Anda Pengguna Solar Subsidi? Jangan Kaget Pembelian Dibatasi
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengungkapkan bahwa pihaknya akan mengendalikan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar subsidi. Hal itu dilakukan mengingat, konsumsi solar subsidi tengah mengalami lonjakan hingga penggunaannya telah melebihi kuota.
Berdasarkan data PT Pertamina Patra Niaga, konsumsi BBM solar subsidi telah melebihi kuota sebanyak 10% hingga Februari 2022. Adapun untuk stok kuota solar subsidi saat ini di level 20 hari.
Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman mengatakan bahwa pihaknya akan terus mengawasi agar penyaluran solar bersubsidi sesuai kuota. Bahkan BPH Migas akan mengendalikan pembelian pengguna solar bersubsidi.
"BPH Migas juga melakukan pengendalian pembelian BBM per hari per kendaraan," kata Saleh kepada CNBC Indonesia, Kamis (24/3).
Selain itu, BPH Migas juga mendorong supaya masyarakat yang tidak berhak membeli solar bersubsidi dapat menggunakan BBM non subsidi. Misalnya dengan memakai produk BBM non subsidi seperti Pertamina Dex dan Dexlite.
Saleh menjelaskan bahwa penyaluran solar subsidi yang telah melebihi kuota ini merupakan dampak dari pulihnya permintaan pasca pandemi Covid-19. Sehingga terdapat peningkatan konsumsi.
"Karena subsidi sudah ditetapkan oleh pemerintah bersama DPR maka kita harapkan penggunaan BBM non subsidi meningkat. Pada saat yang bersamaan juga harga minyak dunia sedang naik," kata Saleh.
BPH Migas pun mengimbau, supaya Badan Usaha pelaksana penugasan wajib melakukan pengendalian penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) Jenis Minyak Solar (Gas Oil). Khususnya untuk konsumen pengguna transportasi dengan rincian;
a.kendaraan bermotor perseorangan roda empat paling banyak 60 liter/hari/kendaraan.
b.kendaraan bermotor umum angkutan orang atau barang roda empat paling banyak 80 liter/hari/kendaraan
c.kendaraan bermotor umum angkutan orang atau barang roda enam atau lebih paling banyak 200 liter/ hari/ kendaraan.
Dari pantauan CNBC Indonesia, harga solar subsidi mencapai Rp 5.150 per liter, sementara harga solar non subsidi mencapai Rp 11.000-an per liter. Gap itulah yang tentunya membuat konsumen solar non subsidi beralih ke solar subsidi.
Direktur BBM BPH Migas, Alfon Simanjuntak membenarkan, bahwa perbedaan harga solar bersubsidi dengan harga solar nonsubsidi saat ini menjadi salah satu faktor penyaluran solar subsidi melebihi kuota pada Februari 2022.
"Salah satu faktor itu (harga)," kata Alfon kepada CNBC Indonesia, Kamis (24/3/2022).
Selain itu, faktor berikutnya yakni pengaturan mengenai siapa konsumen pengguna yang berhak, masih harus diperjelas lagi. Mengingat sejauh ini belum terlalu detail.
Pjs. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting menjelaskan pertumbuhan ekonomi nasional yang saat ini realisasinya di atas 5% sudah pasti akan berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan energi, salah satunya solar subsidi. Oleh sebab itu, pihaknya akan terus memastikan stok dan menjamin terjaganya proses distribusi di lapangan dengan maksimal.
"Stok Solar subsidi secara nasional di level 20 hari dan setiap hari stok ini sekaligus proses penyaluran ke SPBU terus dimonitor secara real time. Namun perlu diketahui secara nasional per Februari penyaluran Solar subsidi telah melebihi kuota sekitar 10%," kata Irto.
Pihaknya, kata Irto, akan terus memonitor seluruh proses distribusi mulai dari Terminal BBM hingga konsumen untuk memastikan SPBU selalu tersedia bahan bakar bagi masyarakat. Khusus Solar subsidi, kami akan fokus pelayanan di jalur logistik serta jalur-jalur yang memang penggunaannya adalah yang berhak menikmatinya.
"Jadi masyarakat tidak perlu khawatir dan tidak perlu panic buying. Pembelian bahan bakar kami imbau untuk tetap sesuai dengan kebutuhan dan untuk tetap hemat dalam penggunaannya mengingat saat ini harga minyak sangatlah mahal," ungkap Irto.
(pgr/pgr)