkut terkait isu politis.
Nicke pun menegaskan, ini dilakukan murni tujuan bisnis, bukan politis.
"Gak ada masalah sepanjang perusahaan yang kita deal gak kena sanksi. Untuk pembayaran mungkin nanti melalui India. Kita koordinasi dengan Kemenlu. Secara politis gak ada, ini secara B to B," kata Nicke.
(ras)[Gambas:Video CNBC]