Komoditas Rusia Pakai Rubel, Indonesia Untung Atau Buntung?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
01 April 2022 14:30
Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri pertemuan di sela-sela KTT ASEAN-Rusia di Singapura, 14 November 2018. Sputnik / Alexei Druzhinin / Kremlin via REUTERS
Foto: Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri pertemuan di sela-sela KTT ASEAN-Rusia di Singapura, 14 November 2018. Sputnik / Alexei Druzhinin / Kremlin via REUTERS

Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia akan segera menggunakan rubel untuk seluruh ekspor energi dan komoditasnya. Ada motif balas dendam oleh Presiden Rusia Vladimir Putin atas sanksi yang dijatuhkan oleh negara-negara barat kepadanya. Putin ingin mereka, yang dipanggil negara tak bersahabat, merasakan "senjata makan tuan".

"Ini adalah ide yang pasti harus dikerjakan. Itu mungkin berhasil," kata Juru bicara Rusia Dmitry Peskov.

Peskov mengatakan bahwa peran dolar AS sebagai mata uang cadangan global telah terpukul. Dia juga mengatakan bahwa langkah untuk menetapkan harga ekspor terbesar dalam rubel demi kepentingan Rusia dan kepentingan mitranya.

Sementara itu ketua parlemen Vyacheslav Volodin mengatakan secara tegas bahwa gas Rusia hanya akan dijual dengan mata uang rubel. Begitu juga dengan komoditas ekspor lainnya.

"Jika Anda ingin gas, cari rubel," kata Volodin dalam sebuah postingan di Telegram, mengutip Reuters Rabu (30/3/2022).

"Selain itu akan tepat, di mana itu bermanfaat bagi negara kita, untuk memperluas daftar produk ekspor dengan harga rubel untuk memasukkan: pupuk, biji-bijian, minyak makanan, minyak, batu bara, logam, kayu, dll," tambahnya.

Perlu diperhatikan bahwa penggunaan rubel tidak serta merta akan dilakukan dalam waktu singkat. Tapi perubahan ini akan dilakukan dengan bertahap.

"Seperti yang kita bahas sebelumnya, pembayaran dan pengiriman adalah proses yang memakan waktu. Ini tidak berarti bahwa pengiriman besok harus dibayar (dalam rubel). Dari sudut pandang teknologi, ini adalah proses yang lebih lama," ujar Peskov.

Motif lain menggunakan rubel adalah mengurangi dominasi dolar dalam menentukan harga energi dan komoditas global dalam jangka panjang. Juga untuk meningkatkan nilai rubel.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Rusia mengajak China yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar kedua untuk bekerja sama.

"China bersedia bekerja sama dengan Rusia untuk membawa hubungan China-Rusia ke tingkat yang lebih tinggi di era baru, di bawah bimbingan konsensus yang dicapai oleh para kepala negara," kata Menteri Luar Negeri China Wang Yi.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan bahwa hubungan Rusia dengan China berada pada level terkuat yang pernah ada.

Asal tahu saja, Rusia mengekspor gas alam senilai beberapa ratus miliar dolar ke Eropa setiap tahun. Euro menyumbang 58% dari ekspor Gazprom, dolar AS 39% dan sterling sekitar 3%, menurut perusahaan.

Pada Kamis (31/3/2022) rubel Rusia melesat 42% menjadi US$ 79/US$ dari puncaknya pada tanggal 7 Maret sebesar 135,5/US$. Sementara dibandingkan dengan Euro, rubel Rusia telah melonjak 40,83% menjadi 87/Euro dari puncaknya pada tanggal 7 Maret.

Nilai Rubel RussiaFoto: Reuters
Nilai Rubel Russia

Keputusan Putin untuk menggunakan Rubel sebagai mata uang pembayaran untuk ekspor gas Rusia dan komoditas berdampak ke negara-negara Uni Eropa.

Pejabat Rusia telah berulang kali mengatakan upaya Barat untuk mengisolasi salah satu produsen sumber daya alam terbesar di dunia adalah tindakan irasional yang merugikan diri sendiri yang akan menyebabkan melonjaknya harga bagi konsumen serta menyebabkan Eropa dan Amerika Serikat (AS) ke dalam resesi.

Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev mengatakan sanksi telah "menjadi bumerang" kembali untuk melemahkan ekonomi Eropa dan AS. Menaikkan harga bahan bakar juga telah mengikis kepercayaan pada dolar dan euro.

Dalam sebuah pernyataan, Uni Eropa (UE) telah mengusulkan undang-undang yang memaksa operator penyimpanan gas untuk mengisi lokasi setidaknya 80% dari kapasitas pada 1 November.

