Duh RI, Harga Minyak Meroket Tapi Ngga Ngefek ke Produksi

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
21 March 2022 13:21
lapangan migas, doc SKK Migas
Foto: lapangan migas, doc SKK Migas

Jakarta, CNBC Indonesia - Sudah tiga minggu lebih sejak perang antara Rusia dan Ukraina berlangsung, harga minyak mentah dunia meroket hingga ke atas level US$ 100 per barel. Namun sayangnya, meroketnya harga minyak mentah dunia itu tidak berpengaruh terhadap peningkatan produksi minyak mentah di tanah air.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal menyatakan, bahwa tingginya harga minyak mentah dunia ini belum bisa membawa momentum Indonesia untuk mengerek jumlah produksi di tanah air.

Alasannya karena, lapangan-lapangan migas di Indonesia kebanyakan merupakan yang sudah tua atau sudah masuk ke dalam secondary recovery.

"Untuk meningkatkan produksi itu bukaan se-simple membuka keran. Jadi, tidak semudah di Arab Saudi untuk meningkatkan produksi, sementara negara-negara OPEC juga tidak ada niat meningkatkan produksi," kata Moshe kepada CNBC Indonesia, Senin (21/3/2022).

Moshe mengakui, potensi minyak di Indonesia masih sangat besar, Aspermigas mencatat cadangan minyak yang terkandung di tanah air masih tersedia 4,2 miliar barel. Belum lagi banyak juga area yang juga masih belum tereksplorasi.

"Namun, bukan lapangan-lapangan yang mudah lagi. Sudah ke laut lepas, sudah ke wilayah Timur. Di mana di Timur ini banyak kendala, karena infrastruktur masih belum banyak yang terbangun. Itu yang membuat biaya produksi atau operasi mahal," tuturnya.

Dari sisi investasi, investor juga masih menunggu dan melihat (wait and see), karena bisa jadi harga minyak mentah yang saat ini masih dengan harga di atas US$ 100 per barel, bisa jadi hanya bersifat sementara. Sampai pada Senin pagi ini (21/3/2022), harga minyak mentah jenis Brent menyentuh level US$ 110,72 per barel.

Pasalnya, kata Moshe, berdasarkan pengalaman yang pernah dilalui, setinggi-tingginya harga minyak, juga akan diikuti dengan penurunan harga yang juga sangat drastis. Terlebih, untuk mengelola proyek minyak di tanah air, perusahaan butuh modal yang sangat besar dan membutuhkan investor.

"Istilahnya investor ngga suka-suka banget harga terlalu tinggi, karena pas jatuh justru turunnya dramatis dan banyak dampaknya," jelasnya.

"Mereka (investor) hanya suka harga yang tidak terlalu tinggi, tapi stabil karena gampang memprediksinya untuk planning investasinya," kata Moshe melanjutkan.

Apalagi saat ini banyak perusahaan minyak multinasional juga tengah bertransformasi menjadi perusahaan energi yang terintegrasi dengan energi yang bersih. Sehingga mereka akan cenderung lebih berhati-hati dalam berinvestasi dan mengelola portfolionya.

Oleh karena itu, Moshe berpandangan bahwa pemerintah harus menciptakan iklim investasi tepat, bisa dengan menawarkan insentif yang menarik, serta memberikan persyaratan kontrak yang fleksibel, dan tak kalah penting dapat memberikan kepastian hukum.

"Itu akan bisa meningkatkan kepercayaan investor kepada Indonesia. Di mana ada potensi dan mereka akan melihat ini ada niat baik pemerintah, positif untuk melakukan reformasi, menawarkan kembali dengan wilayah kerja dengan term-term yang tepat dan insentif yang menarik," ujarnya.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Setinggi-tingginya Harga Minyak, Lebih Sakit Saat Turun!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular