Internasional

Cerita Lengkap Ribut Rusia-Barat karena Bayar Gas Pakai Rubel

sef, CNBC Indonesia
Selasa, 29/03/2022 14:00 WIB
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Keributan kembali terjadi antara Rusia dan Barat. Moskow memperingatkan untuk segera membayar miliaran dolar ekspor gas dalam Rubel sesegera mungkin, hanya dalam beberapa hari.

Ini merupakan buntut dari sanksi ekonomi yang diberlakukan Barat ke Rusia. Presiden Vladimir Putin kemudian membalas dendam dengan menerapkan rubel sebagai mata uang utama transaksi energinya.


"Rusia akan terus, tentu saja, untuk memasok gas alam sesuai dengan volume dan harga ... tetap dalam kontrak yang disepakati sebelumnya," ujar Putin, dikutip CNBC International pekan lalu.

"Mata uang pembayaran ... akan diubah ke rubel Rusia."

Instruksi kepada perusahaan gas negara, Gazprom juga sudah dimuat. BUMN Rusia itu juga wajib memberi tahu pembeli produknya sejak akhir pekan.

"Ada instruksi kepada Gazprom dari Presiden Rusia (Putin) untuk menerima pembayaran dalam rubel. Informasi ini akan diberikan kepada pembeli produk Gazprom," kata Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan.

Langkah Putin ini diumumkan tepat saat Uni Eropa (UE) memperdebatkan sanksi tambahan terhadap Rusia. Ini juga merupakan perubahan paling signifikan dalam politik gas Rusia sejak Uni Soviet membangun jaringan pipa gas ke Eropa dari Siberia pada awal 1970-an.

Mengutip Reuters, pria yang telah menjadi pemimpin tertinggi Rusia sejak 1999 itu memang telah lama mencerca dominasi dolar AS, dalam banyak transaksi global. Greenback ia anggap sebagai instrumen "kerajaan kebohongan" AS yang bertujuan menghancurkan Rusia.

Hal ini membuat sejumlah negara Eropa, penikmat gas Rusia, berteriak menentang. Bahkan Jerman menyarankan perusahaan energinya tak menuruti mau Putin.

"Banyak importir mengatakan kontrak jangka panjang dengan Gazprom menetapkan pembayaran dalam euro atau dolar AS," kata analis.

Dari data Gazprom sendiri, mata yang Euro menyumbang 58% dari ekspor, sementara dolar AS 39% dan sterling sekitar 3%. Tentangan juga datang karena mekanisme pembayaran ekspor gas bernilai US$320 miliar per tahun dalam rubel juga masih belum jelas. .

"Pembayaran rubel berada di suatu tempat antara sangat sulit dan tidak mungkin. Apalagi untuk sebagian besar pembeli Eropa untuk mengaturnya dan tidak bisa dalam waktu singkat," kata Rekan Peneliti Distinguished Institut Oxford untuk Studi Energi, Jonathan Stern.

"Jika Gazprom bersikeras pada pembayaran rubel dan menghentikan pengiriman jika pembayaran tidak dilakukan dalam mata uang itu, maka menurut saya ini akan menjadi pelanggaran ketentuan kontrak."

Sebenarnya, pembayaran dalam rubel akan menopang mata uang Rusia, yang telah anjlok sejak serangan dilakukan ke Ukraina pada 24 Februari. Pidato Putin soal rubel ini sempat mengangkat mata uang itu 9% terhadap dolar.


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Anggaran Sekolah Rakyat Rp2,14 T - Rubel Rusia Terpuruk