Tetapi, dengan penyimpanan saat ini hanya sekitar seperempat penuh, tugas itu terlihat sangat sulit untuk dipenuhi tanpa pasokan Rusia.

"Target 80% pada 1 November dapat dicapai selama setidaknya beberapa gas Rusia terus mengalir," kata Jack Sharples, peneliti di Institut Studi Energi Oxford seperti dikutip Reuters, Kamis (31/3/2022).

"Tapi saya pikir dalam hal melakukannya tanpa gas Rusia, itu tidak akan terpenuhi."

Sementara itu Jerman, ekonomi terbesar Eropa, untuk menyalakan alarm bahaya dengan menyatakan sebagai "peringatan dini" pada hari Rabu (30/3/2022). Pasokan gas dari Rusia bisa tersendat dan menuju darurat pasokan. Pasalnya Jerman mengimpor 55% gasnya dari Rusia tahun lalu.

Menurut data BP Statistic, Rusia memasok 165,2 juta meter kubik gas alam yang disalurkan melalui pipa di Eropa pada tahun 2020 sebesar 435.8 juta meter kubik. Ini setara dengan 37,9%, terbesar setelah Norwegia yang memasok 106,9 juta meter kubik. Rusia juga mengekspor 238,2 juta ton minyak mentah ke kilang Eropa. Jumlah ini setar dengan 30% dari total impor pasokan minyak Eropa.

Berdasarkan data BPS, porsi impor barang Indonesia dari Rusia pada tahun 2021 senilai US$ 1.25 miliar, sama dengan Rp 18,04 triliun (Kurs=Rp14.360/US$). Jumlah tersebut setara dengan 0,64% total ekspor Indonesia.

Komoditas yang banyak diekspor Indonesia dari Rusia yang memiliki nilai paling tinggi adalah besi dan baja. Nilainya mencapai US4 446,95 juta atau Rp 6,42 triliun. Nilai tersebut setara dengan 3,7% dari total nilai impor besi dan baja Indonesia.

Sementara itu ekspor terbesar kedua adalah pupuk. Indonesia membeli pupuk dari Rusia senilai US$ 326,13 juta atau Rp 4,7 triliun. Jumlah ini setara dengan 14,8% dari total impor pupuk Indonesia.

Energi Rusia pun nyatanya diboyong oleh Indonesia. Jumlahnya sangat kecil, hanya 0,8% dari total impor bahan bakar mineral Indonesia. Nilainya sebesar US$ 233,44 juta atau Rp 3,35 triliun.

Melihat porsi impor dari Rusia yang tidak terlalu besar, dampak penggunaan rubel untuk barang dari Rusia tampaknya tidak akan berdampak secara signifikan.

Impor Indonesia dari RusiaFoto: BPS
Impor Indonesia dari Rusia

Di sisi lain, ada keuntungan juga karena nilai mata uang rubel Rusia yang lebih murah ketimbang dengan dolar. Satu rubel Rusia setara dengan Rp 175,59. Sedangkan 1 dolar AS setara dengan Rp 14.354,5. Sehingga biaya yang dikeluarkan bisa lebih murah .

Meskipun begitu, Idnonesia tetap harus berhati-hati karena ada sanksi dan kecaman dari internasional yang membayangi dalam perdagangan dengan Rusia.

PT Pertamina (Persero) menyatakan berminat membeli minyak dari Rusia. Selain karena untuk mengamnkan pasokan energi, diskon yang diberikan pun menggiurkan. Rusia memberikan diskon besar atas harga jual minyaknya yakni dengan diskon US$ 20-25 per barel dari harga minyak Brent.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, pembelian minyak mentah dari Rusia ini bisa dilakukan perseroan setelah tuntas melakukan perbaikan (revamping) pada Kilang Balongan di Indramayu, Jawa Barat, pada Mei 2022 mendatang.

Pertamina sendiri, menurut Nicke, juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Bank Indonesia terkait rencana pembelian minyak tersebut, mengingat hal ini juga menyangkut terkait isu politis.

Nicke pun menegaskan, ini dilakukan murni tujuan bisnis, bukan politis.

"Gak ada masalah sepanjang perusahaan yang kita deal gak kena sanksi. Untuk pembayaran mungkin nanti melalui India. Kita koordinasi dengan Kemenlu. Secara politis gak ada, ini secara B to B," kata Nicke.


(ras)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Mesin Uang' Rusia Mulai Macet, Gimana Mr Putin?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular