Pertamax Rp 16.000 Dijual Rp 9.000, Pertamina Bisa Ambruk?

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Senin, 28/03/2022 12:12 WIB
Foto: Pengendara mengisi BBM di Salah satu SPBU, Kuningan, Jakarta, Minggu (10/2). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina hingga kini tak kunjung menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin dengan nilai oktan (RON) 92 atau Pertamax. Harga jual Pertamax masih dipertahankan pada Rp 9.000 per liter, tak naik sejak dua tahun lalu.

Sebagai perbandingan, harga jual BBM RON 92 di SPBU saat ini bervariasi tergantung para badan usaha, rata-rata di kisaran Rp 12.000 - Rp 13.000 per liter untuk non-Pertamina.

Shell Indonesia misalnya, per 1 Maret 2022, harga bensin Shell Super (RON 92) dibanderol Rp 12.990 per liter, BP-AKR menjual bensin BP 92 (RON 92) pada harga Rp 12.500 per liter.


Padahal, harga keekonomian atau batas atas BBM jenis Pertamax pada Maret 2022 telah mencapai Rp 14.526 per liter, bahkan pada April diprediksi naik lagi bisa tembus Rp 16.000 per liter.

Lantas, bagaimana dampaknya pada Pertamina bila harga bensin non subisdi Pertamax ini tak juga dinaikkan?

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan, bila harga Pertamax ini tak segera dinaikkan, maka ini akan berimbas buruk bagi keuangan Pertamina. Padahal, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga diminta untuk tidak merugi.

Oleh karena itu, dia mendorong agar pemerintah, khususnya Menteri ESDM Arifin Tasrif, mengizinkan Pertamina untuk melakukan penyesuaian harga Pertamax.

Menurut Fahmy, di tengah tren kenaikan harga minyak dunia, hal ini akan membuat beban Pertamina semakin berat. Apalagi, piutang perusahaan migas pelat merah ini kepada pemerintah tak kunjung dibayar.

"Piutang Pertamina kepada pemerintah selama empat tahun belum dibayar. Tidak menutup kemungkinan dampak terburuk Pertamina shortage of cash untuk impor BBM," ungkap Fahmy kepada CNBC Indonesia, Senin (28/3/2022).

Di samping itu, Pertamina juga sudah berjanji untuk menjaga pasokan BBM di dalam negeri. Namun fakta di lapangan saat ini, terjadi kelangkaan Solar bersubsidi di berbagai SPBU.

"Bisa jadi kelangkaan BBM akan terjadi juga pada BBM lainnya, utamanya Pertalite yang proporsi konsumen 76%," kata dia.

Tak hanya itu, beberapa sumber CNBC Indonesia juga menyebutkan bahwa tidak adanya kenaikan harga BBM, khususnya jenis bensin non subsidi yang dijual Pertamina, di tengah lonjakan harga minyak dunia bisa berdampak pada negatifnya arus kas operasional Pertamina, menurunnya profitabilitas perseroan, hingga berpotensi diturunkannya credit rating Pertamina dari credit ratings agency seperti S&P, Moody's, dan Fitch. Bila ini terjadi, yang lebih berbahaya yakni bisa berpotensi terjadinya kondisi default atas pembayaran utang Pertamina.

Sementara itu, Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, belum berkomentar banyak mengenai harga jual BBM Pertamax yang saat ini sudah jauh dari keekonomian. Yang pasti, imbuhnya, perusahaan akan selalu berkoordinasi dengan pemerintah.

"Kita masih terus koordinasikan dengan stakeholder terkait," kata Irto.

Hingga akhir Maret 2022, harga minyak mentah dunia sendiri telah berada di atas US$ 100 per barel, demikian juga dengan harga minyak mentah Indonesia atau ICP. Adapun ICP pada Maret per tanggal 24 tercatat di level US$ 114,55 per barel.

Akibatnya, harga batas atas bensin RON 92 pada Maret 2022 sebesar Rp 14.526 per liter.

Pada Senin (28/3/2022) pukul 06:49 WIB, harga minyak jenis Brent berada di US$ 117,01 per barel, berkurang 3,02% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Sedangkan yang jenis light sweet atau West Tecas Intermediate (WTI) berada di US$ 110,69 per barel, ambles 2,82%.

Meski hari ini ambrol, tetapi harga Brent dan light sweet masih mencatatkan kenaikan 8,35% dan 7,24% dalam sepekan terakhir. Selama sebulan ke belakang, harga masih naik 19,36% dan 18,24%.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pertamina Masih Akan Tingkatkan Pasokan BBM 5 Tahun Ke Depan