Biodiesel Jadi Dipangkas ke B20? Begini Kata Pengusaha
Yogyakarta, CNBC Indonesia - Kabar bahwa pemerintah bakal memangkas pencampuran biodiesel 30% (B30) menjadi B20 atau B25 akibat imbas dari lonjakan harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/ CPO) dan pasokan CPO untuk kebutuhan dalam negeri tampaknya tidak akan terjadi, terutama sejak Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan rencana pemangkasan pencampuran biodiesel itu tidak ada.
Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan pun kembali buka suara terkait isu pemangkasan biodiesel ke B20 ini. Ia menyebut langkah itu tidak akan dilakukan.
Paulus menyebut rencana pemangkasan ini tidak dilakukan lantaran telah dipastikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.
"Sudah confirm ke Pak Menko Airlangga tidak ada rencana pengurangan kandungan biodiesel. Juga waktu wawancara dengan Menteri ESDM, dikatakan juga tak ada rencana," ungkapnya dalam konferensi pers '3rd Palm Biodiesel Conference' di Yogyakarta, Kamis (24/3/2022).
Ia bahkan menyebut program yang saat ini difokuskan adalah penambahan kandungan biodiesel menjadi lebih dari 30%. Bahkan, saat ini pihaknya sedang melakukan pengujian dengan beberapa pemangku kepentingan (stakeholder), seperti Gaikindo selaku calon pengguna bahan bakar itu.
"Ini tak mudah. Biasanya 6-7 bulan. Setiap 10 ribu km kita buka engine-nya, kita cek di laboratorium," tambahnya.
Sementara itu, terkait subsidi biodiesel, pihaknya menyebut belum ada masalah. Sejauh ini Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) masih terus bekerja untuk melakukan harmonisasi harga CPO.
Sebelumnya, isu pemangkasan campuran biodiesel berembus kencang. Paulus sempat membenarkan adanya isu tersebut, bahwa saat ini berbagai alternatif kebijakan tengah dikaji oleh pemerintah, salah satunya mengevaluasi kebijakan B30 diturunkan ke B25-B20.
Alternatif penurunan B30 menjadi B20 atau B25 terjadi karena harga minyak sawit dunia yang tinggi saat ini, yang pada akhirnya membuat harga minyak goreng tinggi.
"Ini jadi permasalahan kita. Sekarang bagaimana mengatasinya itu banyak opsi, banyak alternatif. Banyak hal yang dikaji, salah satunya adalah B20 atau B20, salah satu alternatifnya itu," jelas Paulus kepada CNBC Indonesia, Jumat (18/3/2022).
Penurunan penggunaan sawit menjadi B20 atau B25 itu, kata Paulus akan dikaji dari segala sisi. Misalnya, Indonesia sudah berkomitmen terhadap penurunan emisi, juga pengaruhnya terhadap meningkatnya impor solar apabila B30 diturunkan.
(wia)