Begini Ramalan Kantor Sri Mulyani Soal Harga Minyak, Ngeri?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
14 March 2022 14:35
Blok Mahakam yang dioperasikan PT Pertamina Hulu Mahakam. (Doc SKK Migas)
Foto: Blok Mahakam yang dioperasikan PT Pertamina Hulu Mahakam. (Doc SKK Migas)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang Rusia dan Ukraina belum ada tanda-tanda akan mendingin. Akibat masih memanasnya konflik di kedua negara tersebut, membuat harga-harga komoditas termasuk harga minyak mentah dunia melambung tinggi.

Sampai pada Senin (14/3/2022), harga minyak mentah dunia jenis Brent masih bertengger pada level US$ 111/barel. Sementara itu, minyak jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) menjadi US$107,14/barel.

Lalu apakah tingginya harga minyak dunia ini akan berlangsung lama atau malah justru hanya sesaat saja?

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu), Abdurrohman menyampaikan bahwa, secara historis, harga minyak dunia yang tinggi tidak pernah bertahan lama.

Sempat, kata Abdurrohman, selain pada hari-hari ini atau tepatnya di tahun 2008 harga minyak mentah dunia pernah menyentuh level US$ 140 per barel dan rata-rata harga minyaknya menembus US$ 100 per barel.

"Biasanya ini ada adjusment signifikan dari suplai dan demand. Jadi dari sisi pemerintah akan meng-exercise berbagai risiko yang jadi skenario. Saat ini sedang kami coba lihat," terang Abdurrohman kepada CNBC Indonesia, Senin (14/3/2022).

Setali tiga uang, Ketua Banggar DPR, Said Abdullah menilai, bicara soal kondisi harga minyak mentah dunia secara day to day harganya memang fluktuatif. Kelak, memasuki kuartal II-2022 ini, harga minyak mentah dunia akan berada kembali di level US$ 80 per barel.

Yang terang, bagi Bagi Banggar DPR, kata Said, pemerintah perlu membuat mitigasi risiko terhadap dampak dari fiskal negara. Sebagai negara net importir dan dalam lima tahun belakangan mengalami defisit migas, tentunya meningkatnya harga minyak mentah dunia ini akan memberikan dampak pada keuangan negara.

"Subsidi energi pasti naik. Setiap kenaikan itu sekitar Rp 3 triliun, dan dari Rp 3 triliun untuk belanja modal, selisihnya Rp 400 miliar. Tetapi melihat kondisi terkini hitung-hitungan seperti itu tak diperlukan lagi, sekarang perlu mitigasi semuanya termasuk energi pasokan semua kita incer," tandas Said.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Nyaris US$ 100, Ada Berkahnya Juga Buat RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular